Oct 13th 2024, 06:18, by Abdul Latif, kumparanBISNIS
Ibu kota negara diusulkan menganut konsep Twin Cities, IKN dan Jakarta bisa sekaligus menjadi ibu kota. Berita ini menjadi berita yang populer di kumparanBISNIS pada Sabtu (12/10).
Berita lainnya yang ramai dibaca publik yaitu pemerintah akan mengimplementasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen per 1 Januari 2025. Berikut rangkuman berita populer kumparanBISNIS.
IKN-Jakarta Bisa Jadi Ibu Kota Negara
Konsep Twin Cities ini disampaikan oleh Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) kepada Utusan Khusus Presiden untuk Kerja Sama Internasional Pembangunan IKN, Bambang Susantono.
Menurut mantan Kepala Otorita IKN itu, ASPI telah melakukan sejumlah tahap kajian mendalam mengenai skenario pemindahan ibu kota. Mereka mengusulkan 4 skenario pembangunan IKN.
"Semuanya bertujuan agar proses pembangunan IKN dapat diarahkan kembali agar "on the track" sesuai dengan visi dan misi awalnya," tulis Bambang dalam instagram pribadinya, Sabtu (12/10).
Melalui konsep Twin Cities, ASPI mengusulkan agar Jakarta dan IKN dapat berbagi fungsi dalam jangka pendek ini. Sesuai dengan skenario yang nantinya dipilih, salah satu kota dapat berperan sebagai ibu kota secara legal (de jure), sedangkan kota lainnya menjalankan kegiatan administrasi pemerintahan nasional (de facto), dan masing-masing kota didesain untuk melaksanakan fungsi utama tertentu.
ASPI berharap pendekatan strategis ini dapat membantu mengelola tahap transisi saat ini dengan lebih efektif, dengan memanfaatkan kekuatan masing-masing kota.
Menurut Bambang, sebagai organisasi akademik beranggotakan 100 program perencanaan wilayah dan kota di 74 universitas dari Sabang sampai Merauke, ASPI punya kualifikasi dan kemampuan untuk urun rembug secara aktif dalam pembangunan ibu kota.
"Insyaallah pesan ini akan saya sampaikan pada pemerintah saat ini dan yang mendatang, sebagai wujud kerja sama untuk melahirkan sebuah ibu kota berkelanjutan bagi rakyat," sambung Bambang.
PPN 12 Persen Berlaku Januari 2025
Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) memastikan pemerintah akan mengimplementasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen per 1 Januari 2025. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Mengenai waktu implementasinya, kami berpedoman pada amanat UU HPP, yaitu paling lambat 1 Januari 2025," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, kepada kumparan, Sabtu (12/10).
Kenaikan PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Dalam aturan tersebut, tarif PPN bisa naik dari semula 11 persen menjadi 12 persen sebelum 1 Januari tahun 2025.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, sejumlah barang dan jasa dikecualikan dari pengenaan PPN. Untuk daftar barang yang tidak dikenakan PPN di antaranya makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, dan warung. Hal ini karena barang tersebut merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD).
"Meliputi makanan dan minuman baik yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering, yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah," tulis Pasal 4A ayat 2 butir c.
Selanjutnya, barang yang dikecualikan dari PPN yakni uang dan emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, serta surat berharga.
Selain itu, sejumlah jasa juga tetap dikecualikan dari PPN, seperti jasa keagamaan. Jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa katering, hingga jasa penyediaan tempat parkir juga masih tetap bebas PPN, karena merupakan objek PDRD yang ketentuannya diatur pemerintah daerah.
"Jasa boga atau katering, meliputi semua kegiatan pelayanan penyediaan makanan dan minuman yang merupakan objek pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah," tulis Pasal 4A ayat (3) butir q.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar