"Waktu itu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya, waktulah yang memotongmu" (Ali bin Abi Thalib).
Jika dalam cara pandang Barat waktu itu adalah uang (time is money). Justru dalam Islam waktu itu adalah hidup. Kehidupan manusia hanya bingkaian waktu. Setiap rentang waktu berlalu dari seseorang berlalu pula hidupnya.
Begitu pentingnya waktu sehingga Allah beberapa kali dan dalam ragam format bersumpah dengan memakai waktu. "Demi masa (wal'ashri), demi Dhuha, demi malam" hanya sebagian dari sumpah-sumpah Allah yang tertuliskan dalam Al Quran.
Jika berbicara tentang pertanggung jawaban ukhrawi sesungguhnya waktulah yang kemudian menjadi rujukannya. Karena setiap detik, menit, jam, hari dan setiap jenjang waktu itu akan dipertanggungjawabkan penggunaannya. Positifkah atau negatifkah? Manfaatkah atau sebaliknya justru waktu telah dipergunakan untuk hal-hal yang sia-sia bahkan mudhorat.
Waktu untuk setiap orang sama. Semua manusia diberikan 24 jam sehari semalam, 7 hari sepekan. Namun nilai dari waktu yang dikaruniakan bukan pada berapa lamanya. Justru nilainya ada pada bagaimana penggunaannya. Orang lain biasa menyebutnya dengan "quality time".
Pada aspek urgensi waktu dan upaya memaksimalkan waktu yang Allah karuniakan Ramadhan hadir menjadi keberkahan tersendiri. Di bulan Ramadhan ini tidak satu jenjang waktu sekecil apa pun, kecuali penuh dengan keberkahan (keutamaan dan kebaikan).
Sejak seorang Mukmin bangkit menjelang subuh Allah telah nilai dengan penilaian ibadah. Seorang Ibu yang memasak dan mempersiapkan santapan sahur memiliki nilai keberkahannya. Hingga setiap orang yang makan sahur dengan niat berpuasa diberikan keberkahan yang sangat tinggi. Bahkan sahur memiliki keberkahan tersendiri sebagaimana dijanjikan Rasulullah SAW.
Suasana Ramadhan juga tentunya memiliki suasana ubudiyah yang khusus. Karenanya seseorang yang bangun untuk sahur tidak melewatkan begitu saja. salat sunnah menjelang fajar menjadi salah satu keberkahan Ramadhan yang dahsyat.
Maksimalisasi waktu terus terjadi dari salat fajar, zikir subuh, bahkan ketika seorang "shooim" (orang berpuasa) berangkat ke tempat kegiatan (kerjaan) masing-masing. Semuanya membawa keberkahan yang dilipat gandakan. Salat-Salat sunah, termasuk dhuha, hajat, maupun zikir-zikir harian dilipat gandakan dalam pahala. Belum lagi karena Ramadhan adalah bulan Al Quran, pastinya seorang Mukmin akan maksimal dalam menggunakan waktunya untuk mengaji dan mengkaji Al Quran.
Bahkan segala kegiatan harian yang dilakukan oleh orang berpuasa jika saja sesuai dengan ajaran agamanya memiliki nilai ibadah di sisi Allah SWT. Sehingga pastinya semangat dan motivasi untuk bekerja bukan menurun. Justru sebaliknya akan semakin meninggi demi meraih pahala yang dijanjikan.
Hingga menjelang buka puasa, di momen terafdhol untuk berdoa, seorang hamba akan merendahkan diri dan jiwanya kepada Pencipta langit dan bumi, menyampaikan segala uneg-uneg dan hajatnya.
Harinya diakhiri dengan berbuka puasa yang juga menjanjikan keberkahan. Di saat berbuka seorang hamba akan merasakan "kegembiraan" (farhatun) sebagai pembuka bagi kegembiraan terbesar di saat berjumpa dengan Tuhan-nya. Bukan puasa berlanjut dengan Salat Maghrib, disusul dengan santap malam yang juga memilki nilai keberkahan.
Malam hari kembali dipersiapkan untuk hari esok yang baru dengan ketaatan (tarawih). Di sebagian Komunitas Muslim bahkan imam tarawih membacakan 1 juz setiap malamnya. Sungguh keberkahan ibadah, keberkahan Al-Quran, dan keberkahan Ramadhan semuanya menjadi keberkahan waktu seorang Mukmin.
Bahkan tidur seorang Mukmin di malam hari di bulan Ramadhan bernilai Ibadah karena dia tertidur dengan niat suci menjalankan ibadah puasa di keesokan hari. Sehingga setiap detik masa dan detak jantung serta pergerakan napasnya memiliki nilai dan makna ubudiyah di sisi Ilahi.
Belajar disiplin dan maksimalisasi waktu adalah keberkahan tersendiri yang sangat luar biasa di bulan Ramadhan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar