May 13th 2023, 18:39, by Aliyya Bunga, kumparanNEWS
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan murka terhadap Barat. Dia mengkritik media internasional ternama yang baru-baru ini mempublikasikan artikel-artikel mengenai pemilu Turki yang mana putaran pertamanya akan mulai digelar esok hari, pada Minggu (14/5).
Dikutip dari Anadolu Agency, pemimpin berusia 69 tahun itu melontarkan kritik tajam usai majalah ternama yang berbasis di Inggris, The Economist, pada edisi bulan Mei menyasar dirinya dengan sampul bertuliskan 'Selamatkan demokrasi', 'Erdogan harus pergi', dan 'Gunakan hak pilih!'.
Tak hanya media Inggris saja, majalah Prancis Le Point dan L'Express juga menampilkan sampul bertemakan anti-Erdogan. Sementara pada awal bulan ini, majalah berita besar di Jerman, Spiegel, menerbitkan sebuah artikel yang menuliskan bahwa 'takhta' Erdogan 'sedang terguncang'.
Terkait publikasi-publikasi tersebut, Erdogan dalam sebuah acara kampanye di Kota Istanbul pada Jumat (12/5) mengecam Barat dan menilainya sebagai upaya eksternal untuk mempengaruhi opini publik di Turki.
"Apa yang dikatakan semua majalah di sampulnya? 'Erdogan harus pergi'. [Majalah-majalah yang terbit] di Jerman, Prancis dan Inggris mengatakan demikian. Apa artinya bagi Anda?" ujar Erdogan.
"Bagaimana Anda menaruh kata-kata ini di sampul majalah-majalah tersebut? Ini bukan urusan Anda, Barat! Ini urusan bangsa saya untuk memutuskannya," kecam dia.
Secara terpisah, pada Senin (8/5) pekan ini Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu dalam sebuah rapat umum di Kota Antalya juga melayangkan kritik terhadap sebuah artikel yang dirilis The Economist lantaran dianggap telah mengejek Erdogan.
"Biarkan mereka menulis apa yang mereka suka, mereka tidak akan dapat menentukan arah politik Turki dengan pena mereka. Rakyat Turki tidak akan memberikan kesempatan kepada mereka," tegas Cavusoglu, seperti dikutip dari Middle East Monitor.
Diplomat itu kemudian menyinggung soal partisipasi membanggakan Erdogan di ranah internasional selama dua dekade menjadi orang nomor satu di negara sekutu NATO itu.
"Mereka [Barat] ingin Presiden Erdogan meninggalkan kekuasaan karena Erdogan tidak mengizinkan pendirian negara teroris di Suriah utara; dia berkontribusi pada kemenangan yang dicapai di wilayah Karabakh Azerbaijan; dan dia menyatukan dunia Turki di bawah payung Organisation of Turkish States," jelas Cavusoglu.
Klaim Intervensi Rusia pada Pemilu Turki
Tantangan Erdogan dalam pencalonannya sebagai presiden pada pemilu kali ini tidak berhenti di situ.
Oposisi sekaligus pesaing utamanya dari Partai Rakyat Republik (Cumhuriyet Halk Partisi/CHP), Kemal Kilicdaroglu, juga menguji popularitas Erdogan.
Pada Kamis (11/5), Kilicdaroglu dalam cuitannya di Twitter menuding bahwa Rusia terlibat dalam pemilu dan menjadi dalang di balik konten yang diduga mendiskreditkan para kandidat capres yang berpartisipasi di pemilu besok.
"Teman-teman Rusia yang terhormat, Anda berada di balik kontroversi, konspirasi, konten palsu yang mendalam dan rekaman yang diekspos di negara ini kemarin," tulis Kilicdaroglu.
"Jika Anda ingin persahabatan kita berlanjut setelah 15 Mei, singkirkan tangan Anda dari negara Turki. Kami masih mendukung kerja sama dan persahabatan," kecam dia.
Menanggapi cuitan Kilicdaroglu soal klaim campur tangan Rusia itu, Erdogan menilai bahwa Kilicdaroglu mulai menghina Rusia. "[Kilicdaroglu mengatakan] Rusia memanipulasi pemilihan umum di Turki. Memalukan!" kritik Erdogan.
"Jika saya mengatakan 'Amerika memanipulasi pemilu di Turki, Jerman memanipulasi, Prancis memanipulasi, Inggris memanipulasi', apa yang akan Anda [Kilicdaroglu] katakan?" ujarnya.
Erdogan kemudian menyinggung bagaimana, dia telah mengenal dan berhubungan dengan negara Barat itu selama 20 tahun lalu melontarkan pertanyaan kepada Kilicdaroglu: "Berapa kali Anda bertemu dengan mereka? Bagaimana Anda mengenal mereka?" pungkasnya.
Secara terpisah, menanggapi kekisruhan itu pihak Rusia pun buka suara. Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, pada Jumat (12/5) mengatakan mustahil ada campur tangan Rusia dalam pemilu di Turki. "Mereka yang menyebarkan rumor semacam itu adalah pembohong," kecam Peskov.
"Rusia menghargai hubungan dengan Turki karena negara ini mengambil "posisi yang sangat bertanggung jawab, berdaulat, dan bijaksana," tutup dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar