Search This Blog

Akselerasi Kemandirian Fiskal Daerah Melalui Elektronifikasi

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Akselerasi Kemandirian Fiskal Daerah Melalui Elektronifikasi
Sep 13th 2025, 14:03 by Imad Hamid

Image by macrovector on Freepik
Image by macrovector on Freepik

Kemandirian fiskal daerah menjadi kunci utama dalam mempercepat pembangunan nasional yang berkelanjutan. Namun, masih terdapat tantangan signifikan seperti ketergantungan daerah terhadap dana transfer pusat dan rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD). Data Kementerian Dalam Negeri per Agustus 2025 menunjukkan realisasi pendapatan daerah nasional baru mencapai sekitar 54,44% dari target APBD, sedangkan realisasi belanja daerah sekitar 43,63% dari pagu anggaran. Kondisi ini menegaskan perlunya inovasi dalam pengelolaan fiskal daerah agar target APBD dapat tercapai dan dana yang dialokasikan digunakan secara optimal.

Likuiditas Purbaya

Sejalan dengan langkah tersebut, kebijakan terbaru pemerintah melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menarik dana likuiditas sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia dan menempatkannya di bank-bank umum, merupakan usaha untuk mendorong likuiditas perbankan patut diapresiasi. Dana ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas bank dalam menyalurkan kredit produktif, khususnya kepada sektor usaha dan pemerintah daerah. Hal ini berpotensi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) karena aktivitas ekonomi yang lebih dinamis mendorong pertumbuhan sektor usaha, peningkatan transaksi pajak, dan retribusi daerah. Dengan dana yang lebih optimal tersalur dan pemanfaatan dana yang baik, target realisasi APBD pun menjadi lebih realistis dan terjangkau.

Selain itu, peningkatan likuiditas dan pemulihan aktivitas ekonomi di tingkat daerah akan memperkuat penyerapan anggaran sehingga realisasi belanja daerah dapat naik dan berdampak positif pada pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur. Dengan demikian, sinergi kebijakan fiskal nasional dan penguatan kapasitas keuangan daerah melalui penarikan dana likuiditas ini menjadi strategi kunci untuk meningkatkan capaian APBD secara lebih optimal dan berkelanjutan.

Namun, karena karakter kebijakan dana likuiditas ini yang high risk dan high return, pelaksanaannya harus dijalankan melalui skema fiskal khusus dan pengelolaan yang ketat dan hati-hati agar tidak menimbulkan kecacatan fiskal di masa depan. Risiko potensial dari peningkatan likuiditas ini adalah tekanan inflasi jika dana yang beredar tidak diimbangi dengan kapasitas produksi dan pengelolaan permintaan yang tepat. Untuk mengatasi risiko ini, kebijakan fiskal perlu disinergikan dengan kebijakan moneter dan makroprudensial dari Bank Indonesia. Bank Indonesia berperan menjaga stabilitas harga melalui pengendalian suku bunga, pengawasan likuiditas perbankan, dan intervensi pasar uang agar peningkatan likuiditas tidak memicu inflasi berlebih atau pelemahan nilai tukar rupiah.

Selain itu, skema fiskal juga harus mengintegrasikan pengawasan defisit anggaran agar tidak melebar secara tak terkendali, menjaga kepercayaan pasar, dan stabilitas ekonomi makro. Dengan koordinasi yang solid antara pemerintah dan bank sentral, likuiditas yang disalurkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif tanpa mengorbankan stabilitas harga dan keuangan. Pendekatan ini sangat penting untuk menjaga keberlanjutan fiskal daerah dan menghindari risiko pembengkakan defisit anggaran yang dapat berdampak negatif pada stabilitas ekonomi.

Ilustrasi Mobile Banking Foto: Shutter Stock
Ilustrasi Mobile Banking Foto: Shutter Stock

Elektronifikasi sebagai Pilar

Lebih jauh, elektronifikasi hadir sebagai pilar kemandirian fiskal yang memungkinkan transaksi pajak dan retribusi daerah dilakukan secara elektronik. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Bank Indonesia per semester I tahun 2024, sebanyak 480 pemerintah daerah (pemda) atau sekitar 87,9% dari total pemda di Indonesia telah menerapkan Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD). Hal ini menunjukkan bahwa elektronifikasi bukan hanya sebagai teknologi, melainkan juga sebagai instrumen penting dalam reformasi fiskal daerah.

Penggunaan sistem digital ini sangat efektif dalam mengurangi kebocoran anggaran. Sebab, transaksi yang tercatat secara elektronik memungkinkan pengawasan lebih ketat dan transparan. Sebagai contoh, sistem pembayaran digital seperti QRIS dan metode non-tunai lainnya mencegah potensi penggelapan atau penyalahgunaan dana yang umum terjadi pada pembayaran manual. Dengan adanya audit dan pengawasan secara real-time, penyimpangan anggaran dapat dideteksi dan dicegah sejak dini.

Sinergi antara dana likuiditas yang disalurkan dan implementasi elektronifikasi menghadirkan peluang besar untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah. Kemudahan akses dana dan penggunaan sistem digital yang akurat memungkinkan pengelolaan anggaran menjadi lebih efisien, akuntabel, dan transparan. Dengan demikian, daerah dapat mengurangi ketergantungan pada transfer pusat dan menciptakan peluang pengembangan ekonomi lokal secara berkelanjutan. Sinergi ini diharapkan memicu percepatan pembangunan daerah yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Ilustrasi pembayaran digital.  Foto: PopTika/Shutterstock
Ilustrasi pembayaran digital. Foto: PopTika/Shutterstock

Tantangan dan Dukungan

Tantangan dalam implementasi elektronifikasi ini juga tidak bisa diabaikan, terutama terkait keterbatasan infrastruktur dan sumber daya manusia di daerah, terutama di wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Oleh sebab itu, dibutuhkan pelatihan intensif dan dukungan kebijakan dari pemerintah pusat, termasuk pendampingan teknis dari konsultan dan penguatan kapasitas SDM daerah agar percepatan transformasi digital fiskal dapat terwujud secara optimal.

Di sisi lain, Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (TP2DD) berperan penting sebagai penggerak utama untuk mempercepat transformasi digital fiskal di daerah. Lebih lanjut, agar kebijakan elektronifikasi terarah dan efektif, dibutuhkan penyusunan roadmap dan quick win yang menjelaskan kondisi aktual, target, dan strategi daerah tiap tahun. Dengan adanya quick win dan roadmap yang terencana, percepatan elektronifikasi transaksi pemerintah daerah dapat berlangsung terarah dan menghasilkan dampak positif yang signifikan dalam pengelolaan fiskal daerah serta mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Dengan berbagai strategi tersebut, akselerasi kemandirian fiskal daerah melalui elektronifikasi menjadi langkah strategis yang sangat penting. Dukungan kebijakan fiskal nasional dan kemajuan teknologi digital membuka peluang besar untuk mewujudkan tata kelola keuangan daerah yang kuat, transparan, dan berkelanjutan sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas.

Kondisi ini menjadi titik awal transformasi fiskal yang membawa Indonesia menuju pemerataan pembangunan dan percepatan kemajuan daerah secara berkesinambungan. Inilah saatnya daerah bertransformasi dari ketergantungan menjadi kemandirian, dengan digitalisasi sebagai mesin penggeraknya.

Media files:
01k4zqptcqtct783g9pfdp5g8d.jpg image/jpeg,
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar