Search This Blog

Tebak Sasaran Subsidi Tiket KRL Berbasis NIK

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Tebak Sasaran Subsidi Tiket KRL Berbasis NIK
Sep 1st 2024, 09:05, by Rama Permana, Rama Permana

Ilustrasi KRL. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Ilustrasi KRL. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan

Kegelisahan tidak henti-hentinya menghantam pengguna Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek. Setelah berdesakan akibat perubahan rute dan kepadatan di stasiun Manggarai, pejuang rupiah di Jakarta juga sempat terancam dampak turunnya daya angkut karena masalah impor KRL. Kini, para komuter kembali mencemaskan rencana subsidi tiket KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK).

Sebagai kewajiban layanan publik atau Public Service Obligation (PSO), pemerintah menginginkan subsidi agar lebih tepat sasaran. Dengan berlandaskan NIK, maka subsidi akan menyasar kelas bawah sebagai penerima yang dianggap lebih berhak. Di sisi lain, sebagian komuter menganggap tarif berdasarkan kemampuan ekonomi bertentangan dengan prinsip layanan publik yang inklusif.

Subsidi skema baru ini malah berpotensi meningkatkan kemacetan. Meskipun masih akan dibahas Kementerian Perhubungan, sebagian komuter yang merupakan kelas menengah berspekulasi tentang membengkaknya ongkos KRL. Dampaknya, komuter bisa beralih meninggalkan KRL dan kembali menggunakan kendaraan pribadinya.

Subsidi Transportasi Publik

Jabodetabek justru perlu terus memperbaiki transportasinya agar setara dengan kota-kota maju lain di dunia. Hampir semua layanan transportasi publik masih mengandalkan subsidi pemerintah. Misalnya, dilansir dari laporan keuangan terakhirnya, Île-de-France Mobilités Paris menerima 14% dari pendapatannya berupa subsidi pemerintah, Transport for London sebesar 38%, dan disusul Transmilenio Bogota sebanyak 40%.

Layanan trem dan penyewaan sepeda yang terintegrasi di Dijon, Prancis.
Layanan trem dan penyewaan sepeda yang terintegrasi di Dijon, Prancis.

Membedakan tarif sesuai kemampuan ekonomi terbukti kurang efektif. Kota Bogota pernah menerapkan subsidi untuk kelas bawah tahun 2017. Hasilnya, subsidi tiket KRL berbasis NIK hanya meningkatkan jumlah komuter kelas bawah dalam jangka pendek. Namun, efektivitas subsidinya menurun dalam jangka panjang, yakni tidak ada perbedaan signifikan antar kelompok ekonomi (Guzman dan Hessel, 2022).

Rencana kebijakan ini juga datang pada memontum yang tidak tepat. Subsidi tiket KRL berbasis NIK akan mendiskriminasi kelas menengah Indonesia yang jumlahnya baru saja merosot. Sementara itu, masyarakat kelas atas masih sulit beralih menggunakan transportasi publik karena banyaknya insentif kendaraan pribadi.

KRL datang di Stasiun Tebet
KRL datang di Stasiun Tebet

Alternatif tiket KRL berbasis NIK

Alih-alih menyesuaikan subsidi berdasarkan NIK, pemerintah mempunyai berbagai instrumen yang bisa lebih efektif mengurangi kemacetan. Transportasi publik biasanya mengotak-atik tarif berdasarkan usia penumpang dan frekuensi penggunaan. Misalnya, diskon tarif di Inggris hanya berlaku untuk tiket langganan, pelajar, dan lansia. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, pemerintah wajib memberikan tarif yang terjangkau.

Instrumen potensial lainnya adalah mengurangi insentif kendaraan pribadi. Subsidi tepat sasaran seharusnya diterapkan untuk bahan bakar minyak (BBM), membidik kendaraan untuk kegiatan usaha atau produksi, logistik, dan komersil sebagai penerimanya. Selain itu, rasio uang muka kredit dan pembiayaan kendaraan bermotor pribadi dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/2/PBI/2021 harus kembali dinaikkan, bukan nol persen.

Kemudian, pajak Kendaraan Bermotor Listrik Bertenaga Baterai (KBLBB) sebaiknya tidak perlu diberikan keringanan. Toh, kepemilikan kendaraan listrik pribadi tidak akan mengurangi kemacetan di jalan dan menghilangkan polusi energi di sisi hulu (pembangkit) yang masih didominasi batubara. Insentif ini kontradiktif karena dinikmati oleh kelas menengah atas dan kelas atas saja tanpa efek limpahan (spillover effect) yang jelas.

Komuter Bodebek juga tidak bisa dipaksa bekerja di Bodebek saja, sebab mereka saling membutuhkan dengan perkantoran di Jakarta. Sehingga, pemerintah harus mengembalikan transportasi publik –termasuk KRL– kepada fungsi dasarnya, sebagai tempat yang inklusif bagi semua tanpa segregasi ekonomi. Seperti kutipan populer dari mantan wali kota Bogota, Enrique Peñalosa, berikut ini.

'Kota maju bukan tempat di mana orang miskin memiliki mobil, melainkan tempat di mana orang kaya menggunakan transportasi publik.'

Kita berharap pemerintah mempertimbangkan ulang komponen subsidi agar lebih tepat sasaran, bukan sekadar tebak sasaran. Dengan demikian, PSO yang bersumber dari uang pajak menjadi tepat manfaat untuk layanan publik dengan inklusif. Semoga kelas menengah sebagai pengungkit ekonomi negeri juga bisa keluar dari berbagai himpitan yang datang terus silih berganti.

Media files:
vcttkd9q0amnxwsrmkip.jpg (image/jpeg)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts