Dec 31st 2022, 14:36, by K Wahyu Nugroho, kumparanNEWS
Prancis dan Inggris mengumumkan pada Jumat (30/12) terkait pemberlakukan tes COVID-19 pada pelancong dari China, menambah daftar negara yang mewajibkan tes COVID-19 pada pelancong dari China. Aturan ini akan berlaku di Inggris mulai 5 Januari 2023 mendatang.
Diberitakan AFP, Spanyol, Korea Selatan, dan Israel juga telah mengumumkan agar pelancong dari China bukti tes negatif COVID-19.
Italia, Jepang, India, Malaysia, Taiwan, dan Amerika Serikat telah lebih dulu mewajibkan tes COVID-19 dengan hasil negatif untuk semua pelancong dari China daratan, dalam upaya untuk menghindari impor varian virus baru.
Di saat sebagian negara Eropa mulai bersiap memberlakukan aturan ini, Swiss mengatakan akan tetap membuka perbatasannya untuk kedatangan dari China.
Sementara itu Badan Penyakit Menular Uni Eropa (ECDC) mengatakan, pada Kamis bahwa pembatasan dengan pemberlakukan tes COVID tidak perlu dilakukan untuk saat ini, karena tingginya tingkat kekebalan di Uni Eropa.
Selain Swiss, Jerman juga tak ada rencana membatasi kunjungan dari China, dengan mengatakan, saat ini tidak melihat kebutuhan untuk memaksakan tes rutin pada kedatangan dari China.
Terkait pemberlakukan tes pada pelancong China di Eropa memang masih pro dan kontra. Negara-negara yang tak memberlakukannya melihat kebijakan tersebut "belum diperlukan" karena situasi bisa berubah, mengingat data terkait situasi COVID-19 di China tidak dapat diperoleh secara transparan.
Polemik Data COVID-19 di China
Meskipun rumah sakit dan kamar mayat di China kewalahan dan keprihatinan pihak internasional atas rendahnya angka resmi infeksi dan kematian, China pada Jumat bersikeras telah menyampaikan data dan kondisi secara transparan.
"Sejak merebaknya epidemi, China telah berbagi informasi dan data yang relevan dengan komunitas internasional, termasuk WHO, secara terbuka dan transparan. Kami membagikan urutan virus corona baru pada kesempatan pertama, sehingga memberikan kontribusi penting untuk pengembangan vaksin (dan) obat yang relevan di negara lain," jelas jubir Kemlu China, Wang Wenbin.
WHO telah memanggil pejabat China untuk berbagi data spesifik dan real-time secara teratur tentang situasi epidemiologis.
"WHO menekankan pentingnya pemantauan dan publikasi data yang tepat waktu untuk membantu China dan komunitas global untuk menginformasikan respons yang efektif," jelas WHO dalam sebuah pernyataan.
Badan pengendalian penyakit nasional di China melaporkan ada sekitar 5.500 kasus lokal baru dan satu kematian pada Jumat, tetapi dengan berakhirnya pengujian massal dan penyempitan kriteria kematian akibat COVID, angka tersebut diyakini tidak lagi mencerminkan kenyataan.
China mengatakan bulan ini akan mengakhiri karantina wajib bagi orang-orang yang tiba di negara itu dan telah mengabaikan langkah-langkah ketat untuk menahan penularan virus.
Negara terpadat di dunia itu akan menurunkan tingkat penanganan COVID-19 mulai 8 Januari, memperlakukannya sebagai infeksi Kelas B daripada Kelas A yang lebih serius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar