Jul 23rd 2023, 06:50, by Tim kumparan, kumparanNEWS
Polda Metro Jaya mengungkap transaksi di kasus perdagangan ginjal jaringan Indonesia-Kamboja dilakukan di rumah sakit di Kamboja. Di Indonesia, jaringan ini mencari donatur atau korban melalui Facebook dengan iming-iming Rp 135 juta per ginjal.
"[Sindikat] menjanjikan uang sebesar Rp 135 juta bagi masing-masing pendonor apabila selesai melaksanakan transplantasi ginjal yang ada di Kamboja sana. Jadi setelah transplantasi beberapa hari kemudian langsung ditransfer ke rekening pribadi," kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Kamis (20/7).
Uang itu ditransfer pihak rumah sakit kepada salah satu tersangka bernama Halim, yang kemudian dibagikan ke para pendonor dan anggota sindikatnya. Untuk anggota sindikat, biasanya menerima Rp 65 juat per orang dipotong biaya operasi seperti pembuatan paspor hingga transport.
Korban pedagangan ginjal ini berasal dari latar belakang yang berbeda, mulai dari buruh hingga lulusan S2. Mereka menjual ginjalnya karena masalah ekonomi.
Identitas 12 Orang Tersangka yang Ditangkap
Ada 12 orang tersangka dalam kasus ini yang sudah berhasil ditangkap. Sembilan orang di antaranya adalah mantan pendonor yang pernah menjual ginjalnya.
Para tersangka ditangkap di tempat dan waktu yang berbeda-beda. Ada yang di Bekasi hingga di Bali. Berikut daftar para tersangka;
MAF alias L, 21 tahun, ditangkap 19 Juni 2023 di Bekasi, peran menjaga tempat penampungan di Bekasi dan mendata pendonor ginjal.
R, 26 tahun, ditangkap 19 Juni 2023 di Tol Cempaka Putih Jakarta Pusat, peran membantu pengurusan paspor pendonor ginjal.
DS alias R alias B, 30 tahun, ditangkap 20 Juni 2023 di Palembang, peran merekrut pendonor ginjal
HA alias D, 42 tahun, ditangkap 22 Juni 2023 di Bali, peran merekrut pendonor ginjal dan memberikan tiket untuk pendonor ginjal
ST alias I, 30 tahun, ditangkap 27 Juni 2023 di Bekasi, peran koordinator semua kegiatan di Indonesia dan mengantar calon pendonor ke bandara serta mencari tempat penampungan
H alias T alias A, 41 tahun, ditangkap 27 Juni 2023, peran koordinator semua kegiatan di Kamboja
HS alias H, 41 tahun, ditangkap 7 Juni 2023 di Bogor, peran membantu mengurus paspor
GS alias G, 31 tahun, ditangkap 7 Juli 2023 di Kabupaten Bekasi, peran membantu membuat paspor
EP alias E, 23 tahun, ditangkap 7 Juli 2023 di Yogyakarta, peran merekrut
LF alias L, 32 tahun, ditangkap 12 Juli 2023 di Surabaya, peran menjaga, mengawasi dan memenuhi kebutuhan pendonor selama di Kamboja
M alias D, 48 tahun, ditangkap 27 Juni 2023 di Bekasi, anggota polisi yang membantu menghindari penyidikan
AH alias A, 28 tahun, ditangkap 19 Juli 2023 di Bali, oknum Imigrasi yang membantu meloloskan korban saat di Imigrasi Bali.
Oknum Petugas Imigrasi hingga Polisi Terlibat
Dari 12 tersangka yang tertangkap, terungkap ada keterlibatan oknum polisi dan oknum petugas Imigrasi di kasus ini. Hengki menyebut oknum polisi yang terlibat, Aipda M, berusaha menghalangi penyelidikan yang dilakukan oleh tim.
"Oknum anggota Polri atas nama Aipda M. Ya, ini anggota [polisi] yang berusaha mencegah, merintangi, baik langsung maupun secara tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan oleh tim gabungan yaitu dengan cara menyuruh membuang HP, berpindah-pindah tempat yang pada intinya adalah agar menghindari pengejaran dari pihak kepolisian," ujar Hengki dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Kamis (20/7).
Sementara oknum petugas Imigrasi yang terlibat dalam kasus ini berinisial AH alias A yang pada 19 Juli 2023 di Bali. AH berperan membantu meloloskan pendonor saat pemeriksaan di Bandara Ngurah Rai.
"Dalam fakta yang kami temukan, fakta hukum, yang bersangkutan menerima uang sejumlah Rp 3.200.000 sampai dengan Rp 3.500.000 per kepala dari pendonor-pendonor yang diberangkatkan dari Bali," jelas Hengki.
Meski terlibat, namun kedua oknum ini bukan bagian dari sindikat dan tidak mengenal sindikat tersebut. Untuk keterlibatannya, kedua oknum dijerat pasal berlapis.
"Untuk oknum petugas imigrasi ini ada juga untuk layer, di luar sindikat. Ini sesuai dengan Pasal 8 UU Nomor 21 Tahun 2007, karena penyalahgunaan wewenang. Ancaman hukuman ditambah sepertiga dari pasal pokok, Pasal 2 dan Pasal 4," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko.
Sementara untuk Aipda M dijerat Pasal 22 UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Merintangi Penyidikan dengan Menyembunyikan Tersangka, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun.
Menanggapi hal ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan pihaknya tak akan ragu menghukum anggotanya yang terlibat perkara. Khususnya yang terlibat kasus perdagangan ginjal ilegal.
"Kan kita proses, makanya kita sampaikan," ujar Listyo usai pengarahan capaja TNI-Polri di Balai Sudirman, Jakarta, Jumat (21/7).
Pihaknya mengetahui apa peran yang dilakukan oleh Aipda M di kasus kriminal lintas negara tersebut. Terutama terkait upaya Aipda M menghalang-halangi penyelidikan di kasus ini.
"Bahwa selain ada sindikat, terus kemudian ada oknum Polri yang saat itu dimintai tolong oleh sindikat untuk minta perlindungan, dengan harapan kasusnya dihentikan. Namun, kan, semua kita proses, baik sindikatnya maupun oknum Polrinya sendiri kita proses. Kita proses pidana," tuturnya.
"Kalau masalah itu kita enggak pernah ragu-ragu," tegas Sigit.
Misteri Sosok Miss Huang
Dari 12 tersangka yang ditangkap, polisi menemukan sosok Miss Huang yang masih misterius. Menurut salah satu tersangka, Hanim, Miss Huang adalah perempuan berperawakan Tiongkok namun fasih berbagai bahasa dan membantu menjalankan operasi ini.
"Miss Huang itu bahasa Indonesianya lancar, bahasa Cina lancar, bahasa Kambojanya lancar. Tapi saya kurang hafal Miss Huang itu orang mana," terang Hanim kepada wartawan di Polda Metro, Jumat (21/7).
Hanim pertama kali mengenal Miss Huang saat ia hendak menjual ginjalnya di tahun 2019 silam. Saat itu Miss Huang adalah orang yang mengatur segala urusan dengan rumah sakit di Kamboja.
Setelah Hanim menjual ginjalnya, ia ditawari oleh "broker", atau orang yang membawanya menjual ginjal di Kamboja, untuk menjadi koordinator. Sejak itulah hubungannya dengan Miss Huang berubah jadi rekan kerja.
Miss Huang biasanya akan mengabari Hanim jika pihak Kamboja membutuhkan donor ginjal dengan golongan darah tertentu. Biasanya Miss Huang bisa meminta Hanim mencari 10-20 pendonor.
Di awal beroperasi sebenarnya Hanim sempat ingin berhenti karena khawatir dengan bisnis ini. Apalagi akibat bisnis ini, ia malah terjebak utang hingga Rp 700 juta karena harus menanggung kerugian rumah sakit untuk setiap pendonor yang gagal lolos pemeriksaan medis sebelum dioperasi.
"Enggak ada untung sama sekali, malah kalau dihitung ininya (uangnya) malah rugi. Saya sempat pas anak-anak (pendonor) dipulangkan karena gagal proses, saya sempat ngomong ke Miss Huang, 'Miss kalau kayak gini, saya mendingan berhenti aja. Jangan dilanjutin'," cerita Hanim.
Tapi Hanim urung mundur karena dibujuk oleh Miss Huang dan pihak Kamboja yang sudah terlanjur percaya penuh kepadanya. Meski Miss Huang tak pernah mengancam atau menekan Hanim agar tetap bertahan.
"Cuma karena mungkin brokernya lebih percaya ke saya, sama Miss Huang juga lebih percaya ke saya. Jadi mereka maksa juga buat saya nunggu di sana [Kamboja]," katanya.
Komunikasinya dengan Miss Huang akhirnya terputus saat ia tertangkap polisi. Hanim ditangkap di Bekasi pada 27 Juni 2023 lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar