Search This Blog

Yang Muda yang Bertani?

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Yang Muda yang Bertani?
Sep 24th 2023, 06:34, by Farid Kasim Judas, Farid Kasim Judas

Ilustrasi petani gunakan cangkul. Foto: Dian Muliana/Shutterstock
Ilustrasi petani gunakan cangkul. Foto: Dian Muliana/Shutterstock

"Untuk menjadikan permasalahan pangan dunia sebagai peluang Indonesia untuk menjadi lumbung pangan. Ada kesulitan, ada krisis tapi itu juga bisa menjadi sebuah peluang, bisa menjadi sebuah kesempatan," kata Jokowi saat memberi sambutan di Dies Natalis ke-60 IPB, (kumparan.com 15/9/2023)

Akhir tahun lalu BPS telah merilis sebuah data yang menunjukkan bahwa generasi muda yang menjadi petani masih minim sekali. Lebih dari 70% adalah petani yang berusia 40 tahun ke atas. Sementara itu generasi Z tidak lebih sampai dari 3 persen saja.

Tentu hal ini menjadi salah satu hal yang harus diprioritaskan oleh seluruh stakeholder terkait. Jika diperhatikan secara menyeluruh, permasalahannya bukan sekadar pada minat atau tidaknya para generasi mudah untuk menjadi petani. Banyak faktor baik secara paradigmatik maupun realitas yang harus dibenahi secara komprehensif.

Petani-petani muda dengan omzet yang menggiurkan memang ada. Akan tetapi, kehadiran mereka tidak bisa menutup realitas bahwa masih banyak petani-petani yang hidup dalam kondisi sosial yang memprihatinkan.

Itu juga yang akhirnya berbagai kegiatan baik yang menggandeng figur publik atau tokoh tertentu atau baik yang bersumber dari pemerintah maupun organisasi/komunitas tetap saja tidak mampu mengubah paradigma generasi saat ini bahwa petani itu bukan profesi yang menjanjikan.

Penulis saat berdiskusi bersama warga
Penulis saat berdiskusi bersama warga

Hasil survei Jakpat misalnya, mayoritas alasan anak-anak muda Indonesia tidak mau menjadi petani dikarenakan berbagai alasan yang sebenarnya sangat masuk akal. Ada yang beralasan terkait karier ke depan, pendapatan yang tidak menjanjikan dan kecil, selain itu juga dianggap sebagai profesi yang tidak dihargai.

Kondisi ini juga sangat relevan jika kita melihat bagaimana geliat sekolah atau kampus yang memiliki jurusan-jurusan pertanian. Peminatnya tidak sebaik jurusan-jurusan yang lain seperti bidang ekonomi, keguruan, apalagi jika dibandingkan dengan jurusan-jurusan kekinian yang berkonotasi dengan digital atau teknologi informasi.

Jadi, realitas-realitas inilah yang harus diperbaiki segera. Bagaimana cara memperbaiki realitasnya. Sederhana!

Pertama, kawal petani dari cengkeraman mafia-mafia impor. Bukan masalah baru, berita hadirnya mafia-mafia impor sudah menjadi konsumsi publik di Indonesia. Bahkan, kadang yang membuat bingung adalah mengapa program-program impor itu kadang dihadirkan bersamaan dengan aktivitas panennya para petani.

Oleh karenanya, pemerintah harus hadir untuk tegas mengawal para petani. Bukan sebaliknya, mengawal para mafia itu agar agenda-agendanya impornya bisa lulus dan mulus.

Lahan yang subuh rakyat belum tentu makmur. Foto: freepik.com
Lahan yang subuh rakyat belum tentu makmur. Foto: freepik.com

Jika tidak ada keberpihakan untuk para petani, maka mereka yang sedang berjibaku di atas sawah, ladang dan perkebunan itu terpaksa harus selalu mengubur mimpi-mimpinya atas harapan-harapan pendapatan yang telah mereka mimpikan selama ini.

Kedua, hadirkan pupuk ramah lingkungan yang bersubsidi. Lagi-lagi, peran pengawalan pemerintah juga harus kuat ketika menghadirkan program-program subsidi. Termasuk subsidi pupuk. Kadang hampir tidak masuk akal andai kita berpikir secara normal dan rasional ketika harga yang disubsidi terkadang lebih mahal.

Kebijakan menghadirkan pupuk bersubsidi juga seharusnya disejalankan dengan semangat ramah lingkungan. Sehingga tujuannya bukan sekadar menghasilkan produksi yang sebanyak-banyaknya semata, namun juga pada kontinuitas kesuburan dari lahan yang ada.

Presiden Jokowi bersama Mentan Syahrul Yasin Limpo bertanam padi bersama petani di Tuban, Kamis (06/04/2023). Foto: Dok. BPMI Setpres
Presiden Jokowi bersama Mentan Syahrul Yasin Limpo bertanam padi bersama petani di Tuban, Kamis (06/04/2023). Foto: Dok. BPMI Setpres

Ketiga, naikkan derajat pendapatan petani. Bagaimana cara menaikkannya? Tentu cara pertamanya adalah dengan menghadirkan kebijakan yang berpihak kepada petani seperti dua hal di atas.

Selanjutnya adalah dengan menciptakan petani sebagai salah satu profesi yang dibanggakan sekaligus diperhatikan. Misalnya, dengan menghadirkan tunjangan petani. Mungkinkah? Pilihannya hanya satu yaitu harus.

Banyak cerita yang sampai hari ini masih beredar tentang ketidakpercayaan diri terhadap profesi ini. Ada anak-anak yang enggan menulis petani sebagai jenis pekerjaan orang tuanya, kadang dengan terpaksa mereka menulisnya dengan profesi lain. Ada para orang tua yang bekerja sebagai petani selalu berdoa agar anaknya tidak mengikuti jejaknya lagi alias harus mencari profesi lain.

Untuk itu, jika melihat dari harapan yang disampaikan Presiden seperti pada teks pembuka artikel ini, maka harapan-harapan itu haruslah dahulu dilahirkan dengan memperbaiki realitas petani yang ada. Tanpa perlu bantuan para 'influencer' atau iklan-iklan yang bombastis dapat dipastikan cara pandang generasi-generasi baru nantinya akan berubah dengan sendirinya.

Ketika realitas petani sudah berubah. Anak-anak petani tidak malu lagi mengikrarkan bahwa orang tuanya adalah petani. Para orang tua yang petani berjibaku agar anak-anaknya mengikuti jejaknya.

Maka, jika sampai di titik ini. Ketika cara pandang sudah berubah. Dapat dipastikan para generasi muda itu akan berbondong-bondong untuk hadir menjadi para petani. Kemudian bangga dengan profesi yang dipilihnya.

Terakhir, pilihan untuk mengabdikan diri sebagai petani bukan sebatas bertujuan memperbaiki nasib diri dan keluarga. Lebih besar dari itu adalah untuk menekan lajunya krisis pangan yang perlahan-lahan mulai bergerak. Juga sekaligus mengubah wajah bangsa ini agar kembali berjaya sebagaimana dendang Koes Plus di tahun 70an lalu: "Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman..."

Selamat Hari Tani Nasional ke-63!

Media files:
01gs9t301vekpqrk6canqdggh9.jpg (image/jpeg)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar