Search This Blog

Literasi Inklusif untuk Penyelesaian Masalah Sosial

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Literasi Inklusif untuk Penyelesaian Masalah Sosial
Nov 8th 2025, 08:00 by Taufiq A Gani

Pengunjung membaca buku di Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Jakarta, Jumat (7/2/2025). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO
Pengunjung membaca buku di Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Jakarta, Jumat (7/2/2025). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO

Pertemuan antara Menteri Sosial Saifullah Yusuf dan Kepala Perpustakaan Nasional E. Aminudin Aziz pada tanggal 4 November 2025 telah melahirkan sebuah arah baru, yaitu penggunaan pendekatan literasi inklusif dalam penyelesaian masalah sosial. Kesepakatan ini menandai perubahan paradigma dari pemberian bantuan semata menjadi pembangunan kapasitas berpikir masyarakat.

Sebagai bagian dari Pusat Pengembangan Perpustakaan Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi (P3SMPT) Perpusnas, saya melihat bagaimana kolaborasi ini tumbuh dari gagasan ke arah implementasi. Sekolah Rakyat yang digagas Kemensos kini mulai disiapkan bukan hanya sebagai ruang belajar alternatif, melainkan juga sebagai pusat literasi sosial.

Saya yakin bahwa jika dihidupkan secara inklusif, literasi akan mampu menjadi jembatan keluar dari kemiskinan ekstrem. Literasi bukan hanya kemampuan membaca dan menulis, melainkan kemampuan memahami, mengelola, dan menggunakan informasi untuk memperbaiki hidup.

Menteri Sosial dan Ka. Pepusnas tegaskan Literasi Inklusif untuk Penyelesaian Masalah Sosial. Gambar Koleksi Perpusnas
Menteri Sosial dan Ka. Pepusnas tegaskan Literasi Inklusif untuk Penyelesaian Masalah Sosial. Gambar Koleksi Perpusnas

Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025 mencatat tingkat kemiskinan ekstrem Indonesia sebesar 0,85%, atau sekitar 2,38 juta orang. Angka ini memang menurun, tetapi target pemerintah untuk mencapai nol persen kemiskinan ekstrem belum tercapai. Kelompok masyarakat yang berada pada desil 1 dan desil 2 masih menjadi yang paling rentan terhadap guncangan ekonomi dan sosial.

Kemiskinan ekstrem tidak berdiri sendiri. Ia berakar pada rendahnya pendidikan, keterbatasan gizi, dan minimnya keterampilan kerja. Banyak anak dari keluarga miskin berhenti sekolah bukan karena malas, melainkan tak ada biaya dan dukungan belajar di rumah. Di sisi lain, orang tua mereka bekerja di sektor informal dengan penghasilan tak menentu, membuat mereka terjebak dalam lingkaran ketergantungan sosial.

Di titik inilah literasi menjadi kunci. Literasi membuka pintu untuk memahami hak, mengakses layanan publik, dan mengambil keputusan yang rasional. Ketika kemampuan literasi meningkat, peluang keluar dari kemiskinan pun terbuka lebih lebar.

Kemiskinan ekstrem bukan hanya soal angka, tapi kisah manusia yang berjuang mempertahankan harapan di tengah keterbatasan. Setiap pelukan menyimpan cerita bertahan hidup yang tidak terlihat dalam statistik. Gambar AI Freepik
Kemiskinan ekstrem bukan hanya soal angka, tapi kisah manusia yang berjuang mempertahankan harapan di tengah keterbatasan. Setiap pelukan menyimpan cerita bertahan hidup yang tidak terlihat dalam statistik. Gambar AI Freepik

Sekolah Rakyat dan Ekosistem Literasi Berbasis Kawasan

Kolaborasi antara Kemensos dan Perpusnas memunculkan konsep literasi inklusif berbasis kawasan di mana Sekolah Rakyat, Perpustakaan Desa, dan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) di sekitar wilayahnya dihubungkan dalam satu ekosistem pengetahuan. Tujuannya sederhana, tetapi strategis: agar intervensi sosial tidak berhenti di ruang kelas, tetapi menjalar ke lingkungan masyarakat.

Dalam tahap perencanaan, Sekolah Rakyat dipastikan akan memiliki perpustakaan yang hidup dan partisipatif. Ruang baca sederhana dirancang agar dapat menjadi tempat berkumpulnya guru, relawan, dan kader masyarakat. Perpustakaan di Sekolah Rakyat ingin dijadikan sebagai ruang sosial yang hidup, tempat anak-anak membaca dan relawan mengajar dengan cara yang menyenangkan.

Saya percaya, literasi tidak tumbuh karena bangunan megah, tetapi karena keterlibatan sosial yang terbuka. Ketika guru, orang tua, dan masyarakat ikut menata dan memanfaatkan perpustakaan, di situlah literasi menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Kepala Perpusnas E. Aminuddin Aziz dalam raker dengan Komisi X DPR di Senayan, Kamis (13/2/2025). Foto: YouTube Komisi X Channel
Kepala Perpusnas E. Aminuddin Aziz dalam raker dengan Komisi X DPR di Senayan, Kamis (13/2/2025). Foto: YouTube Komisi X Channel

Kepala Perpusnas juga menyebutkan bahwa akan menyiapkan Relawan Literasi Masyarakat (Relima) untuk mendukung inisiatif ini. Para relawan, yang kini tersebar di berbagai provinsi, berperan sebagai pendamping kegiatan literasi di sekolah dan komunitas sekitar. Mereka menghidupkan kegiatan membaca, diskusi, dan pelatihan sederhana sesuai konteks sosial wilayahnya.

Literasi sebagai Jalan Pemberdayaan Sosial

Kemiskinan ekstrem tidak dapat diselesaikan dengan bansos dan pelatihan kerja jangka pendek semata. Permasalahan sosial, yang bersumber dari ketimpangan informasi, hanya bisa diatasi dengan memperkuat kapasitas berpikir dan kecakapan literasi masyarakat.

Melalui literasi inklusif, warga belajar untuk memahami dan mengelola kehidupannya secara mandiri. Mereka bukan hanya menjadi penerima bantuan, melainkan juga subjek yang aktif mencari solusi. Literasi memberi mereka kemampuan untuk membaca peluang, menulis harapan, dan menafsirkan masa depan dengan lebih optimistis.

Ilustrasi Guru Mengajar di Sekolah Rakyat. Foto: Kemendikdasmen
Ilustrasi Guru Mengajar di Sekolah Rakyat. Foto: Kemendikdasmen

Melalui Sekolah Rakyat, literasi menjadi bagian dari strategi nasional untuk menghapus kemiskinan ekstrem. Ia tidak hanya memperbaiki kemampuan baca, tetapi membangun kesadaran kritis dan kemandirian sosial.

Target nol persen kemiskinan ekstrem tidak akan tercapai hanya dengan menambah jumlah bantuan. Ia baru bisa diwujudkan jika seluruh warga memiliki akses setara terhadap pengetahuan dan kesempatan belajar sepanjang hayat.

Apa yang sedang dirancang bersama oleh Kementerian Sosial dan Perpustakaan Nasional adalah sebuah model baru: literasi sebagai instrumen pemberdayaan sosial. Perpustakaan Sekolah Rakyat ingin membuktikan bahwa penyelesaian masalah sosial dapat dimulai dari hal paling sederhana—membuka buku, membaca bersama, dan membangun harapan di tengah keterbatasan.

Media files:
01k97n6nqrbt054z7bjc6g0sm8.jpg image/jpeg,
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar