Jun 11th 2023, 06:26, by Bagus Nur Alim, Bagus Nur Alim
Estetika merupakan bentuk terpenting dalam lahirnya sebuah karya sastra. Sebuah karya sastra dibuat dengan menuangkan ide secara estetis. Namun, estetika dalam karya sastra terbentuk dari beberapa dasar sudut pandang yang subjektif. Sehingga sebuah sastra hanya dapat dikatakn estetis apabila penikmat mampu memahami isi dan mendapatkan sisi estetis karya sastra tersebut.
Jika kembali merujuk kata estetika dalam KBBI maka didapati sebuah pengertian menelaah dan membahas seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya. Sebuah seni yang tercipta atas dasar keindahan, hanya dapat diresapi bagi siapa pun yang peka terhadap rasa estetis tersebut. Semua alasan bisa menjadi standar taraf estetika subjektif, mulai dari motif dan formula sastra, latar belakang pelaku seni, konteks seni dibuat, dan lainnya.
Namun yang menjadi persoalan di sini, apakah persoalan estetika harus terkait etika? Kedua hal ini termasuk dalam kajian aksiologi dalam cabang filsafat, tapi memiliki fokus yang berbeda. Estetika memiliki fokus terhadap seni dan keindahan, etika memiliki fokus terhadap moralitas.
Dalam ranah estetika, mempersoalkan keindahan dalam sebuah seni. Jika melihat etika, maka akan didapati sebuah pembahasan tentang baik dan buruk suatu hal serta moralitas. Dari kedua fokus ini telah nampak bahwa kedua hal ini yaitu estetika dan etika sebenarnya bisa saling berdiri sendiri.
Untuk menjawab apakah estetika harus terkait dengan etika, tentunya banyak argumentasi dan alasan untuk saling mengaitkan ataupun menolaknya. Jika melihat hal tersebut dari konteks ke-Indonesiaan, maka dasar negara dipenuhi dengan etika yang disiplin. Etika adalah jiwa dari kebersatuan dalam keberagaman, dengan berbagai nilai-nilai moralitas yang tertanam dalam pancasila dan perundang-undangan.
Maka dari itu, tidaklah salah apabila estetika dan etika saling terkait atau terintegrasi. Karena sebuah seni yang estetis jika menyalahi etika dalam konteks ke-Indonesiaan maka tidak akan bisa diterima dengan baik. Selagi seni itu masih bisa menaruh nilai moral, kenapa harus menghilangkan atau bahkan menyalahi moralitas.
Tapi jika dikembalikan kepada konsep dasar estetika dan etika, keduanya bisa saling berdiri sendiri dalam kajian aksiologi. Seni bisa dibiarkan terfokus pada keindahan semata. Sehingga seluruh hal yang baik dan buruk itu dimusnahkan dalam konteks sastra.
Sebenarnya mengenai estetika dan etika baik terkait maupun tidak memiliki konsekuensinya tersendiri. Jika dalam lingkungan yang menjunjung tinggi moralitas maka yang lebih diterima adalah seni yang tidak hanya estetis, melainkan juga etis. Sedangkan dalam konteks lingkungan yang bebas, seperti di kalangan pembuat sastra dan lingkungan yang moderat, maka sebuah seni akan dapat diterima dengan melepas perspektif baik dan buruk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar