Tim Gabungan Aremania (TGA) bersama keluarga korban tragedi Kanjuruhan mendatangi Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kejati Jatim), Selasa (9/5). Mereka meminta kejelasan terkait restitusi untuk korban sebesar Rp 8,8 miliar.
Pendamping hukum TGA, Anjar Nawan Yusky, mempertanyakan kenapa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak memasukkan poin restitusi dalam tuntutan lima terdakwa tragedi Kanjuruhan.
Menurut Anjar, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) telah mengirimkan surat penyampaian laporan penilaian restitusi Nomor: R- 427/4.1.PPP/LPSK/02/2023 kepada Kejati Jatim pada Senin (20/2).
"Kami tahu sudah ada surat LPSK yang dilayangkan ke Kejaksaan di Jatim, yang harapannya itu sebenarnya bisa dimasukkan pada tuntutan pidana," kata Anjar saat ditemui di Kejati Jatim, Selasa (9/5).
"Tapi ternyata pada tuntutan pidana, itu hilang," ujar Anjar.
Dia menjelaskan, LPSK meminta jaksa untuk menuntut para terdakwa agar membayar restitusi sebesar Rp 8.859.043.333 sebagai pengganti kerugian kepada 42 korban atas peristiwa tragedi Kanjuruhan ini.
Anjar menjelaskan, pembayaran restitusi itu dibebankan sepenuhnya kepada PT Liga Indonesia Baru (LIB) melalui lima terdakwa.
Cuma Gara-gara Masalah Administratif?
Nyatanya poin restitusi itu tak disampaikan jaksa saat tuntutan lima terdakwa. Alasannya, surat dari LPSK tersebut tak bisa diakomodir karena masalah administratif.
"Dari klarifikasi tadi kami mendapatkan jawaban bahwa ternyata restitusi itu tidak dicantumkan pada surat tuntutan. Alasannya, teknis administratif," ujar Anjar.
Anjar menerangkan, Kejati Jatim baru menerima surat dari LPSK usai sidang pembacaan tuntutan dua terdakwa dari Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno. Keduanya dituntut pada Jumat (3/2).
Kejati Jatim juga beralasan surat itu mepet dengan sidang tuntutan tiga terdakwa dari anggota Polri pada Kamis (23/2).
"LPSK mengirimkan surat ini ternyata sudah lewat saat dua terdakwa dituntut, di awal bulan Februari. Surat dari LPSK ini juga baru masuk ke sini tanggal 22 Februari dan untuk tiga terdakwa Polri," kata Anjar.
Maka dari itu, keluarga korban menanyakan kepada Kejati Jatim untuk tetap mengajukan permohonan restitusi ini setelah putusan lima terdakwa berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Permohonan restitusi setelah inkrah ini telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi Kepada Korban Tindak Pidana.
"Tapi setelah pendiskusian tadi di atas, kami juga sama-sama pelajari aturan hukumnya. Pada intinya tetap ada jalan keluarnya. Artinya, apa yang menjadi hak para keluarga korban tidak hangus, kami tetap akan ajukan pascaputusan itu inkrah," kata Anjar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar