Search This Blog

Kurikulum Merdeka dan Pudarnya Persepsi Kasta

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Kurikulum Merdeka dan Pudarnya Persepsi Kasta
Jul 30th 2023, 07:33, by Erkam Pramana, Erkam Pramana

Foto dua anak yang sedang membaca. Foto: Pixabay
Foto dua anak yang sedang membaca. Foto: Pixabay

Pemahaman yang dipakai oleh siswa, orang tua, dan masyarakat terhadap permasalahan tersebut, dilatarbelakangi oleh beberapa hal. IPA dianggap lebih istimewa dibandingkan IPS karena kesulitan materi yang lebih tinggi, kualitas guru yang berbeda, gengsi di antara orang tua murid, kemampuan berhitung dan sekadar menghafal pada keduanya. Hal tersebut, berdampak pada pemahaman bahwa siswa dengan nilai tinggi harus masuk IPA, begitu juga sebaliknya.

Keberadaan mata pelajaran matematika yang dianggap sebagai tanda kecerdasan siswa dan memiliki kaitan dengan fisika yang ada di peminatan IPA juga menjadi alasan. Berbeda dengan IPS yang dirasa lebih banyak menghafal dibandingkan dengan berhitung.

Bahkan, ketika masuk perguruan tinggi, peminatan IPA bisa masuk ke ranah IPS dan tentunya berimbas pada pilihan yang lebih banyak.apabila minat dan bakat siswa ditempatkan pada peminatan yang tepat, prestasi belajar tentu menjadi hal yang pasti. Apabila minat dan bakat siswa ditempatkan pada peminatan yang tepat, prestasi belajar tentu menjadi hal yang pasti.

Apabila minat dan bakat siswa ditempatkan pada peminatan yang tepat, prestasi belajar tentu menjadi hal yang pasti.

Secara objektif, kesulitan setiap mata pelajaran selayaknya sama di IPA ataupun di IPS. Pada mata pelajaran ekonomi juga sangat berkaitan dengan berhitung, tidak hanya yang ada di IPA. Selain itu, peminatan siswa ada untuk memfasilitasi siswa belajar sesuai dengan minat dan bakatnya, sehingga untuk memilihnya bukan berdasarkan nilai.

Peluang untuk masuk perguruan tinggi pun juga sama, apabila minat dan bakat siswa ditempatkan pada peminatan yang tepat, prestasi belajar tentu menjadi hal yang pasti.

Dampak Miskonsepsi

Ilustrasi anak SMA perempuan. Foto: Shutterstock
Ilustrasi anak SMA perempuan. Foto: Shutterstock

Dampak dari miskonsepsi tersebut adalah adanya persepsi kasta pada peminatan siswa di SMA. Siswa yang masuk peminatan IPS akan diremehkan dan merasa rendah diri dengan identitasnya. Kondisi tersebut, berpengaruh terhadap proses belajarnya selama di sekolah.

Selanjutnya, siswa belajar tidak sesuai dengan minat dan bakatnya. Sehingga, potensi yang ada pada dirinya tidak berkembang secara maksimal.

Dampak lainnya adalah mereka masih saja kebingungan, ketika memilih program studi yang akan diambil saat seleksi masuk perguruan tinggi. Ditambah ada yang lintas jurusan dan harus belajar lebih keras lagi, saat sebelum ataupun sesudah masuk program studi yang ia pilih.

Kurikulum Merdeka

Ilustrasi pelajar SMA. Foto: Shutterstock
Ilustrasi pelajar SMA. Foto: Shutterstock

Dilansir kemdikbud.go.id, hasil Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia, menunjukkan 70% pelajar usia 15 tahun masih di bawah kompetensi minimum dalam memahami bacaan dan matematika dasar, angkanya sendiri tidak ada kenaikan signifikan selama 15 tahun terakhir, lalu diperparah dengan adanya ketertinggalan belajar atau learning loss akibat pandemi.

Kondisi tersebut menjadi salah satu alasan yang kuat mengapa Kurikulum Merdeka hadir. Bagaimana fleksibelnya pelaksanaan kurikulum yang berfokus pada materi penting dan pengembangan keterampilan peserta didik menjadi utama.

Lebih merdeka, siswa dibebaskan memilih materi pelajaran sesuai minat dan bakatnya, serta tidak ada lagi peminatan IPA atau IPS.

Hal tersebut selaras dengan keunggulan yang dimilikinya. Pertama, lebih sederhana dan mendalam, di mana materinya fokus pada hal penting, serta pembelajaran akan lebih menyenangkan, tidak terburu-buru, bermakna, tetapi disesuaikan dengan perkembangan fase peserta didik.

Kedua, lebih merdeka, siswa dibebaskan memilih materi pelajaran sesuai minat dan bakatnya, serta tidak ada lagi peminatan IPA atau IPS. Ketiga, lebih relevan dan interaktif, dalam hal ini pembelajaran berbasis proyek ditekankan untuk melatih keterampilan siswa dan mencapai profil pelajar Pancasila.

Hilangnya Persepsi Kasta

Ilustrasi anak SMA belajar. Foto: Dok. Pemprov Jateng
Ilustrasi anak SMA belajar. Foto: Dok. Pemprov Jateng

Dengan salah satu keunggulan kurikulum tersebut, yakni lebih merdeka, dapat disimpulkan bahwa ada sistem yang mengatur dan menjadi pemicu, supaya persepsi kasta pada peminatan siswa harus ditiadakan. Tidak hanya mengandalkan kesadaran setiap individu. Sehingga, bukit pemisah yang menjadi batas antara IPA di atas dan IPS di bawah akan berangsur pudar.

Hal tersebut tentu menjadi angin segar bagi dunia pendidikan, terkhususnya bagi siswa. Mereka akan dapat belajar secara maksimal sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliki. Tidak perlu lagi merasa rendah diri ataupun diremehkan orang lain. Walaupun, tentu harus ada pendampingan dari berbagai pihak guna membantu siswa dalam menemukan minat dan bakatnya secara tepat.

Usaha mencerdaskan kehidupan bangsa selayaknya konsisten untuk terus dilakukan.

Dengan harapan, hasil dan prestasi belajar sang tulang punggung bangsa menjadi lebih baik. Di mana, kondisi pelajar hari ini ialah cerminan bangsa di masa depan. Terlebih, tujuh tahun lagi Indonesia memasuki bonus demografi dan kurang 22 tahun lagi, Indonesia Emas 2045 ada di depan mata. Usaha mencerdaskan kehidupan bangsa selayaknya konsisten untuk terus dilakukan.

Media files:
01gwdyxnv683qf16kdzkz6q0yt.jpg (image/jpeg)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts