Mar 9th 2025, 17:38, by Abdul Latif, kumparanBISNIS
Ilustrasi kilang minyak di tengah laut. Foto: Shutterstock
Ambisi Presiden Prabowo Subianto membangun kilang minyak terbesar di Indonesia berkapasitas 500 ribu barel per hari menggunakan investasi Danantara Indonesia dinilai berisiko tinggi.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas), Moshe Rizal, mengatakan pembangunan kilang merupakan salah satu proyek yang kompleks dan butuh investasi yang sangat besar.
Moshe menjabarkan risiko proyek kilang antara lain risiko pembengkakan biaya alias cost overrun. Dia menilai, hampir seluruh proyek kilang biasanya mengalami cost overrun.
Danantara sendiri baru meraup dana kelolaan USD 20 miliar untuk tahap pertama yang akan disalurkan kepada 15 proyek strategis. Menurut Moshe, satu proyek kilang bisa saja membutuhkan dana lebih dari itu.
"Kita membangun kilang minyak yang sebesar itu 500 ribu barel per hari butuh puluhan miliar dolar. Saya sih enggak begitu yakin ya, itu bisa melonjak sampai lebih dari 20 miliar dolar kalau dilihat dengan kapasitas sebesar itu," ujarnya kepaa kumparan, Minggu (9/3).
Kompleksitas proyek kilang, lanjut Moshe, juga akan menimbulkan risiko delay atau keterlambatan pembangunan. Hal ini dibuktikan dengan sederet proyek yang sedang berjalan saat ini, tidak kunjung rampung.
Ilustrasi Danantara Indonesia. Foto: Shutterstock
Dia mencontohkan proyek Revamping Development Master Plan (RDMP) Balikpapan milik Pertamina. Proyek yang meningkatkan kualitas kilang eksisting dan kapasitasnya sebesar 100.000 barel per hari saja terus terjadi delay.
"Kita lihat juga misalkan kereta cepat, delay berapa tahun,
sedangkan kereta cepat itu sebenarnya tidak lebih kompleks dari kilang minyak. Justru kilang minyak yang lebih kompleks," tutur Moshe.
Dengan begitu, kata Moshe, investasi kilang yang sangat kompleks, berisiko tinggi, dan mahal tersebut tidak bisa dilakukan sendiri oleh Danantara, melainkan harus menggandeng investor lain
"Jadi kalau mau semua 100 persen ditanggung oleh Danantara, susah sekali. Itu liabilitas pemerintah akan sangat tinggi. Apalagi Danantara lagi disorot, bagaimana mau menanggung risiko sebesar itu?" jelas Moshe.
Di sisi lain, Moshe juga menyayangkan beberapa kasus hukum yang tengah mendera BUMN di bawah Danantara, seperti dugaan korupsi tata kelola minyak. Menurutnya, hal ini akan menurunkan kepercayaan investor khususnya di hulu migas.
"Menarik investor itu juga tidak mudah, investor harus percaya dengan kita. Sedangkan banyak sekali kasus-kasus penyelewengan oleh BUMN-BUMN yang di bawah danantara. Itu harus dibersihkan sebenar-benarnya," katanya.
Petugas berjalan saat memeriksa tekanan pipa di PT Kilang Pertamina Balikpapan. Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Moshe pun meminta BUMN semakin berbenah dan menunjukkan profesionalitas dan integritasnya. Dengan demikian, proyek kilang terbesar itu juga bisa menggandeng pihak swasta atau dikerjasamakan dengan BUMN.
"Banyak sekali kasus-kasus korupsi, bisa menurunkan minat investor untuk bekerja sama dengan BUMN. Ini merusak sekali, terus terang saja, luar biasa dampaknya pada kepercayaan investor ke Indonesia, terutama ke BUMN," tegasnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan pemerintah akan membangun kilang minyak (refinery) dengan kapasitas 500 ribu barel. Kilang ini akan menjadi yang terbesar di Indonesia.
Bahlil, yang merupakan Ketua Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi ini, mengatakan proyek kilang tersebut termasuk dalam tahap pertama investasi hilirisasi di tahun 2025.
"Kita juga akan membangun refinery yang Insyaallah kapasitasnya itu kurang lebih sekitar 500 ribu barel. Ini salah satu yang terbesar nantinya, ini dalam rangka mendorong agar ketahanan energi kita betul-betul lebih baik," jelasnya kepada awak media di Istana Kepresidenan, Senin (3/2).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar