Aug 18th 2024, 10:17, by Wisnu Prasetiyo, kumparanNEWS
Ratusan laporan pengaduan telah diterima oleh Bawaslu sejak ramainya isu pencatutan KTP untuk mendukung paslon gubernur independen Dharma Pongrekun-Kun Wardhana Abyoto.
Bawaslu mengatakan akan bertindak tegas sesuai peraturan perundang-undangan apabila ditemukan adanya pelanggaran.
"Data yang masuk (laporan pengaduan) sudah ada ratusan. Jika nantinya ditemukan pelanggaran, kami pasti tindak tegas sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ujar Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu DKI Jakarta Benny Sabdo, Minggu (18/8).
Pelanggaran yang dimaksud bisa terdiri dari beberapa Undang-undang. Saat ini tim khusus tengah melakukan pendalaman.
"Untuk kategori pelanggaran dapat diidentifikasi antara lain tindak pidana pemilihan, pelanggaran administrasi pemilihan, serta pelanggaran peraturan hukum lainnya (baik pidana umum maupun pidana khusus)," ungkap Benny
Bawaslu juga sampaikan apresiasi terhadap sikap masyarakat Jakarta yang telah berpartisipasi dalam menciptakan Pilkada yang jujur dan adil
"Kami juga mengapresiasi masyarakat DKI Jakarta telah berpartisipasi untuk menciptakan Pilkada yang luber dan jurdil," tutur dia.
Sementara itu, menurut Ketua Divisi Teknis Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Dody Wijaya, isu pencatutan yang saat ini terjadi tidak serta-merta membatalkan pencalonan.
Dharma-Kun sudah dinyatakan oleh KPU Jakarta memenuhi syarat (MS) sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur jalur perseorangan usai melakukan rapat pleno verifikasi faktual pada 15 Agustus 2024.
"Proses ini tidak ujug-ujug ya, misalkan ada satu yang ternyata datanya itu tidak memenuhi syarat misalnya, kan tidak sama dengan membatalkan proses keseluruhan," kata Dody Wijaya di Gedung KPU DKI Jakarta, Jakarta Selatan, Jumat (17/8).
Terkait dengan adanya dugaan pencatutan NIK dalam KTP sejumlah warga Jakarta, Dody menunggu rekomendasi dari Bawaslu yang mengusut dugaan pelanggaran pemilu.
"Kami timbang seperti apa nanti rekomendasi dari Bawaslu," kata dia.
Detail Aturannya
Pengajar pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini menyebut manipulasi dukungan diatur di UU No. 8 Tahun 2015 dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Tepatnya di Pasal 185.
Berikut bunyi Pasal 185:
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau menggunakan identitas diri palsu untuk mendukung pasangan calon perseorangan menjadi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati dan calon Wakil Bupati, dan calon Wali kota dan calon Wakil Wali kota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
"Bahkan penyelenggara pemilu yang terbukti tidak melakukan verifikasi atas dukungan calon perseorangan juga diancam pidana penjara dan denda sebagaimana diatur dalam UU Pilkada," kata Titi.
Selanjutnya ada aturan lain tepatnya di Pasal 186 ayat (2) UU 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Anggota PPS, anggota PPK, anggota KPU Kabupaten/Kota, dan anggota KPU Provinsi yang dengan sengaja tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi terhadap calon perseorangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar