Kapuspen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benni Irwan. Foto: Kemedagri
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) angkat bicara terkait kabar Bupati Aceh Selatan Mirwan yang diketahui berada di Tanah Suci untuk melaksanakan ibadah umrah, sementara wilayahnya tengah dilanda bencana banjir dan tanah longsor.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Benni Irwan menyampaikan keprihatinannya atas informasi tersebut.
"Kami sangat menyayangkan sekali, begitu mengetahui dari media bahwa Bupati Aceh Selatan saat ini dikabarkan sedang berada di Tanah Suci melaksanakan ibadah umrah. Kita ketahui bersama, Kabupaten Aceh Selatan adalah salah satu wilayah di Provinsi Aceh yang terdampak bencana alam banjir dan tanah longsor," ujar Benni dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (6/12).
Benni menegaskan, dalam situasi bencana yang masih menyisakan kerusakan dan berbagai keterbatasan, kehadiran kepala daerah sangat penting untuk memastikan penanganan darurat dan pemulihan berjalan cepat.
"Kehadiran dan keberadaan kepala daerah sangat dibutuhkan di tengah-tengah warga masyarakatnya," ujarnya.
Tidak Ada Izin Gubernur atau Mendagri
Bupati Aceh Selatan Mirwan. Foto: Instagram/@h.mirwan_ms_official
Ia mengungkapkan bahwa Mendagri telah menghubungi langsung Bupati Mirwan untuk meminta klarifikasi.
"Bapak Mendagri sudah telepon langsung, yang bersangkutan mengaku tidak ada izin gubernur maupun Mendagri untuk umrah dan akan pulang besok," ujar Benni.
Benni mengatakan, tim dari Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendagri sudah bergerak menuju Aceh untuk melakukan pemeriksaan terhadap Mirwan setibanya di Tanah Air.
Pemeriksaan oleh Itjen Kemendagri akan dilakukan untuk memastikan seluruh prosedur, kewenangan, dan ketentuan hukum dipatuhi.
Lebih lanjut, Benni menambahkan bahwa Gubernur Aceh Muzakir Manaf sebelumnya menolak permohonan izin perjalanan luar negeri yang diajukan Bupati Mirwan. Penolakan tersebut tertuang dalam Surat Nomor 100.1.4.2/18413 tertanggal 28 November 2025.
Permohonan itu ditolak karena Aceh sedang berada dalam status tanggap darurat bencana hidrometeorologi, termasuk Kabupaten Aceh Selatan yang telah menetapkan status tanggap darurat penanganan bencana banjir dan tanah longsor berdasarkan keputusan Bupati Mirwan.
Stasiun Vostok milik Rusia. Foto: Arctic and Antarctic Research Institute via Wikimedia Commons
Tempat paling dingin di Bumi berada di Dataran Tinggi Antarktika Timur. Di gurun es yang sunyi dan terpencil ini, pada 23 Juli 1983, suhu udara di Stasiun Vostok milik Rusia anjlok hingga sekitar -89,2°C. Angka ini jauh lebih rendah dari suhu rata-rata kawasan tersebut.
Namun, ternyata ada titik lain di Antarktika Timur yang bahkan lebih ekstrem. Para peneliti dari National Snow and Ice Data Center, University of Colorado Boulder, meneliti data satelit dari tahun 2004 hingga 2016.
Dari sana mereka menemukan bahwa beberapa area di dataran tinggi Antarktika Timur, tepatnya di wilayah yang lebih tinggi dari Stasiun Vostok, pernah mencapai suhu sekitar -98°C pada malam kutub, periode pertengahan musim dingin ketika Matahari tidak muncul selama berbulan-bulan.
Suhu sedingin ini ditemukan di bagian tertinggi lapisan es, pada ketinggian 3.800 hingga 4.050 meter di atas permukaan laut. Para peneliti juga mencatat suhu ultra-dingin lebih sering terjadi ketika polar vortex Antarktika sedang kuat.
Fenomena ini adalah pusaran angin besar yang mengelilingi benua, membentuk semacam dinding tak terlihat yang menjebak udara dingin di dalamnya. Itu semua adalah suhu alami yang diciptakan oleh alam. Namun di laboratorium, suhu yang jauh lebih ekstrem bisa dibuat.
Pemandangan hamparan es di Antarktika. Foto: Shutterstock
Zero absolut atau -273,15°C adalah batas fisika yang dianggap sebagai suhu terendah yang mungkin dicapai. Menurut hukum ketiga termodinamika, titik ini tidak bisa benar-benar digapai, namun para ilmuwan terus berupaya sedekat mungkin.
Pada tahun 2021, tim ilmuwan Jerman mencetak rekor suhu terdingin yang pernah dibuat manusia, mereka berhasil menurunkan suhu gas hingga 38 pikokelvin, hampir mencapai zero absolut. Cara mereka melakukannya tak kalah unik.
Para peneliti menjatuhkan materi kuantum dari sebuah menara raksasa. Sekitar 100.000 atom rubidium ditempatkan dalam perangkap magnetik di puncak menara setinggi 110 meter. Perangkap itu bekerja seperti lensa gelombang materi, menekan atom-atom dengan sangat presisi hingga mereka membentuk Bose-Einstein condensate (BEC), suatu keadaan kuantum aneh di mana ribuan atom bergerak bersama seperti satu partikel yang menyerupai gelombang hantu.
Setelah itu, atom-atom tersebut dijatuhkan. Ketika perangkap magnetik dimatikan, BEC mengembang dan mendingin lebih jauh selama dua detik jatuh bebas di dalam menara. Instrumen canggih mengikuti setiap getaran kecil dari awan kuantum ultra-dingin itu.
Bagi manusia, suhu seperti ini tidak terasa dingin dalam arti biasa. Tetapi pada skala puluhan pikokelvin, atom nyaris tidak bergerak dan hukum fisika yang kita kenal mulai digantikan oleh dunia aneh mekanika kuantum.