Search This Blog

Menyoal Ritus Kampus: Lingkaran Setan yang Merugikan

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Menyoal Ritus Kampus: Lingkaran Setan yang Merugikan
Jun 30th 2023, 21:15, by Mochamad Satrio Andhito, Mochamad Satrio Andhito

Ilustrasi ritus kampus dan prosesinya. Foto: Penulis
Ilustrasi ritus kampus dan prosesinya. Foto: Penulis

Layaknya perintah Tuhan yang harus ditegakkan tanpa perlawanan, ritus kampus juga kerap diperlakukan seperti bagian keagamaan. Ritus kampus sering kali dipandang sebagai kebenaran mutlak yang mesti dijalankan. Entah kebimbangan, kebingungan, hingga kemalasan telah menjadi hiasan perasaan dalam melaksanakan ritus kampus yang berkepanjangan.

Mulai dari jurit malam, perpeloncoan, sampai perdramaan menjadi segelintir ritus kampus yang dilanggengkan. Namun yang menjadi pemantik pertentangan, mengapa ritus kampus selalu dijalankan ditengah regenerasi kebudayaan?

Kemudian sebelum menyelami lebih jauh soal ritus kampus, sebaiknya kita harus menyadari bahwa setiap instansi, organisasi, hingga program studi pastinya memiliki nilai dan budaya tersendiri di dalamnya. Budaya tersendiri inilah akhirnya bertransformasi menjadi ritus yang terjalin secara turun-temurun.

Ritus tak hanya berisi kegiatan yang dimaknai secara mandiri, melainkan memegang fungsi sebagai identitas akan eksistensi diri. Dari hal itu akhirnya melatarbelakangi terkait bagaimana sebuah ritus kampus dapat menjadi tolok ukur maupun simbolisasi atas proses orientasi seseorang ke dalam bagian komunitasnya.

Oleh karenanya ritus kampus kerap kali dipaksakan untuk hadir ke dalam relung setiap anggotanya secara berkelanjutan. Serta menjadi kejahatan jika dihilangkan tanpa adanya persetujuan dari atasan.

Menelisik dari beragam cerita, sebenarnya regenerasi penerapan ritus kampus selalu dilanggengkan secara berkelanjutan seiring perkembangan zaman. Tak ayal dan tak ngarang, realita tersebut lahir karena adanya rasa sopan santun yang diemban oleh mahasiswa Indonesia kebanyakan.

Dimana mereka merasa tidak enak dan bersalah ketika melupakan dan menghilangkan keunikan yang telah dikembangkan, meski keunikan tersebut dirasa telah ketinggalan zaman dan cocok untuk dibuang. Lalu pelestarian ritus kampus juga difasilitasi oleh rasa takut mahasiswa terhadap para atasan dan kakak angkatan.

Rasa ketakutan ini bersumber pada kekhawatiran seseorang sehingga nantinya secara nirsadar terlibat masalah dengan tetua angkatan. Apalagi jika kita melakukan pemutusan budaya persekutuan tanpa adanya perencanaan matang, maka sama saja seperti membunyikan gendang peperangan yang tak kunjung padam.

Makanya kebanyakan mahasiswa baru lebih memilih untuk mengikuti arus dan menerima ritus ketimbang menolak dengan tegas soal urgensi dan kontribusinya terhadap dirinya sendiri. Selain itu, para mahasiswa baru ini juga menjadikan ritus kampus sebagai ajang pembalasan dendam pada setiap masa pengenalan terhadap angkatan secara berkelanjutan.

Mereka menganggap pembalasan dendam ini sebagai suatu syarat mutlak atas penerimaan yang diberikan. Semakin menyusahkan ritus kampus untuk dijalankan, maka semakin berat dan besar pula beban yang dilayangkan kepada korban angkatan.

Sudah terbayangkan bukan? Bagaimana ritus kampus menjadi lingkaran setan yang merugikan.

Oleh karena itu sebenarnya apapun dan bagaimanapun bentuk ritus kampus yang dijalankan, selagi itu menyusahkan dan menyengsarakan maka harus terpaksa dibuang. Tentunya tidak langsung secara keseluruhan tetapi pelan-pelan sembari memposisikan jika terus merasakan.

Tak hanya sebagai korban tetapi kita juga harus memposisikan sebagai tetua angkatan yang mungkin menciptakan, karena bisa saja pelaksanaannya telah banyak mengalami pelebaran sembarangan. Bahkan penghapusan ritus kampus juga dapat dilalui dengan sekadar mengingatkan rekan atasan untuk selalu terbuka atas adanya perubahan dan kemajuan.

Hal ini bukan berarti menganggap mereka sebagai objek kemunduran dan ketinggalan zaman tetapi lebih kepada pengajaran akan adanya pembaharuan perasaan sekaligus prosesi yang mengadopsikan peran pada regenerasi kebudayaan.

Tulisan ini tidak untuk mengkampanyekan penghapusan segala ritus kampus dalam perkuliahan melainkan hanya sebagai ladang kesadaran agar melatih pemahaman bahwa budaya terus mengalami pergeseran.

Media files:
01h3wfq5ekmpg8gq8r5f3cg3z7.jpg (image/jpeg)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar