Search This Blog

Kuldesak: 'Kulakukan untuk Mendesak', Revolusi Industri Film Nasional

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
Kuldesak: 'Kulakukan untuk Mendesak', Revolusi Industri Film Nasional
May 11th 2024, 18:00, by Alexander Vito Edward Kukuh, kumparanHITS

Film Kuldesak. Foto: Poplicist
Film Kuldesak. Foto: Poplicist

Bagi sebagian orang, Kuldesak merupakan film cult classic yang sangat berpengaruh bagi industri kreatif dan perfilman di Indonesia. Namun, di generasi sekarang, mungkin banyak orang tidak menyadari hal tersebut dan hanya mengetahui Kuldesak dari lagu yang dipopulerkan Ahmad Dhani dan Andra Ramadhan.

Kuldesak merupakan film yang digarap oleh empat filmmaker ternama, Riri Riza, Nan Achnas, Mira Lesmana, dan Rizal Mantovani. Di kala itu, nama mereka belum setenar sekarang dan Mira bahkan menjelaskan, di Indonesia era '90-an, filmmaker yang terkenal di Indonesia dan dunia hanya Garin Nugroho.

"Ketika muncul, kami ini cuma anak-anak baru yang tengil dan sok tahu, tapi kami punya passion untuk membuat film. Karena itu, semua mata di dunia melihat dan waktu itu kita kan bikinnya tanpa izin, it was an underground movement," kata Mira di Udine, Italia, beberapa waktu lalu.

"Karena, dulu itu ada peraturan yang sangat mempersulit untuk orang-orang bikin film dan kita memutuskan, ini enggak bisa, we have to do something, kita dobrak aja semua aturan dan bikin film ini secara diam-diam," lanjutnya.

Mira sempat menjelaskan bahwa Kuldesak di zamannya sempat dipelesetkan menjadi 'Kulakukan Dengan Terdesak' oleh kru film yang kala itu bekerja tanpa dibayar. Namun, setelah ditelisik, keberadaan film ini justru menjadi peluru pertama sineas Indonesia untuk mendesak revolusi perfilman Indonesia.

Film Kuldesak. Foto: Poplicist
Film Kuldesak. Foto: Poplicist

Buku Rebel Without a Crew Jadi Modal Kenekatan

Secara ide kreatif, Riri Riza menjelaskan bahwa Kuldesak menjadi film pertama dengan topik yang sangat anak muda. Padahal, sebelumnya film Indonesia tidak pernah membahas topik seperti itu.

"Saya belajar film di IKJ 5 tahun, yang saya pelajari ya filmnya Usmar Ismail, Sumanjaya, Pak Teguh Karya. Tapi, kadang-kadang kita tuh enggak memahami karya mereka. Karena, kalau saya mau bikin film kayak mereka, itu sulit, karena saya tumbuh di lingkungan yang berbeda sekali dengan mereka. Yang mereka bicarakan itu social issue Indonesia, sedangkan kita mau ngomongin musik punk dan Kurt Cobain. Di saat itu, tidak mudah membuat film begitu dan film di Indonesia itu kayak ada di sebuah menara yang terlalu tinggi untuk digapai," tutur Riri.

Throwback Riri Riza Foto: Infografik: Putri Sarah Arifira/kumparan
Throwback Riri Riza Foto: Infografik: Putri Sarah Arifira/kumparan

Dari segi produksi, Mira Lesmana terilhami oleh buku Rebel Without a Crew karya Robert Rodriguez yang memulai gerakan film independen di Amerika Serikat. Karena buku itu, ia dan Riri jadi nekat melakukan syuting film tanpa izin dari pemerintah Orde Baru yang terkenal sangat otoriter.

"Jadi dulu itu minimal umpama mau syuting di pinggir jalan atau di mana pun, kita harus pegang surat izin produksi dari negara, dari Departemen Penerangan. Kalau enggak, polisi akan datang ngecek dan kemudian akan jadi problem. Jadi, kita yang manipulasi semuanya dengan memanfaatkan surat izin produksi untuk proyek sekolah, milik anak-anak IKJ waktu itu," kata Riri.

"Tapi, biar pun sudah ada nih surat izin syuting untuk proyek sekolah, peralatan kita juga tidak punya. Ya, kita kan tidak punya uang. Kita akalin lagi memanfaatkan networking kita sebagai orang iklan. Jadi, saat syuting iklan, ada sisa roll film, kita minta. Lampu juga kita pinjam. Tapi, ya, kalau mau ada syuting iklan, kita ngalah dan syuting ditunda dulu, bisa tiga hari, makanya lama (produksinya)," tambah Mira.

Kuldesak Jadi Film Indonesia Pertama yang Dapat Dana dari Luar Negeri

Keberanian Mira, Riri, dan kawan-kawan sepertinya membuat pendanaan Kuldesak bisa terkumpul di tengah keterbatasan. Biarpun modal awal hanya Rp 50 juta, banyak orang mau membantu secara sukarela.

"Waktu di tengah jalan kita kehabisan dana, beberapa teman dari festival di Singapura itu membantu menghubungi festival di Belanda dan market di Belanda dan kita dapat bantuan dana dari sana. Mereka waktu itu bantu, karena mereka tahu, ini (Kuldesak) akan jadi kelahiran baru yang selalu tercatat dalam sejarah perfilman Indonesia. Kayaknya kita film Indonesia pertama yang dapat funding dari internasional," ujar Mira.

"Soal kru juga, kita pikir bakal susah nyari yang mau jalan bareng tanpa memikirkan uang, eh, ternyata malah antre, kita malah kebanyakan kru dan pemain-pemain yang kita ajak syuting tuh baik-baik banget, mereka bawa makanan ke lokasi. Wah, itu adalah momen bersejarah banget dan mungkin itu yang membentuk mental kita sampai hari ini," sambungnya.

Sutradara dan produser film Indonesia, Mira Lesmana. Foto: Dok. Netflix
Sutradara dan produser film Indonesia, Mira Lesmana. Foto: Dok. Netflix

Lebih gilanya lagi, saat itu Kuldesak bisa tembus ke jaringan bioskop yang dikuasai oleh film-film asing. Bisa dibilang, Kuldesak adalah awal mula berjayanya film lokal di bioskop.

"Di masa itu, (bioskop) 21 tuh tidak terjangkau dan kami ngurus sendiri sampai film kami bisa sejajar dengan film-film Hollywood. Karena, itu satu hal yang enggak kepikiran, bahkan oleh senior-senior kita. Kayak Mas Garin, kami kagum sama Mas Garin, tapi apakah kita bisa nonton film-filmnya di bioskop waktu itu? Enggak bisa. Kita cuma tahu dia menang di festival internasional dari koran. Makanya, waktu itu kita hanya berpikir mau bikin film yang bisa ditonton anak muda di bioskop dan itu tuntas sih saat filmnya tayang November 1998," tutur Riri.

Film Kuldesak Masih Menginspirasi Gen Z

Mira menjelaskan bahwa sejarah Kuldesak terus tersiar hingga hari ini. Biarpun filmnya tidak tayang di OTT dan hanya diputar di berbagai festival atau acara-acara film, tapi banyak sekali anak muda, khususnya Gen Z, yang terinspirasi dari film Kuldesak.

"Kemarin kita putar Kuldesak di M Bloc dalam rangka 25 tahun dan itu penontonnya Gen Z. Menurutku, itu menarik sekali, karena mereka sedang belajar film dan salah satu kesulitannya pasti kapital (uang), jadi mereka selalu nanya, dulu gimana gitu kan dan pertanyaan selanjutnya adalah apakah masih bisa kita lakukan itu sekarang," kata Mira.

Sutradara dan produser film Mira Lesmana memberi materi dalam acara "Working In The Creative Industry (WITTY) Creative Talk".  Foto: Dok. Istimewa
Sutradara dan produser film Mira Lesmana memberi materi dalam acara "Working In The Creative Industry (WITTY) Creative Talk". Foto: Dok. Istimewa

Menurut Mira dan Riri, semangat Kuldesak harus terus dijaga oleh Gen Z. Sebab, film seharusnya bisa menjadi komoditas perubahan sebuah bangsa, bukan cuma hiburan yang jadi angin lalu semata.

"Kita selalu bilang ke Gen Z, semua tergantung dari masing-masing kalian, kalau ada tekanan, mau melakukan ini enggak boleh, itu enggak boleh, harusnya terjadi revolusi lagi," ujar Mira.

"Jadi, kita lihat saja nanti apakah akan terjadi status quo atau bagaimana. Tapi, ya, kalau kita terlalu cepat kompromi, ya, udah. Saya pikir dengan sikap santai aja atau ikut saja, ya, film akan tetap bisa dibikin. Tapi, film tidak akan bisa menjadi arena atau media perubahan," tambah Riri.

Media files:
01hx66d84daqfbrmx5bnwqam8p.jpg (image/jpeg)
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar