Mendagri Tito Karnavian menyinggung berbagai kendala dalam pembangunan rumah ibadah di Indonesia. Padahal, Tito mengatakan sudah ada aturan terkait pendirian rumah ibadah.
"Persoalannya adalah yang dijamin negara untuk memeluk agama dan menjalankannya. Teknis menjalankannya ini yang kadang menjadi masalah sehingga akhirnya keluar lah di antaranya peraturan bersama menteri namanya PB nomor 8 dan 9 tahun 2006," kata Tito saat meresmikan GKI Bogor Barat atau Yasmin, Minggu (9/4).
Menko Polhukam Mahfud MD dan Wali Kota Bogor Bima Arya turut hadir dalam acara itu.
"Keluarlah di antaranya ada judulnya yang bagus tentang kerukunan hidup beragama. Termasuk pembentukan FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) di atur di sana. Tapi khusus Pasal 14, dijelaskan mengenai pendirian tempat ibadah disarankan 4 hal," ucap Tito.
Berikut 4 hal yang dimaksud:
Minimal ada 90 jemaah
Harus ada dukungan 60 warga sekitar
Harus ada rekomendasi dinas agama di lingkungan masing"
Harus ada rekomendasi FKUB
"Dalam praktiknya, ini banyak masalah," ucap Tito.
Eks Kapolri itu kemudian mengungkap kendala dari empat hal itu. Pertama terkait syarat 90 orang jemaah untuk mendirikan tempat ibadah.
"Ketika yang lakukan ibadah kurang, mulai timbul protes, terutama kalau ibadah di rumah. Sabtu, Minggu di rumah atau ruko yang jumlahnya 90 orang," ucap Tito.
"Padahal itu dibilang bukan tempat ibadah, ini muncul pro kontra yang bilang itu rumah ibadah kurang dari 90 orang, dibubarkan, protes macam-macam," lanjut dia.
Sementara masalah kedua, soal dukungan dari 60 warga sekitar, Tito mengatakan bisa saja warga sekitar mendukung pembangunan rumah ibadah. Namun ada kelompok tertentu yang mempengaruhi warga.
"Warganya mungkin mendukung tapi ada kelompok-kelompok tertentu dari pihak lain yang mempengaruhi masyarakat supaya tidak sampai 60 dukungan," ucap Tito.
Ketiga, terkait rekomendasi Dinas Agama setempat, Tito mengatakan masalah ini tergantung political will dari kepala daerah.
"Kemudian Dinas Agama ini akan mempengaruhi dalam izin mengeluarkan IMB. Dinas Agama ini tergantung political will dari kepala daerah," kata Tito.
Terkahir keempat, rekomendasi dari FKUB, Tito mengatakan berdasarkan pengalamannya, ada FKUB tidak berjalan dengan semestinya. Banyak FKUB terlambat bergerak sehingga konflik yang terjadi sudah parah.
"Jadi pengalaman kami waktu jadi Kapolri, beberapa kali kami tangani konflik biasanya FKUB ada program, pertemuan, bulanan membahas tiap masalah potensi konflik keagamaan, potensi di mana supaya tidak pecah," kata Tito.
"Itu kalau mereka rajin melakukan pertemuan, biasanya selesai tapi kalau jarang ketemu, begitu pecah (konflik) baru dikumpulkan," tutur Tito.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar