Jan 14th 2025, 12:10, by M Fadhil Pramudya P, kumparanNEWS
Sidang putusan sela terdakwa Heru Hanindyo terkait kasus vonis bebas Ronald Tannur, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/1/2025). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan eksepsi atau nota keberatan yang diajukan oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pemvonis bebas Ronald Tannur, Heru Hanindyo, tidak dapat diterima.
Hal itu disampaikan saat persidangan lanjutan Terdakwa Heru Hanindyo dengan agenda putusan sela, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (14/1).
"Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum Terdakwa Heru Hanindyo tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Hakim Teguh Santoso saat membacakan amar putusan sela, Selasa (14/1).
Majelis Hakim menyebut bahwa eksepsi atau keberatan yang dipaparkan oleh penasihat hukum Heru Hanindyo telah memasuki pokok perkara.
"Menurut hemat Majelis Hakim, eksepsi atau nota keberatan penasihat hukum Terdakwa telah memasuki pokok perkara, sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut dalam persidangan," kata Hakim Teguh.
Terdakwa dugaan kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tannur, hakim PN Surabaya Heru Hanindyo berjalan usai mengikuti sidang agenda pembacaan nota pembelaan (eksepsi) terhadap dakwaan dari JPU di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (2/1/2025). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
Dengan begitu, persidangan untuk perkara yang menjerat Heru Hanindyo sebagai Terdakwa dalam kasus vonis bebas Ronald Tannur berlanjut ke agenda pembuktian.
"Memerintahkan Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara nomor 106/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt.Pst atas nama Terdakwa Heru Hanindyo," ucap Hakim Teguh.
Dalam eksepsinya, Heru Hanindyo meminta Majelis Hakim memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar safe deposit box (SDB) yang disita oleh penyidik dikembalikan kepadanya.
Heru membantah bahwa SDB itu berisi uang yang disimpan untuk menerima gratifikasi. Menurutnya, SDB tersebut justru berisi warisan dari orang tuanya.
Adapun dalam persidangan, Heru didakwa menerima suap dan gratifikasi. Untuk suap, Heru didakwa bersama dua hakim PN Surabaya lainnya, yakni Erintuah Damanik dan Mangapul, sebesar Rp 4,6 miliar.
Jaksa menyebut bahwa salah satu rincian penerimaan suap itu yakni saat Erintuah menerima uang sejumlah SGD 140.000 dengan pecahan SGD 1.000 dari Lisa Rachmat yang merupakan pengacara Ronald Tannur. Penyerahan uang itu terjadi di Gerai Dunkin Donuts Bandara Jenderal Ahmad Yani Semarang, pada awal Juni 2024.
Usai uang tersebut diterima, Erintuah pun sepakat untuk membagi-bagikan uang itu bersama Heru Hanindyo dan Mangapul. Pembagian uang suap itu terjadi di ruang kerja hakim.
Rinciannya, masing-masing untuk Terdakwa Heru Hanindyo sebesar SGD 36.000, untuk Erintuah Damanik sebesar SGD 38.000, dan untuk Mangapul sebesar SGD 36.000. Sedangkan, sisanya sebesar SGD 30.000 disimpan oleh Erintuah Damanik.
Tak hanya itu, mereka juga didakwa menerima gratifikasi terkait jabatannya sebagai hakim. Jumlah gratifikasi yang diterima masing-masing hakim tersebut beragam.
Gratifikasi yang diterima Heru berupa uang dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing. Jumlahnya ditaksir mencapai Rp 835,5 juta. Berikut rinciannya:
Uang senilai Rp104.500.000 (Rp 104,5 juta);
Uang senilai USD 18.400 (setara dengan Rp298.206.960 atau Rp 298,2 juta);
Uang senilai SGD 19.100 (setara dengan Rp227.859.944 atau Rp 227,8 juta);
Uang senilai ¥100.000 (setara dengan Rp10.318.000 atau Rp 10,3 juta);
Uang senilai €6000 (setara dengan Rp100.953.360 atau Rp 100,9 juta); dan
Uang tunai SR 21.715 (setara dengan Rp93.707.990,05 atau Rp 93,7 juta).
Akibat perbuatannya, Heru didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia juga didakwa melanggar Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar