Gedung Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Provinsi Lampung | Foto : Eka Febriani / Lampung Geh
Lampung Geh, Bandar Lampung — Seorang warga Bandar Lampung bernama Nul (26) mengeluhkan kebijakan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) yang mewajibkan pembayaran untuk layanan visum et repertum, meski visum tersebut digunakan untuk kepentingan penyidikan tindak pidana.
Peristiwa itu terjadi pada Sabtu (4/10). Berdasarkan video yang diterima Lampung Geh, Nul mengungkapkan dirinya merupakan korban pengeroyokan dan datang ke RSUDAM dengan membawa surat pengantar resmi dari Polresta Bandar Lampung.
Kasusnya telah terdaftar dengan Nomor LP/B/1455/X/2025/SPKT/Polresta Bandar Lampung/Polda Lampung.
Namun, saat hendak dilakukan pemeriksaan, salah satu petugas rumah sakit menyampaikan layanan visum tidak ditanggung oleh negara dan pasien diwajibkan membayar biaya umum.
"Kalau misalkan pasiennya visum itu tidak bisa ditanggung oleh negara. Kalau memang pasien visum itu bayar umum, berdasarkan peraturan dari rumah sakit," ujar salah satu petugas RSUDAM dalam rekaman yang ada.
Menurut penjelasan petugas, rumah sakit memiliki kebijakan tarif sekitar Rp500.000 per orang untuk layanan visum.
Mendengar hal itu, Nul mengaku terkejut. Ia menilai visum yang berkaitan dengan proses hukum seharusnya diberikan secara gratis.
Hal itu berdasarkan ketentuan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) pasal 136 yang tegas menyatakan, semua biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pemeriksaan (penyidikan) ditanggung oleh negara.
Sehingga, biaya visum sebagai bagian dari kepentingan penegakan hukum pidana dibebankan kepada anggaran negara, bukan dari uang pribadi korban. Jadi RSUDAM sebagai rumah sakit milik pemerintah daerah semestinya mengikuti aturan tersebut.
"Bayangkan saya sudah jadi korban tindak pidana, tapi harus terbebani lagi dengan biaya visum," kata Nul.
Nul menjelaskan, dirinya bahkan harus berutang untuk membayar biaya tersebut karena pihak rumah sakit menolak melakukan visum jika tidak ada pembayaran.
Ia khawatir, tanpa hasil visum, kasus pengeroyokan yang dialaminya sulit dibuktikan secara hukum.
"Bayangkan orang itu tidak punya uang, sudah jadi korban penganiayaan, ia juga bakal jadi korban ketidakadilan karena proses hukumnya tidak berjalan akibat tidak adanya visum," ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak RSUDAM belum memberikan keterangan resmi terkait dasar kebijakan visum berbayar tersebut. (Cha/Put)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar