Mar 30th 2024, 12:18, by Muhammad Darisman, kumparanBISNIS
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) memandang implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023, tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dapat menjadi geliat baru bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Padahal sebelumnya, beleid ini banyak diprotes oleh pelaku industri yang mengaku kesulitan mengimpor bahan baku dan bahan penolong.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta menuturkan, beleid yang baru saja direvisi oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada 10 Maret ini, telah berdampak positif pada industri hilir dan industri kecil menengah (IKM) TPT.
Redma melihat, jika implementasi beleid ini berjalan dengan baik, maka sektor antara dan sektor hulu akan mendapatkan dampak positif yang sama dengan sektor hilir. Namun membutuhkan waktu hingga empat bulan lamanya.
"Ini tren positif baru terjadi di hilir, khususnya garment konveksi yang ada lonjakan order. Kalau ini tetap berjalan, kami perkirakan kenaikan order di sektor antara akan terjadi dalam 2 sampai 3 bulan dan di hulu akan terjadi lonjakan order dalam 3 sampai 4 bulan ke depan," kata Redma kepada kumparan dikutip pada Sabtu (30/3).
Redma juga tidak menampik lonjakan pesanan baru di hilir TPT merupakan bagian dari order musiman jelang Ramadan dan Lebaran Idulfitri.
"Iya, termasuk late order lebaran. Kalau dihitung dari normal, lonjakan ordernya lima kali lipat. Karena selama 1 tahun terakhir utilisasinya hanya 20 persen. Proyeksi kita di akhir 2024 ini utilisasi bisa 65 persen," terang Redma.
Bahkan menurut Redma, jika dilakukan penindakan terhadap impor ilegal lainnya dan penertiban barang beredar, maka efek perbaikan kinerja industri TPT akan lebih cepat.
Dalam data APSyFI, pertumbuhan industri TPT mulai merosot pada kuartal III 2023 menjadi 8 persen dari kuartal sebelumnya 14 persen.
Kemudian kuartal IV 2022 turun menjadi 4 persen, kuartal I 2023 kurang dari 1 persen, hingga tercatat minus tertinggi pada kuartal 4/2023 yang mencapai minus 4 persen.
Dengan implementasi Permendag 36/2023, APSyFI memproyeksikan, pada kuartal I 2024 industri TPT secara keseluruhan akan mencatatkan pertumbuhan menjadi minus 2 persen dari kuartal sebelumnya minus 4 persen. Lalu kuartal II masih minus namun kurang dari 2 persen. Barulah pada kuartal III mulai menjajaki pertumbuhan di atas angka 0 yaitu 1 persen, dan kuartal IV 2 persen.
Dari sisi utilisasi, kemerosotannya terpantau dari kuartal II 2022 sekitar 68 persen, turun dari kuartal sebelumnya sebesar 74 persen. Lalu kuartal III 2022 turun sedikit dari kuartal sebelumnya, yaitu sekitar 67 persen.
Kuartal IV 2022 industri ini masih memiliki utilisasi sekitar 65 persen, kuartal I 2023 60 persen, kuartal II 2023 sekitar 57 persen, kuartal III 2023 51 persen, kuartal IV 2023 sekitar 46 persen.
Dengan implementasi Permendag 36/2023, APSyFI kemudian memproyeksikan pada kuartal I 2024 industri TPT secara keseluruhan akan memiliki utilisasi sebesar sekitar 51 persen, naik 5 poin dari kuartal sebelumnya. Lalu kuartal II 2024 sekitar 56 persen, kuartal III sekitar 61 persen dan kuartal IV 2024 sekitar 67 persen.
Dalam catatan kumparan, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta Permendag 36/2023 harus dipertimbangkan kembali, terutama mengenai pelarangan terbatas (lartas).
Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menilai lartas dalam aturan tersebut tidak tepat sasaran. Ia khawatir aturan itu dapat mengganggu rantai pasok di sejumlah industri dalam negeri.
"Kami melihat industri hulu lokal pada sebagian industri belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan bahan baku industri sehingga tetap perlu melakukan impor bahan baku produk tersebut," kata Shinta melalui keterangan tertulis pada Senin (18/2).
Selain Apindo, Ketua Umum Bidang Perdagangan Kadin, Juan Permata Adoe, Permendag 36/2023 memberatkan pelaku usaha ritel.
"Kebijakan impor ini masuk kemudian dibatasi, dari post border dikembalikan menjadi border. Itu yang menyebabkan adanya persepsi produk impor kita masuk ke Indonesia dalam bentuk bahan baku, kemudian ritel untuk menjual branded produknya mengalami kesulitan, sehingga outletnya tidak terisi. Dengan toko yang ada untuk bahan baku industri, menemui kesulitan," kata Juan saat konferensi pers di Rodenstock Building, Jakarta Barat, Selasa (16/1).
Menurut Juan, pemerintah perlu mensinkronkan kebijakan di lintas Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dengan aspirasi dari para pelaku usaha ritel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar