Sejauh ini hak-hak adat kesultanan di Maluku Utara (Malut) masih terabaikan. Terutama menyangkut alam dan masyarakat di wilayah lingkar tambang.
Wacana ini terungkap pada pertemuan sejumlah akademisi yang tergabung dalam Lembaga Penelitian Pembangunan Daerah (LP2D) Malut, di Kedaton Kesultanan Ternate beberapa waktu lalu.
Tapi sejatinya, tuntutan atas hak-hak adat kesultanan merupakan diskursus yang sudah lama diperjuangkan oleh sultan-sultan terdahulu, sampai di era sultan saat ini.
Presidium Keluarga Malamo Ternate (Karamat), Sukarno M. Adam, mengatakan untuk menguatkan tuntutan itu, perlu dibentuk sebuah forum resmi yang disepakati 4 kesultanan di Malut.
Forum ini harus membangun sinergisitas bersama pemerintah, akademisi dari seluruh kampus di Malut, serta stakeholder.
"Tujuannya untuk memformulasikan tuntutan secara jernih dan detail sesuai keinginan masyarakat Malut," kata Sukarno, Minggu (5/2).
Forum tersebut, kata Sukarno, menjadi dasar pijakan dalam menawarkan pertimbangan, masukkan, serta data yang valid sesuai regulasi.
"Karena ini juga berkaitan dengan eksistensi 4 kesultanan dan peran pemerintah daerah," ujar Sukarno yang juga sebagai akademisi.
Nantinya, sultan sebagai pemimpin adat dan pemerintah daerah sebagai penyelenggara saling berembuk, menyampaikan lewat jalur resmi kepada kementerian terkait hingga Presiden.
Alfarabi Hanafi, Presidium Karamat lainnya, menambahkan hak masyarakat adat dijamin oleh UUD 1945 pasal 18 B ayat 2 yang diperkuat dengan pasal 281 ayat 3.
Selain itu, terdapat beberapa UU sektoral yang menjamin hak-hak masyarakat adat, di antaranya UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Kemudian UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Lalu UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, dan UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.
Menurut Alfarabi, ini harus menjadi gagasan bersama. Karena kegiatan investasi di wilayah pertambangan belum memberikan kontribusi bagi masyarakat adat secara maksimal.
Bahkan, selama ini pihak kesultanan pun tidak pernah dilibatkan. "Padahal, wilayah eksplorasi adalah bagian dari hak ulayat masyarakat adat," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar