Sep 28th 2024, 08:17, by Wisnu Prasetiyo, kumparanNEWS
Usai dipecat PDIP karena dianggap terbukti menggelembungkan suara di Pileg 2024 oleh Majelis Partai, Tia Rahmania 'melawan'. Sejumlah langkah dilakukan.
Berikut rangkumannya dikutip Sabtu (28/9):
Tia berkonsultasi ke Bareskrim Polri terkait langkah-langkah hukum yang akan ia tempuh.
Tia, yang juga gagal menjadi anggota DPR RI karena dibatalkan oleh KPU RI, mengaku merasa kecewa dengan putusan partai berlambang banteng itu.
"Saya yang sebelumnya adalah Caleg DPR RI terpilih fraksi PDI Perjuangan, dalam kesempatan ini kami secara khusus hadir di Mabes Polri karena ingin melakukan konsultasi-konsultasi langkah-langkah hukum atau pun langkah-langkah yang bisa kita lakukan menghadapi situasi yang ada," ujarnya pada wartawan di Bareskrim Polri, Jumat (27/9).
"Sesungguhnya secara khusus saya mau sampaikan rasa kecewa mendalam terkait keputusan KPU RI yang mana itu mengakomodir dari keputusan mahkamah partai PDI Perjuangan, tempat saya berlindung di mana itu adalah rumah saya," sambungnya.
KPU Dinilai Sepihak
Ia menilai putusan PDIP dan KPU RI adalah keputusan sepihak. Ia pun mengatakan bahwa penggelembungan suara yang dituduhkan padanya tidak benar.
"Secara sepihak saya dituduh menggelembungkan suara, saya di sini pada kesempatan haru ini melakukan konsultasi karena sesungguhnya hasil putusan Bawaslu provinsi, hal tersebut bukan seperti itu adanya," jelasnya.
Ia pun menyebut kehadirannya ke Mabes Polri juga untuk membersihkan namanya yang juga seorang dosen serta seorang ibu.
"Saya bertujuan untuk membersihkan nama baik saya. Saya seorang dosen, saya juga seorang ibu, dan saya tidak ingin dikenal sebagai seseorang yang tidak berintegritas," jelasnya.
"Saya hanya ingin nama baik saya kembali. Ini bukan bicara tentang kembalinya atau saya menjadi legislator kembali di periode 2024, tapi yang lebih tepat lagi saya ingin membersihkan nama baik saya sebagai seorang ibu," lanjutnya.
Ia pun membawa nilai yang diberikan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri yang disebutkan mengajarkan keadilan padanya.
"Saya ingin menyampaikan keberanian saya untuk bersuara, keinginan saya untuk mendapatkan keadilan itu sesungguhnya atas bimbingan dan ilmu yang diberikan oleh ketum PDIP ibu Megawati Soekarnoputri yang menyerukan untuk kita harus berani menyampaikan keadilan meskipun pahit sekalipun," tuturnya.
Penjnelasan Dugaan Penggelembungan
Kuasa hukum Tia, Purba Jupriyanto kemudian menjelaskan bahwa hari ini pihaknya hanya berkonsultasi karena perkara ini masih berlangsung di PN Jakarta Pusat.
"Hasil konsultasi dengan pihak kepolisian, karena perkara ini masih bergulir di pengadilan negeri jakarta pusat, jadi kita diminta menunggu untuk sementara sampai proses gugatan di pengadilan negeri jakarta pusat memperoleh keputusan," ujarnya.
Selain itu, ia yakin Tia tidak melakukan apa yang dituduhkan Mahkamah Partai PDIP menjadi alasannya datang ke Bareskrim Polri.
"Sebenarnya, yang membuat kita sampai pada titik ini, karena ada tuduhan-tuduhan kepada Bu Tia, bahwa dia melakukan penggelembungan suara, padahal faktanya kalau kita lihat putusan Bawaslu Provinsi Banten, dikatakan kalau Bu Tia tidak terlibat," jelasnya.
"Tapi oleh mahkamah partai itu dijadikan dasar, kalau kita lihat pertimbangan mahkamah partai, di situ kan dikatakan, Bu Tia ada mengambil suara Hasbi 51, suara partai 10, 251, suara partai 10, tapi dalam amar putusan mengatakan bu tia melakukan penggelembungan suara 1.600 sekitar itu," jelasnya.
Purba kemudian menjelaskan bahwa putusan pemecatan Tia ini tidak patut karena partai tak berwenang memutuskan Tia terbukti menggelembungkan suara. Hal itu seharusnya diputuskan oleh Bawaslu.
Dengar Hasto Tahu Duluan
Tia sudah mendengar pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang lolos DPR bukan Tia, tapi Bonnie Triyana. Padahal, suara terbanyak diraih dirinya, bukan Bonnie.
"Pak Hasto, Sekjen, menyampaikan di bulan Juni tanggal 5, bahwa yang menjadi DPR itu adalah Bonnie. Artinya apa? Dia sudah mendahului keputusan Mahkamah Partai," kata Tia.
Tia menjelaskan, Mahkamah Partai baru memutus pada 30 Agustus 2024. Surat pemecatan baru dilayangkan ke KPU pada 13 September 2024.
Karena itu pula, Tia menilai, ada rekayasa yang dilakukan PDIP. Dampaknya, dia dipecat dan gagal jadi anggota DPR.
"Artinya, putusan Mahkamah Partai ini kita menduga, ini semacam rekayasa aja. Tapi statementnya Pak Hasto selaku Sekjen menyampaikan itu di depan orang banyak, dengan kata-kata 'Bonnie terpilih sebagai anggota DPR, walaupun banyak rintangan walaupun banyak liku-liku'. [Itu] pada bulan Juni. Mahkamah Partai keluar putusannya 3 September," jelas Tia.
"Artinya sebelum putusan Mahkamah Partai keluar, ini sudah digiring. Sekelas Sekjen lho bisa menyampaikan seperti itu. Ada videonya, boleh dicek," ucap Tia yang pada 2019 juga nyaleg tapi gagal ini.
Kata PDIP
Ketua DPP PDIP Bidang Politik Puan Maharani menanggapi gugatan Tia tersebut.
"Untuk yang pertama, partai politik mempunyai mekanisme internal melalui Mahkamah Partai," ujar Puan dalam konferensi pers di lobi Nusantara Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (27/9).
Namun Puan enggan berkomentar lebih banyak soal gugatan yang dilayangkan oleh Tia.
"Bagaimana kronologi penjelasannya, silakan tanya ke DPP Partai, PDI Perjuangan, terkait dengan tadi yang ditanyakan," ucap Puan.
Sementara Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan, Komarudin Watubun, mengungkap upaya hukum yang dilakukan Tia adalah hak untuk mencari keadilan. Ia mempersilakan Tia untuk melakukan upaya hukum tersebut.
"Silakan, semua orang punya hak untuk mencari keadilan," kata Komarudin usai menghadiri acara Rapat Kerja Daerah khusus PDIP Sulsel, Jumat (27/9).
Ia menegaskan, pemecatan terhadap Tia Rahmania merupakan keputusan DPP PDIP.
"Kalau ada pelanggaran, kalau sanksi yang berat, kalau ada ringan akan ada teguran. Itu semua DPP yang memberikan sanksi. Kami hanya melaporkan pada DPP pelanggaran-pelanggarannya," ucapnya.
PDIP Terima 135 Laporan
Komaruddin menjelaskan, 135 laporan diterima oleh Mahkamah Partai. Dari 135 kasus itu, 11 kasus yang diterima dan disidangkan di Mahkamah Partai. Termasuk, kasus Tia Rahmania hingga Rahmat Handoyo.
"Setelah MK memutuskan bahwa ada pelanggaran, maka mereka diberi pilihan dua hal. Mundur sebagai kader partai, atau saksi berat. Mereka berdua semua sama, tidak mau mundur. Maka sanksinya adalah pemecatan," ucapnya.
Komaruddin mengaku dirinya yang membacakan surat keputusan terhadap Tia Rahmania dan Rahmad Handoyo berupa sanksi pemecatan.
"Kita bukan gerombolan politik. Kita organisasi politik yang punya aturan-aturan main yang harus ditaati oleh setiap kader dari Sabang sampai Merauke. Kalau buat pelanggaran maka akan ada dua cara, dia mengundurkan secara sadar atau diberikan sanksi," tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar