Mar 11th 2025, 13:14, by Muhammad Darisman, kumparanBISNIS
Ilustrasi PHK. Foto: Shutterstock
Center of Economic and Law Studies (Celios) menyebut pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di industri padat karya dan manufaktur terjadi karena belum berjalannya ekonomi restoratif di desa.
Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar menilai, ekonomi restoratif dan ekonomi desa perlu diterapkan khususnya untuk sektor pertanian.
"Kenapa ada banyak pengangguran dan PHK sekarang ini? Salah satunya juga karena kegagalan kita dalam mengembangkan ekonomi restoratif dan ekonomi desa khususnya pertanian," jelas Askar kepada wartawan di kantor Celios, Jakarta, Selasa (11/3).
Ekonomi restoratif merupakan konsep ekonomi yang diusulkan oleh Celios untuk memulihkan ekosistem dan lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Askar, idealnya pemerintah mesti memajukan lebih dulu sektor pertanian di RI, baru terjun ke industrialisasi. Masalahnya, saat ini sektor pertanian belum maju dan pada saat bersamaan masyarakat dipaksa pindah ke kota untuk mencari pekerjaan.
"Jadi proses industrialisasi dari pertanian menuju industri tidak terjadi, ini yang menyebabkan banyak sekali PHK dan surplus tenaga kerja terus terjadi," lanjut dia.
Askar berpandangan, jika ingin memulai industrialisasi di sektor lain, maka kuatkan lebih dulu sektor pertaniannya. Hasilnya, pendapatan pekerja meningkat.
"Karena kalau semua terserap pasti gaji pasti naik karena tenaga kerja langka, nah ini yang nggak terjadi di Indonesia," ucap Askar.
Sebelumnya, pada akhir Februari 2025 kabar PHK massal pada sejumlah perusahaan menyeruak. Mulai dari rencana penutupan pabrik elektronik PT Sanken Indonesia (Juni 2025) dan pabrik alat musik PT Yamaha Music (Desember 2025).
Kementerian Perindustrian menyatakan, PT Sanken tutup lantaran permintaan perusahaan induknya di Jepang untuk fokus pada produksi semikonduktor. Sementara PT Yamaha Music disebut mengalami penurunan produksi piano sehingga akan merelokasi pabriknya ke negara asalnya di Jepang.
Ada pula penutupan PT Sri Rejeki Isman (PT Sritex). Kolapsnya raksasa pabrik tekstil ini dimulai dari pengumuman pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 10.660-an karyawannya pada 26 Februari lalu.
"Tanggal 26 Februari kami di-PHK oleh kurator, kemudian diberi waktu dua hari untuk mengemas barang pribadi karena posisi masih kerja. Bayangkan, orang lagi kerja lembur, tapi diputus PHK," kata Slamet Kaswanto, Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group, di hadapan anggota Komisi IX DPR, Selasa (4/3).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar