Seorang warga memegang uang rupiah baru yang ditukarkan melalui layanan mobil kas keliling Bank Indonesia (BI) di halaman Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Semarang, Jawa Tengah, Jumat (7/3/2025). Foto: Aprillio Akbar/ANTARA FOTO
Nilai tukar rupiah ditutup moncer pada pekan ini. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah menguat 20 poin menjadi Rp 16.716 per dolar AS pada Jumat (21/11) dibanding penutupan sesi I sebelumnya di level Rp 16.736.
Ibrahim menyebut penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS didukung oleh beberapa pendorong eksternal maupun internal. Dari sisi global, hal ini disebabkan progres perdamaian Rusia dan Ukraina.
"Zelensky siap bekerja sama dengan AS dalam rencana perdamaian Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan ia telah menerima rencana perdamaian 28 poin yang disusun bersama oleh AS dan Rusia yang menandakan kesediaannya untuk segera mengerjakannya," katanya dalam sebuah analisis, dikutip Sabtu (22/11).
Pemerintah Ukraina, kata dia, akan diminta menyerahkan seluruh wilayah Donbas dan secara signifikan mengurangi kekuatan militernya, menurut laporan Reuters.
Sementara itu, sanksi AS terhadap perusahaan minyak besar Rusia Rosneft dan Lukoil secara resmi mulai berlaku Jumat malam setelah periode pengurangan produksi. Sanksi yang diumumkan awal tahun ini sudah terasa dampaknya karena pembeli utama di India dan China telah menarik diri dari pembelian kargo.
Pengamat mata uang dan komoditas tersebut melanjutkan, pendorong lainnya adalah bank sentral AS The Fed diprediksi tidak menurunkan suku bunga acuan pada Desember karena data laporan ketenagakerjaan AS.
Data tersebut menunjukkan penambahan tak terduga sebesar 119.000 lapangan kerja untuk bulan September, tetapi tingkat pengangguran naik menjadi 4,4 persen dan bulan-bulan sebelumnya direvisi turun.
Hal ini ditambah dengan komentar hawkish dari Presiden Fed Cleveland, Beth Hammack, yang mengatakan bahwa pelonggaran kebijakan moneter saat ini dapat mendorong risiko finansial, serta Gubernur The Fed Michael Barr yang mengatakan bahwa ia khawatir inflasi masih di angka 3 persen.
Sementara dari sisi internal, Ibrahim menjelaskan penguatan rupiah didukung laporan Bank Indonesia (BI) bahwa transaksi berjalan Indonesia surplus sebesar USD 4,0 miliar atau 1,1 persen dari PDB pada kuartal III 2025.
Pekerja berjalan di kawasan Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (3/9/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
"Ini adalah surplus pertama sejak 10 kuartal terakhir. Posisi transaksi berjalan ini berbalik dibandingkan dengan defisit USD 2,7 miliar atau 0,8 persen dari PDB pada kuartal II tahun ini," jelas Ibrahim.
Ibrahim melanjutkan, surplus ini ditopang oleh neraca perdagangan Indonesia yang meningkat, terutama oleh kenaikan surplus neraca perdagangan nonmigas. Namun, defisit neraca jasa menurun seiring kenaikan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Selain itu, neraca pendapatan primer mencatat defisit yang lebih rendah disebabkan penurunan pembayaran imbal hasil investasi asing seiring telah berlakunya periode pembayaran dividen dan bunga/kupon.
"Namun, BI mencatat defisit neraca perdagangan migas meningkat sejalan dengan kenaikan harga minyak global. Lebih lanjut, kinerja transaksi modal dan finansial tetap terkendali di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi," tambah Ibrahim.
Di sisi lain, lanjut dia, investasi portofolio mencatat defisit terutama didorong aliran keluar modal asing dalam bentuk surat utang. Selain itu, investasi lainnya juga mencatat defisit dipengaruhi kenaikan pembayaran pinjaman sektor swasta.
"Dengan perkembangan tersebut, transaksi modal dan finansial pada triwulan III 2025 mencatat defisit sebesar USD 8,1 miliar," tutup Ibrahim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar