Jan 14th 2024, 18:15, by Aliyya Bunga, kumparanNEWS
Taiwan menyerukan China untuk dapat 'menerima kenyataan' dan menghormati hasil pemilu yang memilih sosok pro-demokrasi Lai Ching-te sebagai presiden. Pemilu Taiwan dilaksanakan pada Sabtu (13/1) di bawah tekanan diplomatik dan militer Beijing.
Adapun kemenangan Lai — yang juga dikenal dengan nama William Lai ini sudah diprediksi, lantaran kerap unggul jauh di setiap survei menjelang pemilu. Bagi China, Lai merupakan sosok berbahaya dan separatis yang mendukung kemerdekaan Taiwan.
Dikutip dari AFP, politisi dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa itu telah bersumpah meningkatkan pertahanan Taiwan dari intimidasi China. "Saya berjanji akan menjaga Taiwan dari ancaman berkelanjutan dari China," kata Lai dalam pidato kemenangannya.
Menurut data resmi Komisi Pemilu Pusat Taiwan, dari total 99 persen suara yang telah dihitung pria yang sebelumnya menduduki jabatan sebagai wakil presiden itu berhasil memperoleh 40,2 persen suara.
Sementara pesaing Lai dari Partai Kuomintang yang lebih dekat dengan China, Hou Yu-ih, berada di posisi kedua dengan perolehan suara 33,5 persen.
Pelaksanaan pemilu di Taiwan berada di bawah intimidasi China — terlihat dari empat kapal Angkatan Laut China di sekitar perairan pulau itu di hari pemungutan suara, disusul oleh aktivitas jet-jet tempur mereka yang melintas hampir setiap harinya.
Kementerian Pertahanan Taiwan menambahkan, sebuah balon udara juga dilaporkan melintasi pulau berpenduduk sekitar 23 juta orang itu.
Lai dijadwalkan mulai mengambil alih kekuasaan pada 20 Mei 2024 mendatang, bersama wakil presiden pilihannya Hsiao Bi-Khim. Hsiao sebelumnya menjabat sebagai utusan Taiwan untuk Amerika Serikat.
Terima Kenyataan
Sehari setelah pemilu dilaksanakan, Kementerian Luar Negeri Taiwan mengeluarkan pernyataan ditujukan khusus untuk China. Dijelaskan, China harus bisa menerima kenyataan dan menghormati hasil pemilu — bukan mengintimidasi secara diplomatik atau bahkan militer.
"Kementerian Luar Negeri menyerukan kepada pihak berwenang Beijing untuk menghormati hasil pemilu, menghadapi kenyataan dan berhenti menekan Taiwan agar interaksi lintas selat yang positif dapat kembali ke jalur yang benar," bunyi pernyataan itu.
Terpisah, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken pada Minggu (13/1) menyampaikan ucapan selamat atas terpilihnya Lai, melalui postingan di platform X. "Kami mengucapkan selama kepada Lai Ching-te atas kemenangannya dalam pemilihan presiden Taiwan," tulis Blinken.
Washington, sambung Blinken, berkomitmen menjaga perdamaian dan stabilitas lintas Selat, serta menyelesaikan perbedaan secara damai, bebas dari paksaan dan tekanan. Blinken tampak merujuk kepada China yang membayang-bayangi pelaksanaan pilpres di Taiwan kemarin.
Menanggapi ucapan Blinken, Kementerian Luar Negeri China pun memberikan reaksi keras. "Kami sangat menyesalkan dan dengan tegas menentang hal ini, dan telah menyampaikan pernyataan serius kepada pihak AS," jelasnya.
Kemarahan China atas intervensi AS bermula pada 2016, ketika eks Presiden Donald Trump berbicara melalui telepon dengan pendahulu Lai, eks Presiden Tsai Ing-wen.
Itu merupakan percakapan pertama antara pemimpin AS dan Taiwan sejak eks Presiden AS Jimmy Carter mengalihkan pengakuan diplomatik Taiwan ke China pada 1979.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar