Nov 26th 2022, 17:27, by Tim PanturaPost, PanturaPost
TEGAL - Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, masih dikenal sebagai sentra industri pandai besi dalam membuat alat-alat pertanian seperti cangkul.
Maka tak heran jika memasuki desa yang terletak di lereng kaki Gunung Slamet ini, akan terdengar suara nyaring dari besi yang ditempa. Keahlian dan keterampilan menempa besi secara tradisional masih ditekuni sejumlah warga setempat.
Bahkan diwariskan turun temurun dan bertahan hingga di zaman modern. Salah satu pemuda yang menekuninya adalah Abdul Yasin Hidayatullah (22).
Yayat panggilannya, sudah menekuni usaha pandai besi selama setahun berjalan. Ia meneruskan usaha keluarganya dengan membuat alat pertanian seperti cangkul.
Yayat merupakan generasi ketiga yang melanjutkan usaha pandai besi atau Pandai Besi yang juga dikenal sebagai empu. Pandai besi adalah pekerjaan yang kian langka.
"Usaha pandai besi dengan produk cangkul ini sudah berjalan sekitar tahun 80-an. Saya sendiri generasi ketiga dalam meneruskan usaha keluarga," kata Yayat, ditemui PanturaPost.com, Sabtu (26/11/2022).
Sebelum memutuskan untuk menggeluti pandai besi, Yayat pernah bekerja merantau di Ibu Kota. Pandemi Covid-19 yang melanda di tahun 202 membuat dirinya terkena PHK dan harus pulang kampung.
"Pulang dari Jakarta, saya pilih meneruskan usaha keluarga agar bisa terus berjalan dan tidak punah," kata Yayat.
Saat itu, omzet penjualan cangkul keluarga juga mengalami penurunan drastis akibat pandemi. Bahkan hampir bangkrut karena sulit menjual barangnya.
"Namanya usaha pasti ada susahnya, tapi ya alhamdulillah sejak 80-an sampai sekarang, kami masih memproduksi cangkul yang benar-benar dijaga kualitasnya. Sampai sekarang kami masih berjalan dengan eksis untuk kirim barang ke pasaran," kata Yayat.
Menjaga kualitas adalah kunci usahanya bisa bertahan hingga saat ini. Setiap hari, mampu menghasilkan puluhan buah cangkul. Tergantung dengan pesanan atau proyek yang tengah dikerjakan.
Dalam setiap pengiriman, bisa mengirim 3 sampai 5 kodi cangkul. Dalam satu kodi berisi 20 buah cangkul. Satu buah cangkul dijual seharga Rp 35.000 hingga Rp 50.000 tergantung kualitas.
"Saya baru belajar satu tahun ini, saat pembuatan cangkul masih dibantu orang tua. Intinya usaha cangkul tradisional ini jangan sampai punah dan hilang, apa lagi sekarang di zaman modern," kata Yayat.
Yayat mengatakan, untuk mengedarkan cangkul ke pasaran juga tak bisa sembarang hari. Ada hari-hari tertentu menurut kepercayaan yang diyakini.
"Setiap hari wage dan kliwon kami kirim cangkul sesuai pesanan. Sekali kirim bisa lima kodi cangkul," ujar Yayat
Mengenai kendala pembuatan cangkul, menurutnya hanya terkendala dengan harga bahan baku besi yang terus naik.
"Sebenarnya tidak ada kendala. Karena dalam pembuatan masih dengan tradisional. Hanya saja bahan baku besi yang harga terus naik," ujar Yayat.
Yayat mengatakan, keluarga sudah membuat alat pertanian cangkul sejak tahun 1980-an. Yayat berharap usahanya bisa terus berjalan dan bisa diwariskan ke anak cucunya.
Selain sebagai mata pencaharian, juga melestarikan daerah Bumijawa sebagai salah satu sentra penghasil produk cangkul. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar