Sep 7th 2024, 17:44, by Hutri Dirga Harmonis, kumparanWOMAN
Lagi, perempuan kembali menjadi korban kekerasan domestik dari pasangannya. Kali ini kabar duka datang dari seorang atlet maraton asal Uganda yang berkiprah di Olimpiade Paris 2024 lalu, Rebecca Cheptegei. Ia meregang nyawa setelah dibakar oleh kekasihnya sendiri.
People melansir, Rebecca mengalami luka bakar 75 persen di sekujur tubuhnya setelah disiram bensin lalu dibakar oleh kekasihnya, Dickson Ndiema di Trans Nzoia, Kenya Barat, Minggu (1/9).
Polisi setempat, Jeremiah ole Kosiom, menyebut aksi keji itu terjadi usai Rebecca dan Dickson terlibat pertengkaran soal tanah tempat rumah sang atlet di bangun. Selama konflik itu, Dickson diduga menyiramkan cairan ke tubuh Rebecca sebelum akirnya menyulut api dan membakarnya.
"Dickson diyakini menyelinap ke kompleks perumahan Rebecca sekitar pukul 2.00 siang pada hari Minggu saat Rebecca dan anak-anaknya pergi ke gereja. Setelah mereka kembali, Dickson yang telah membeli bensin mulai menyiramkannya ke Rebecca sebelum ia membakar kekasihnya itu," ujar Jeremiah kepada The Standard.
Insiden itu mengakibatkan Dickson dan Rebecca sama-sama mengalami luka bakar serius dan dilarikan ke Moi Teaching and Referral Hospital untuk mendapatkan perawatan khusus.
Rebecca meninggal dunia karena gagal organ
Setelah dirawat di rumah sakit selama empat hari, Rebecca dilaporkan meninggal dunia pada Kamis (5/9) akibat kegagalan organ penuh karena luka bakarnya yang sangat parah. Direktur Layanan Klinis dan Bedah di rumah sakit tempat sang atlet dirawat, Dr. Owen Menach mengonfirmasi bahwa Rebecca menghembuskan napas terakhirnya pada pukul 5 pagi di usia 33 tahun.
Sementara itu, konsultan di rumah sakit tersebut, Dr. Kimani Mbugua mengungkapkan bahwa sistem di tubuh Rebecca benar-benar rusak akibat luka bakar yang membuatnya tidak bisa diselamatkan.
"Sebagian besar sistem tubuhnya benar-benar rusak setelah luka bakar. Kerusakan sudah terjadi saat dia dibawa ke rumah sakit. Jadi kami mencoba untuk mendukung organ-orang itu sebaik mungkin. Namun sayangnya itu di luar kemampuan kami," ujar Kimani seperti dikutip dari The Guardian.
Kasus kekerasan terhadap perempuan marak di Kenya
Meninggalnya Rebecca mengejutkan negara asalnya, Uganda dan Kenya tempat ia berlatih sebagai atlet selama ini. Menteri Olahraga Uganda, Peter Ogwang, bahkan mengecam aksi keji yang menimpa Rebecca dan meminta pihak berwenang untuk segera melakukan penyelidikan mendalam.
Kekerasan terhadap atlet perempuan dan perempuan pada umumnya kembali menjadi sorotan usai kematian Rebecca. Ya, Ladies, sang atlet Olimpiade itu bukanlah satu-satunya perempuan korban kekerasan di Kenya.
Pada tahun 2021 misalnya, pelari jarak jauh Kenya, Agnes Tirop juga menjadi korban penghilangan nyawa dengan cara ditikam di rumahnya sendiri di daerah Elgeyo-Marakwet. Tahun berikutnya, atlet maraton Damaris Mutua juga ditemukan meninggal di rumah kekasihnya, dengan laporan postmortem yang membuktikan bahwa ia kehilangan nyawa karena dicekik. Dari dua kasus tersebut, polisi kemudian mengidentifikasi kekasih mereka sebagai tersangka utama.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah yang umum di Kenya. Studi yang dilakukan oleh Kenya National Bureau Of Statistics pada tahun 2022 menemukan bahwa 34 persen anak perempuan dan perempuan usia 15-49 tahun telah mengalami kekerasan fisik sejak usia muda. Kasus kekerasan berbasis gender merajalela di Kenya dan selama ini seringnya tidak mendapatkan perhatian yang semestinya dari penegak hukum sehingga para pelaku lolos begitu saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar