Aug 27th 2023, 10:22, by Wisnu Prasetiyo, kumparanNEWS
Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi polusi udara yang menggila di Jakarta. Salah satu instruksi dari Mendagri Tito Karnavian adalah dengan menyirami jalan.
Hal ini sudah dilakukan. Salah satunya oleh polisi dari Polda Metro Jaya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo Wahyu Andiko mengatakan, polusi udara sudah sangat meresahkan masyarakat sehingga pihaknya ikut ambil bagian dalam penanganan.
"Polusi udara di Jakarta menjadi perhatian masyarakat, maka itu Polri khususnya Polda Metro Jaya melakukan kesiapan dengan pengecekan kendaraan Taktis Water Cannon," kata Truno dalam keterangannya Kamis (24/8).
"Kemudian melakukan penyemprotan jalan protokol Guna mengurangi dampak polusi udara di Jakarta," lanjut Truno.
Analisis Ahli dan Data Ilmiah
Terkait ini, Guru Besar UI Prof Tjandra Yoga Aditama membeberkan sejumlah riset. Salah satunya yang dilakukan di China.
Penelitian di China yang dimuat dalam Jurnal Ilmiah "Toxics" bulan Juni 2021 jelas menyebutkan "Large-Scale Spraying of Roads with Water Contributes to, Rather Than Prevents, Air Pollution".
"Jadi disebut bukannya mencegah tapi justru manmbah polusi," kata Prof Tjandra dalam keterangannya, Minggu (27/8).
Ia menambahkan, hasil penelitian secara lengkapnya menyebutkan sebagai berikut:
"We discovered that spraying large quantities of tap or river water on the roads leads to increased PM2.5 concentration and humidity, and that daily continuous spraying produces a cumulative effect on air pollution. Our results demonstrate that spraying roads with water increases, rather than decreases, the concentration of PM2.5 and thus is a new source of anthropogenic aerosol and air pollution."
"Jadi tegasnya penelitian ini menyatakan bahwa menyemprotkan air dalam jumlah besar ke jalan cenderung meningkatkan konsentrasi PM2,5 dan juga kelembaban," jelas dia.
Di sisi lain, ada juga yang berpendapat berbeda. Seperti dimuat di Jurnal "Environmental Chemistry Letters volume" tahun 2014.
Jurnal itu menyebutkan "I found that the water spray geoengineering method can reduce the PM2.5 pollution in the atmosphere very efficiently to 35 μg m−3 level in a very short time period from few minutes to hours or days, depending on the precipitation characteristics.".
"Jadi disebutkan bahwa penyemprotan air secara geoengineering dapat menurunkan kadar polusi PM 2.5 secara efisien. Tetapi memang metodologi penelitian tahun 2014 ini tidaklah selengkap penelitian du jurnal "Toxic" (yang juga tahunnya lebih baru, 2021). Sehingga secara ilmiah kita jelas membandingkan keduanya," jelas Prof Tjandra.
Laporan penelitian lanjutan di Maret 2022 yang dipublikasi di Jurnal ilmiah "Proc. ACM Interact. Mob. Wearable Ubiquitous Technol." memberi perspektif yang berbeda pula. Peneliti ini menggunakan metode "iSpray (Intellegent Spraying)", suatu desain software baru tentang tehnik penyemprotan air yang lebih baik.
"Hasil penelitian mereka menyebutkan ", iSpray reduces the total sprayer switch-on time by 32%, equivalent to 1, 782 𝑚3 water and 18, 262 𝑘𝑊 ℎ electricity in our deployment, while decreasing the days of poor air quality at key spots by up to 16%," kata dia.
"Artinya, "iSpray" dengan intelegensia memberi cara penyemprotan yang lebih efisien dan memberi dampak baik pula pada penanganan polusi udara," sambung dokter spesialis paru itu.
Ia menambahkan, India pernah juga mencoba menyemprotkan air di polusi udara kota New Delhi, tetapi tidak memberikan hasil yang memadai. Dan dituliskan di "The Times of India" November 2020 bahwa "Delhi: Spraying water may not get you clean air".
Disebutkan bahwa mungkin penyemprotan air akan ada gunanya hanya pada daerah yang sedang banyak membangun gedung dan menimbikan debu. Yang kalau terbawa angin dapat menyebabkan large construction sites and locations with substantial dusty materials as dust can become airborne when winds pick up."
"Di pihak lain, di taman kota New Delhi seperti Nehru Park (tidak terlalu jauh dari kantor KBRI kita) pernah pula dicoba disemprotkan semacam uap/kabut air, melalui cerobong besar. Jadi air dari tangki lalu disalurkan ke mesin dan disemprotkan sudah dalam bentuk uap / kabut air, walau ini tentu juga belum ada kajian ilmiah yang tegas pula," urai Direktur Pascasarjana Unviersitas YARSI itu.
"Dengan beberapa penjelasan di atas maka memang harus betul-betul dianalisa secara ilmiah cara apa yang akan kita gunakan untuk mengatasi polusi udara yang masih terus buruk pada hari-hari ini," tutup Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar