Suasana trotoar untuk pejalan kaki di depan Pasar Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (21/12/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Trotoar di depan Pasar Bendungan Hilir tak lagi sekadar jalur pejalan kaki biasa. Ia berubah menjadi lorong sempit penuh rintangan, tempat langkah harus dipilih dengan hati-hati, kepala sedikit menunduk, dan sesekali nyali diuji untuk turun ke badan jalan.
Dari arah Teras Benhil menuju Jalan Jenderal Sudirman, jalur yang semestinya memberi ruang aman justru dipenuhi hambatan. Dari arah Jalan Jenderal Sudirman, trotoar ini memungkinkan dua pejalan kaki berpapasan. Namun semakin dilalui, lebar trotoar pun menyusut, hanya cukup dilalui satu orang.
Ruang di trotoar itu tak benar-benar bebas. Sekitar lima tiang berdiri di sepanjang jalur, dua di antaranya tepat berada di tengah trotoar. Tiang lain berada di sisi, namun tetap memakan ruang langkah. Di salah satu tiang, sebuah banner panjang terpasang, hampir menutup sepenuhnya jalur.
Suasana trotoar untuk pejalan kaki di depan Pasar Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (21/12/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Belum cukup dengan tiang, deretan cone parkir, kayu-kayu, dan tali rafia ikut memotong alur jalan. Pejalan kaki harus melangkahi tali, menghindari kayu, atau berhenti sejenak untuk memastikan langkah berikutnya aman.
Tak sedikit yang akhirnya memilih turun dari trotoar dan berjalan di jalur kendaraan, berbagi ruang dengan kendaraan yang lalu-lalang. Kondisi ini makin pelik karena sisi trotoar juga kerap digunakan sebagai area parkir mobil, mempersempit ruang gerak pejalan kaki.
Suasana trotoar untuk pejalan kaki di depan Pasar Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (21/12/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Di atas kepala, kabel-kabel tampak semrawut dan menjuntai. Beberapa di antaranya menggantung rendah, jaraknya tak jauh dari kepala orang dewasa. Di bawah kaki, paving blok trotoar tak sepenuhnya ramah. Permukaannya tak rata, banyak yang bolong dan terlepas, memaksa pejalan kaki perlu menunduk memperhatikan pijakan.
Moko (30), salah satu pejalan kaki yang melintas, merasakan langsung kondisi tersebut. Usai berlari dari kawasan Benhil hingga Kebon Sirih, ia kembali menyusuri trotoar itu, jalur yang juga kerap ia gunakan sepulang kerja.
"Ya ini kan mana udah sempit ya di atas, terus ada tiang, ada dibatasin ini. Jadi aksesnya udah cuma buat satu orang aja, udah dibatasin ini, nyusahin pejalan kaki sih. Jadi mana yang di bawahnya buat parkiran mobil, mau ke yang seberang jalan juga takut keserempet gitu sih. Jadi minusnya di Benhil ini meskipun dekat Sudirman, tapi akses ke Benhilnya masih kurang diperhatiin sih pejalan kaki," ujarnya saat ditemui kumparan di kawasan Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (21/12).
Bagi Moko, kondisi itu bukan hal baru. "Sering sih, kalau yang dikasih kayu-kayu ini udah lama sih," katanya saat ditanya apakah hambatan tersebut baru muncul atau sudah berlangsung lama.
Ia juga menegaskan keberadaan tiang di tengah trotoar itu juga bukan sesuatu yang baru. "Iya, ini udah dari lama," tuturnya.
Moko (30), pejalan kaki yang melewati trotoar di depan Pasar Benhil, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (21/12/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Sebagai pengguna rutin jalur tersebut, Moko menyimpan harapan yang sederhana.
"Ya mungkin untuk dinas terkait atau yang berwenang, mungkin bisa perhatiin lagi untuk hak pejalan kaki di Benhil ini. Karena ini dekat sekali untuk tempat perkantoran, jadi banyak pengguna pejalan kaki," ujar Moko.
"Apalagi untuk orang-orang kantoran mau akses ke transportasi utama di Benhil, MRT maupun halte itu pasti lewat sini semua. Jadi kalau pejalan kaki mau pas hari rush hour itu, jam kerja, itu di sini sangat merepotkan sekali karena ada halangan seperti ini," lanjutnya.
Ia menambahkan, hambatan di trotoar itu tak hanya muncul saat hari libur, namun juga saat hari kerja.
Bahkan, menurutnya, area tersebut kerap digunakan sebagai parkiran mobil sepanjang hari. Kondisi ini membuat pejalan kaki berada dalam dilema.
"Dipakai parkiran mobil sampai depan sana," ungkap Moko.
"Iya kadang juga bingung, mau ke atas sempit gini, mau di bawah takut keserempet juga," keluhnya.
Jean (19), pejalan kaki yang melewati trotoar di depan Pasar Benhil, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Minggu (21/12/2025). Foto: Nasywa Athifah/kumparan
Keluhan serupa disampaikan Jean (19), pejalan kaki yang kerap melintas di kawasan itu saat akhir pekan. Ia tinggal tak jauh dari Benhil dan sering berjalan kaki untuk menikmati suasana sekitar. Namun jalur trotoar justru membuatnya harus ekstra waspada.
"Banyak gangguannya sih, karena kayak kalau dari sana kan jalannya kecil, terus kehalang mobil juga kalau misalkan turun ke bawah. Habis itu harus lewatin, lompatin tali juga karena ada penghalangnya gitu. Terus jalannya juga kurang rapi, banyak bolong-bolongnya, terus tiang juga ngehalangin," jelas Jean.
Menurut Jean, kondisi tersebut sudah berlangsung lama dan cenderung memburuk. Ia juga menyoroti kabel-kabel yang semakin banyak dan menggantung rendah.
"Emang selalu kayak gini. Udah lama, apalagi sekarang tuh kabelnya kayak makin banyak juga jadi makin ngegantung ke bawah gitulah," katanya.
Tak hanya itu, kondisi paving juga menambah rasa tak nyaman bagi Jean. "Terus banyak kayak jalan yang lepas gitu loh batunya," tutur Jean.
Sebagai pejalan kaki, harapan Jean juga sederhana, yakni hanya membutuhkan ruang yang aman dan layak.
"Ya kalau bisa tuh tiangnya sih dipindahin atau diubahlah. Setidaknya kabelnya juga mengganggu soalnya, kasihan buat pejalan kaki yang bawa-bawa barang habis dari pasar gitu," tandasnya.
Di tengah hiruk-pikuk kawasan strategis yang dekat dengan perkantoran dan transportasi utama, trotoar Benhil seharusnya menjadi jalur aman bagi mereka yang berjalan kaki.
Namun deretan tiang, kabel menjuntai, parkir liar, dan permukaan jalan yang tak rata membuat hak dasar itu kerap terabaikan, menjadikan setiap langkah bukan sekadar perjalanan, melainkan usaha menghindari rintangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar