Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie turut menyoroti dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024. Ia menyebut kecurangan masih selalu terjadi dalam pemilu sejak orde baru, dan juga masa reformasi sejak 1999.
"Sejak dimulainya pilpres langsung pertama pada tahun 2004 hingga pemilu 2009, 2014, 2019, dan bahkan 2024 pada saat dimulainya praktik pemilu serentak," kata Jimly dalam keterangannya, Sabtu (24/2).
Menurut dia, pelanggaran masif selalu terjadi di semua pemilu, dan cenderung makin meningkat, termasuk ketika dimulainya praktik sistem suara terbanyak tahun 2009 yang menyebabkan caleg internal parpol saling bersaing sendiri-sendiri.
"Dan puncaknya pada pemilu serentak 2024 yang menyebabkan perhatian terpusat ke pilpres. Pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM) sering terjadi dalam praktik di pilkada, terutama pilbup dan pilwako," sebutnya.
"Karena perhatian tertuju ke pilpres, pada pemilu 2024 ini muncul persepsi umum, kecurangan terjadi karena faktor Presiden Jokowi, sehingga dinamika politik di sekitar proses dan hasil pemilu 2024 berkembang makin tegang dan penuh emosi," tambah Jimly.
Jimly mengajak semua pihak untuk menurunkan emosi dan meningkatkan semangat musyawarah untuk menemukan kebenaran dan keadilan.
"Mari turunkan emosi kita, dan tingkatkan semangat musyawarah kita menemukan kebenaran dan keadilan dari aneka perbedaan karena (i) perbedaan data dan informasi, (ii) perbedaan perspektif atau sudut pandang, atau (iii) perbedaan kepentingan, yang ketiganya dapat dipertemukan dengan musyawarah dan perdebatan rasional di ruang sidang untuk kepentingan yang lebih besar yaitu kemajuan peradaban dalam kehidupan berbangsa bernegara," kata dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar