Mar 30th 2024, 11:51, by Moh Fajri, kumparanBISNIS
Wasis di pagi hari rutin melihat para pekerjanya memasak bahan-bahan dari tepung, ayam, hingga ikan tenggiri yang akan diolah menjadi siomay. Ada 4 orang bertugas di dapur untuk mengolah siomay, yang dikenal dengan nama Siomay Gondrong, di Abadijaya, Depok.
Namun, 4 orang itu juga tetap dibantu oleh 19 orang lain yang sehari-hari bekerja menjual Siomay Gondrong. Setelah matang, 19 pekerja itu akan menjajakan Siomay Gondrong ke titik-titik di Kota Depok, Jawa Barat.
"Sistemnya kalau sudah matang itu mereka membawanya pakai motor. Jadi mangkal-mangkal di titik tertentu pakai spanduk gitu," kata Wasis saat berbincang dengan kumparan, dikutip pada Sabtu (30/3).
Wasis menjadi pemilik dan menjalankan Siomay Gondrong di Depok sejak 2010. Ceritanya, Siomay Gondrong saat itu sedang terseok-seok dan mau bangkrut. Wasis yang sempat menjadi penjual mainan di sekolah lalu berniat untuk mengolahnya.
Wasis memberanikan diri mengambil peluang tersebut. Kebetulan pemilik Siomay Gondrong menikah dengan saudaranya Wasis. Sehingga prosesnya tidak begitu lama.
"Kalau yang di Depok baru 2010 saya yang megang. Maksudnya saya yang megang ya. Kalau untuk di Depok sendiri 2008. Nah yang di Depok itu bukan langsung saya yang megang, waktu itu sudah mau bangkrut yang di Depok, mau ditutup," ungkap Wasis.
"Terus saya turun tangan nyoba ikut megang bagaimana, ternyata dipercaya sama (pemilik Siomay Gondrong) yang di Pondok Gede itu. Akhirnya sampai dijual ke saya sahamnya di sini semua. Akhirnya saya bayarin semua, jadi punya saya sendiri sekarang yang di Depok," tambahnya.
Saat awal mengambil alih Siomay Gondrong, Wasis dibantu 3 pekerja. Ia berupaya agar Siomay Gondrong tetap bertahan dan akhirnya bisa berkembang.
Wasis lalu memilih mengandalkan PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI untuk mendapatkan bantuan keuangan lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada 2013. KUR tersebut dimaksimalkan sebagai modal agar Siomay Gondrong berkembang pesat.
"Sudah beberapa kali ngambil soalnya kan pertama dulu Rp 25 juta, terus Rp 25 juta lagi, terus Rp 50 juta 2 kali. Ngambil 2 tahun saja. Nah sekarang sudah ngajuin lagi Rp 75 juta yang 2 tahun lagi. Jadi sudah 5 kali ngambil," ujar Wasis.
Wasis mengakui perjalanannya sejak awal mengembangkan Siomay Gondrong tidak lepas dari peran pendanaan BRI. Sampai akhirnya kini, ia bisa memperbesar skala Siomay Gondrong dan menambah jumlah pekerja.
"Yang di Depok lagi 19 orang yang keliling sekarang, karena 1 kemarin keluar. 19 titik. Terus sama yang di kayak franchise gitu 2, sama yang di lewat beku ada 2 orang. Terus lagi merambah lagi di Sawangan baru buka setahun. Jadi saya kembangin sendiri dari yang punya anak buah 3 jadi segini ini," tutur Wasis.
Senang Bisa Bantu Ekonomi Para Pekerja
Wasis menyediakan mess bagi para pekerja yang memproduksi dan menjajakan Siomay Gondrong. Ia mempersilakan mereka tinggal di mess tersebut.
Tempat tinggal itu yang juga dijadikan lokasi produksi Siomay Gondrong. Tidak kurang tepung tapioka 2 sampai 3 karung berukuran 25 kg, daging ayam 50 kg, sampai ikan tenggiri 40 kg dihabiskan setiap harinya untuk membuat Siomay Gondrong.
"Selesai masak paling jam 11.00 WIB atau 12.00 WIB terus baru pada mulai siap-siap berangkat jualan," terang Wasis.
Siomay Gondrong dibanderol satu porsi Rp 15.000 yang berisi 5 siomay atau bisa diganti jenis lainnya seperti tahu, kol, atau kentang. Artinya per jenis makanan dijual Rp 3.000.
Untuk para pekerja yang menjual Siomay Gondrong sistemnya bukan gaji per bulan. Para penjual sudah langsung mengambil keuntungan dari siomay yang dijualnya.
"Kalau Siomay Gondrong Rp 3.000 per pcs. Dari saya Rp 2.100. Mereka (penjual) ngambilnya Rp 9.000 per pcs. Sebelumnya Rp 2.500 terus sekarang harga-harga naiknya enggak kira-kira jadi ya kita naikkan. Seporsi Rp 15.000 isi 5," ungkap Wasis.
Wasis mengaku senang bisa membantu ekonomi para pekerja yang memproduksi dan menjual Siomay Gondrong. Ia mengungkapkan sudah ada pekerjanya yang bisa membeli kendaraan hingga membangun rumah.
"Karena penghasilan mereka itu bisa dibilang ngumpulin duit itu bersih, gampang. Alhamdulillah penghasilan anak buah kalau yang ramai itu per harinya bisa Rp 700 ribu sampai Rp 800 ribu kebagian keuntungan mereka," kata Wasis.
Sementara Wasis sendiri per harinya bisa mendapatkan Rp 8 juta sampai Rp 10 juta. Angka tersebut belum dipotong untuk biaya belanja bahan-bahan dan keperluan lainnya untuk memproduksi siomay.
Selain itu, Wasis selalu berupaya memutar penghasilannya. Ia mengaku bingung apabila terlalu banyak memegang uang, apalagi tunai. Sehingga, Wasis lebih memilih mengembangkan penghasilannya, seperti untuk membuka cabang Siomay Gondrong atau usaha baru.
"Jadi kalau megang duit banyak ya itu ujian buat kita jangan sampai terlena, kalau terlena bisa hancur dagangan," tutur Wasis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar