Dec 18th 2022, 10:00, by ainun nabila, kumparanTRAVEL
Masyarakat Indonesia disebut kurang piknik, karena rata-rata penduduk melakukan perjalanan wisata domestik dalam setahun hanya 2,6 kali. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia, China, hingga Jepang yang bisa wisata domestik hingga 10 kali setahun.
Traveler sekaligus penulis Ade Perucha Hutagaol, atau yang lebih dikenal dengan Trinity menyebut kondisi kurang liburan ini bisa membuat warga Indonesia kurang wawasan, seperti katak dalam tempurung.
Lantas, apa saja sebenarnya manfaat liburan?
Trinity menngatakan meski saat ini liburan di Indonesia belum dianggap hal yang utama apalagi jadi gaya hidup, liburan tetap jadi hal yang penting. Terutama liburan di dalam negeri.
1. Menambah Wawasan dan Pengetahuan
Sebagai seorang traveler, Trinity mengungkapkan manfaat yang paling ia rasakan dari liburan adalah menambah wawasan dan pengetahuan. Manfaat ini juga yang selalu ia galakan dalam buku-buku traveling yang ditulisnya.
Sebab, bila tidak liburan dan melihat daerah lain, orang-orang bisa jadi merasa besar dan banyak tahu. Padahal, sebenarnya wawasan kita kurang luas, seperti istilah katak dalam tempurung.
"Aku selalu menggadang-gadangkan liburan itu, kan, kita banyak belajar, ya, menambah belajar, menambah wawasan pengetahuan dan sebagainya, gitu. Sehingga kita enggak kayak katak dalam tempurung gitu, loh, karena kita punya wawasan besar," ujar Trinity, kepada kumparan melalui video konferensi, Jumat (16/12).
Dengan liburan dan melihat daerah-daerah lain, terutama di dalam negeri, hal tersebut juga bermanfaat untuk menambah rasa toleransi.
Sebagai negara yang mengakui banyak agama dan suku, liburan tentu penting untuk menambah wawasan bagaimana budaya dari suku dan ibadah dari agama lain dilakukan.
"Dan dia apalagi cocok untuk orang Indonesia yang butuhnya dan Indonesia itu, kan, banyak apa namanya suku, agama, dan sebagainya," ujar Trinity.
2. Menambah Soft Skill
Manfaat lain dari liburan adalah menambah kemampuan diri sendiri. Dengan merencanakan liburan, seseorang tentu harus menyiapkan rencana keuangan hingga rencana perjalanan. Hal ini bisa jadi kebiasan baru yang baik.
Dengan liburan dan menjelajahi daerah lain, hal tersebut menurut Trinity, juga dapat menambah kemampuan berkomunikasi dengan orang lain dan melatih seseorang untuk dapat mengambil keputusan dengan lebih cepat.
"Kita juga tahu secara sosial, kita jadi lebih cepat dalam memutuskan, seseorang lebih beradaptasi," katanya.
3. Healing dan Refreshing
Setelah lelah beraktivitas, baik bekerja, sekolah, atau kegiatan rutin lainnya, liburan tentu perlu dilakukan untuk healing dan beristirahat.
"Kalau kata zaman sekarang bilangnya liburan itu adalah healing-nya," ujar Trinity.
Staycation atau liburan di hotel dalam kota jadi pilihan yang banyak diambil masyarakat Indonesia belakangan ini. Meski belum sampai pada tahap menambah wawasan, Trinity menuturkan bahwa liburan seperti ini juga perlu untuk menyegarkan kembali pikiran dari kesibukan sehari-hari.
Liburan dengan staycation juga dinilai dapat menambah kedekatan dengan keluarga. Selain itu, menyegarkan diri dari rutinitas yang melelahkan juga akan membangun kesegaran untuk tubuh, jiwa, dan pikiran.
"Cuma itu lebih kepada refreshing dari kesibukan. Kita enggak pernah ngomong sama keluarga, karena sama-sama kerja, anaknya sekolah. Staycation (juga) memang lebih murah gitu, kan, karena biasanya di kota sendiri dan kita juga lebih bonding dengan keluarga," jelas Trinity.
Alasan Masyarakat Indonesia Kurang Piknik
Meski punya banyak manfaat, Trinity mengungkapkan ada beberapa alasan mengapa masyarakat Indonesia jarang liburan. Salah satu alasannya, karena hari libur yang kerap digunakan untuk berkumpul dengan keluarga besar saat hari-hari agama. Selan itu, jatah cuti kerja yang hanya 12 hari dalam setahun dan libur sekolah yang terbatas, menjadi alasan mengapa banyak orang yang jarang berlibur.
"Jadi, orang tuh memanfaatkan cutinya bukan untuk jalan-jalan, karena untuk bersilaturahmi dengan keluarga. Jadi, ya mudik, pulang kampung, atau ke mana gitu," jelas Trinity.
"Nah, itu jadi (alasan) gimana kita bisa kurang piknik, karena sudah liburannya terbatas, cuti terbatas, terus juga sekalinya ada, kita pakai untuk silaturahmi," tambahnya.
Sebenarnya, kondisi ini bisa diperbaiki oleh pemerintah dengan cara memberikan cuti tambahan, seperti cuti bersama ataupun 'harpitnas' atau hari terjepit nasional yang biasanya ada di sela-sela hari libur nasional. Kebijakan serupa pernah dilakukan di negara tetangga, Malaysia. Bila dibandingkan dengan Indonesia yang hanya melakukan wisata domestik rata-rata 2,6 kali setahun, Malaysia bisa sampai 10 kali.
"Dia (Malaysia) pernah waktu itu bikin program untuk jalan-jalan domestik di negaranya. Caranya itu memindahkan atau menambah dari libur setelah tanggal merah, tapi, ya, itu enggak semua," ujar Trinity.
Alasan lain mengapa wisata domestik masih jarang dilakukan oleh masyarakat Tanah Air, karena kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Dengan banyaknya wilayah yang dipisahkan lautan ini, biaya transportasi yang diperlukan juga semakin mahal.
Kondisi ini menurut Trinity, pada beberapa kasus menyebabkan harga wisata di dalam negeri lebih mahal, jika dibandingkan dengan jalan-jalan ke luar negeri.
kumparan membandingkan harga tiket pesawat di aplikasi online trael agent pada tanggal 31 Desember 2022 dari Pekanbaru, Riau, ke Jakarta, dengan dari Pekanbaru, Riau, ke Kuala Lumpur, Malaysia. Harga tiket Pekanbaru-Jakarta yang hitungannya perjalanan dalam negeri lebih mahal (Rp 1,68 juta), dibandingkan Pekanbaru-Kuala Lumpur (Rp 1,66 juta) per 17 Desember 2022.
"Nah, udah gitu kita juga secara geografis susah, ya. Indonesia itu gede banget dan kebanyakan negara kepulauan sehingga ongkosnya juga jadi mahal. Misalnya mau jalan-jalan domestik aja kadang-kadang (harganya) bisa lebih mahal daripada kita ke luar negeri," tutup Trinity.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar