Oct 6th 2024, 13:00, by Abdul Latif, kumparanBISNIS
Afif terpaksa harus merasakan kehidupan yang berat mendekat hari bahagianya. Tabungan untuk pernikahan yang telah bertahun-tahun ia kumpulkan semakin tergerus bukan untuk acara pernikahan, melainkan untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.
Ia kehilangan pekerjaan tetap sebelum resepsi pernikahan. Mau tak mau acara pernikahan tetap digelar dengan uang tabungan yang ada.
Namun, masalah semakin runyam ketika tabungan semakin menipis usai pernikahan. Sehari-hari Afif mengetatkan ikat pinggang hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
"Paling berat itu kalau istri udah nanya 'malem makan apa? aku rebus telur aja deh' berat banget. Sakit denger istri ngomong gitu. Akhirnya sering ada momen saya sengaja diet buat kontrol pengeluaran sekalian nge-push angka timbangan," kata Afif kepada kumparan, Sabtu (6/10).
Meski tabungan kian tergerus, setidaknya Afif dan istrinya masih memiliki pekerjaan lepas (freelance) yang selalu datang di saat-saat krusial.
"Ketika saya lagi enggak ada pekerjaan freelance, istri saya ada pendapatan yang cukup besar dari freelance, dia yang akhirnya mampu memenuhi kebutuhan setelah anak saya lahir,' ungkapnya.
lelaki lain, Candra mengisahkan situasinya yang tidak kalah sulit. Candra juga merupakan korban PHK dari perusahaan teknologi di Jakarta.
ia pun mulai bergantung pada sisa tabungannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebetulan, Chandra turut memiliki passive income dari investasi saham.
Hanya saja memang penghasilan dari investasi saham tidak lantas dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Candra menggantungkan hidupnya dengan beragam promo makanan di aplikasi online.
Menurutnya, itu adalah salah satu cara bertahan hidup selama menjadi jobseeker.
"So far aku ngandelin promo grab food dan go food untuk makan. Bisa hemat up to Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu per hari," kata Candra.
Cerita Afif dan Chandra menggambarkan betapa maraknya fenomena masyarakat makan tabungan di tengah kondisi ekonomi serba sulit dan PHK massal di mana-mana.
Bagaimana sebenarnya fenomena makan tabungan di masyarakat ini?
Tren Tabungan Masyarakat Kian Tergerus
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat pertumbuhan yang paling rendah dalam kategori tabungan di bawah Rp 1 juta. Menurut Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, segmen ini hanya tumbuh sebesar 0,72 persen sepanjang 2024.
Data tersebut mengindikasikan bahwa masyarakat dengan tabungan kecil lebih rentan terhadap tekanan ekonomi dan berisiko kehabisan dana.
Sebaliknya, kategori tabungan Rp 1 juta hingga Rp 50 juta masih menunjukkan tren pertumbuhan yang positif. Namun, ada indikasi bahwa tekanan ekonomi mulai mengikis tabungan dalam segmen ini.
Terutama karena adanya peningkatan belanja yang tidak seimbang dengan pendapatan. Sementara itu, data terbaru dari Mandiri Spending Index (MSI) pada kuartal ketiga 2024, terjadi tren peningkatan belanja masyarakat yang cukup signifikan, namun diiringi dengan penurunan jumlah tabungan.
Khususnya di kalangan kelas menengah. Indeks belanja masyarakat di bulan September 2024 tercatat mencapai 229,5, meningkat sebesar 7,9 persen dibandingkan Agustus 2024 dan 12,5 persen lebih tinggi dari bulan Juli 2024.
Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun belanja masyarakat terus meningkat, terutama untuk kebutuhan sehari-hari, kondisi tabungan cenderung menurun.
Indeks belanja harian mencerminkan pengeluaran masyarakat yang terus bertambah, sementara indeks tabungan per kapita menunjukkan tren penurunan pada kelompok dengan tabungan di bawah Rp 10 juta.
Peningkatan belanja terkait gaya hidup, seperti olahraga, hiburan, dan perawatan kecantikan, turut menjadi sorotan dalam MSI. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian masyarakat masih mengutamakan aspek gaya hidup, meskipun kondisi finansial menurun.
Fenomena Makan Tabungan Akan Terus Berlanjut
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, memproyeksi fenomena makan tabungan akan terus berlanjut. Dalam jangka panjang, hal ini bisa berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan ketimpangan.
"Data Mandiri Spending Index menunjukkan bahwa tabungan mulai menurun sejak April 2023, artinya pola makan tabungan mulai terjadi saat itu. Melihat tren belakangan ini, hal ini terus berlanjut hingga sekarang, bahkan berpotensi berlanjut untuk tahun-tahun mendatang," kata Wija.
Wija menyebut, nantinya masyarakat ekonomi menengah bawah akan semakin tertinggal, sementara kelas menengah atas yang memiliki sumber daya lebih baik akan tetap bertahan. Ketimpangan ini tidak hanya dalam hal ekonomi, tetapi juga dalam kualitas hidup, termasuk pendidikan, kesehatan, dan peluang sosial.
Fenomena ini juga akan berdampak pada sektor-sektor tertentu, terutama yang tergolong kebutuhan tersier dan sekunder, seperti industri hiburan, properti, pendidikan, dan kesehatan.
Ketika masyarakat mulai mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan ini, sektor-sektor tersebut akan mengalami penurunan pendapatan, yang pada akhirnya mempengaruhi perekonomian secara keseluruhan.
Namun ada ke kekhawatiran lain di balik tren makan tabungan bagi Wija. menyebut mulai terlihat fenomena doom spending di kalangan generasi muda, terutama Gen Z.
Mereka cenderung mempertahankan pola konsumsi meskipun keuangan menipis, yang pada akhirnya bisa memicu masalah terkait pinjaman online (pinjol) dan kredit macet.
"Sebagian, khususnya Gen-Z, akan semakin terjerat dalam fenomena doom spending. Mereka akan tetap melakukan spending sehingga ledakan permasalahan terkait pinjol dan kredit macet berpotensi menjadi fenomena susulan," tuturnya.
Tips Mengelola Keuangan
Perencana Keuangan Andy Nugroho memberikan beberapa tips penting untuk membantu masyarakat mengelola keuangan mereka dengan lebih bijak. Khususnya bagi mereka yang baru saja kehilangan pekerjaan.
Menurut Andy, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengatur pengeluaran dengan cermat dan memprioritaskan kebutuhan yang benar-benar penting.
"Pengeluaran harus benar-benar diutamakan untuk kebutuhan wajib dan sangat penting. Misalnya, cicilan KPR, cicilan kendaraan bermotor, atau cicilan utang lainnya yang bersifat wajib," kata Andy.
Andy menyebut, cicilan rumah dan kendaraan harus diprioritaskan karena jika tidak dibayar, ada risiko penyitaan. Selain itu, kebutuhan lain seperti uang sekolah anak, token listrik, air, dan biaya sewa rumah juga harus menjadi prioritas.
Andy juga menegaskan pentingnya pengelolaan biaya makan. Meski makan merupakan kebutuhan pokok, dia menilai, masyarakat yang terkena PHK dapat menurunkan kualitas belanja bahan makanan.
"Kita bisa mengurangi jajanan, atau memilih bahan makanan yang lebih terjangkau. Masak di rumah juga bisa menjadi cara yang lebih hemat," ujarnya.
Bagi mereka yang kesulitan membayar cicilan, Andy menyarankan agar segera bernegosiasi dengan pihak bank atau lembaga kredit untuk mencari keringanan.
"Kalau tidak mampu bayar cicilan KPR, segera hubungi bank untuk menegosiasikan jeda pembayaran atau keringanan lainnya," sarannya.
Jika benar-benar terdesak, pelepasan aset seperti kendaraan juga bisa menjadi pilihan untuk mencegah pengeluaran lebih lanjut. Selain itu, Andy menyarankan untuk mempertimbangkan aset yang dimiliki sebagai sumber penghasilan sementara.
"Misalnya, gunakan mobil atau motor yang ada untuk ojek online, taksi online, atau kurir. Aset yang ada bisa digunakan untuk mencari penghasilan tambahan," kata dia.
Bagi mereka yang ingin memulai usaha kecil, Andy merekomendasikan menggunakan tabungan secara hati-hati. Beberapa ide usaha yang bisa dilakukan termasuk jualan makanan, pakaian, atau bisnis kecil lainnya yang dapat dimulai dengan modal terbatas.
"Kalau mau mulai bisnis, gunakan maksimal 30 persen dari tabungan yang ada. Jangan terlalu banyak, karena kita masih harus bergantung pada tabungan ini untuk kebutuhan sehari-hari," tutur dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar