Mar 7th 2025, 11:58, by Rini Friastuti, kumparanNEWS
Muhammad Haniv usai diperiksa KPK. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, dalam kasus dugaan gratifikasi Rp 21,5 miliar.
Haniv merupakan tersangka yang dijerat KPK sejak 12 Februari 2025. Ia ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi karena diduga menerima pemberian uang terkait dengan jabatannya.
"Hari ini, KPK menjadwalkan pemeriksaan terkait dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan," kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Jumat (7/3).
Pemeriksaan Haniv dijadwalkan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Belum ada tanggapan atau komentar dari Haniv terkait pemanggilan tersebut.
Tessa belum merinci lebih lanjut terkait pemeriksaan Haniv, termasuk keterangan yang ingin digali oleh penyidik.
Sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti, menyebut bahwa Haniv tidak aktif bekerja di DJP sejak 18 Januari 2019.
Selepas itu, Haniv kemudian menjadi Widyaiswara Pajak dan resmi tidak aktif sebagai PNS sejak September 2022.
Dwi menyebut bahwa penetapan tersangka KPK terhadap Haniv merupakan pengembangan dari kasus yang menjerat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3 Yul Dirga pada 2020 lalu.
Ia menekankan bahwa DJP menghormati proses hukum yang tengah dilakukan oleh lembaga antirasuah.
Kakanwil Pajak DKI Muhammad Haniv di Gedung KPK Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Adapun perbuatan Haniv hingga berujung ditetapkan sebagai tersangka berawal saat 'membantu' mencari sponsor sebagai keperluan fashion show anaknya bernama Feby Paramita.
Feby disebut memiliki usaha fashion brand untuk pakaian pria bernama FH Pour Homme by Feby Haniv yang berlokasi di Victoria Residence, Karawaci.
Untuk 'membantu' bisnis dan usaha sang anak, Haniv justru tersandung kasus di lembaga antirasuah. Ia disebut menerima uang yang diduga sebagai gratifikasi lewat sponsorship fashion show tersebut sebesar Rp 804 juta.
Modus yang dilakukan Haniv yakni dengan mengirimkan surat elektronik atau e-mail kepada Yul Dirga selaku Kepala Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing 3 pada 5 Desember 2016.
Lewat e-mail itu, Haniv menyelipkan permintaan untuk dicarikan sponsorship fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv yang akan dilaksanakan tanggal 13 Desember 2016.
Dalam e-mail tersebut, juga terlampir permintaan uang sejumlah Rp 150 juta beserta nomor rekening sang anaknya. Setelah pengiriman e-mail itu, uang kemudian terus mengalir ke rekening Feby.
Sumber penerimaan uang yang diduga gratifikasi tersebut beragam. Pertama, uang yang diidentifikasi dari wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus maupun dari pegawai KPP Penanaman Modal Asing 3, diterima sebesar Rp 300 juta.
Kedua, uang diterima di rekening sang anak, yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang menjadi wajib pajak dari Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus. Kali ini, uang yang masuk adalah sebesar Rp 387 juta.
Terakhir, uang yang berasal dari perusahaan ataupun perorangan yang bukan wajib pajak Kantor Wilayah Pajak Jakarta Khusus, diterima sebesar Rp 417 juta.
Dengan penerimaan tersebut, total uang diduga gratifikasi yang diterima sebagai sponsor fashion show sang anak adalah Rp 804 juta.
"Bahwa seluruh penerimaan gratifikasi berupa sponsorship pelaksanaan fashion show FH Pour Homme by Feby Haniv adalah sebesar Rp804.000.000 (Rp 804 juta)," ucap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (25/2) lalu.
Akan tetapi, lanjut Asep, perusahaan-perusahaan yang memberikan uang sponsorship itu menyatakan tak mendapatkan keuntungan atas pemberian uang untuk kegiatan fashion show tersebut atau tidak mendapat eksposur maupun keuntungan lainnya.
Penerimaan Gratifikasi Lainnya
Kakanwil Pajak DKI Muhammad Haniv diperiksa KPK Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Selain uang gratifikasi yang diterima lewat sang anak, KPK menyebut bahwa pada periode 2014–2022, Muhamad Haniv diduga beberapa kali menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dolar Amerika dari beberapa pihak terkait.
Uang tersebut diterima melalui orang bernama Budi Satria Atmadi. Selanjutnya, Budi kemudian melakukan penempatan deposito pada BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah yang sudah diketahui sebesar Rp10.347.010.000 (Rp 10,3 miliar).
Pada akhirnya, ia melakukan pencairan seluruh deposito ke rekening Haniv sejumlah Rp14.088.834.634 (Rp 14,08 miliar).
Tak sampai di situ, pada tahun 2013–2018, Haniv kemudian melakukan transaksi keuangan pada rekening-rekening miliknya melalui Perusahaan Valuta Asing dan pihak-pihak yang bekerja pada Perusahaan Valuta Asing secara keseluruhan sejumlah Rp6.665.006.000 (Rp 6,6 miliar).
"Bahwa Muhammad Haniv telah diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show Rp804.000.000, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR Rp14.088.834.634 sehingga total penerimaan sekurang-kurangnya Rp21.560.840.634 (Rp 21,5 miliar)," pungkas Asep.
Atas perbuatannya, lembaga antirasuah kemudian menetapkan Haniv sebagai tersangka gratifikasi karena diduga menerima pemberian uang yang dianggap sebagai suap dan berlawanan dengan jabatannya.
Akibat perbuatannya, Haniv disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Haniv maupun anaknya belum berkomentar mengenai sangkaan KPK tersebut. Saat ini, Haniv belum ditahan penyidik KPK meski sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar