Dec 10th 2023, 05:58, by Ochi Amanaturrosyidah, kumparanNEWS
Tentara penjajah Israel menyerbu Kota Azzun di wilayah Qalqilya, Tepi Barat, Sabtu (9/12) malam waktu setempat atau Minggu (10/12) dini hari waktu Indonesia. Dalam serangan itu, seorang remaja Palestina berusia 17 tahun, Mahmoud Abu Haniya, tewas.
Menurut sumber WAFA, militer Israel yang tiba-tiba menyerbu mengonfrontasi penduduk setempat. Mereka menembakkan peluru-peluru tajam dan tabung gas beracun ke arah warga sipil yang berada di Azzun.
Akibat serangan itu, Abu Haniya terkena luka tembak yang parah di bagian punggung. Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, Abu Haniya sempat dibawa ke rumah sakit, namun ia meninggal karena luka yang parah.
17 Ribu Penduduk Palestina Gugur
Serangan pasukan Israel yang semakin membabi buta sejak awal Oktober 2023 lalu hingga 9 Desember 2023 telah menewaskan setidaknya 17.674 warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Selain itu, menurut catatan Kementerian Kesehatan Palestina, lebih dari 49.300 penduduk lainnya terluka.
Dari jumlah itu, 17.400 warga Palestina yang gugur dan 46.000 korban luka berada di Jalur Gaza, dan sisanya di Tepi Barat. Jumlah ini diperkirakan bisa terus bertambah seiring dengan serangan pasukan penjajah Israel yang belum berhenti.
Kondisi ini diperparah dengan fasilitas kesehatan di Jalur Gaza yang rusak serta kekurangan pasokan daya serta obat-obatan. Setidaknya sebanyak 55 ambulans rusak dan tak bisa digunakan atau kehabisan bahan bakar.
Gencatan Senjata Digagalkan Veto AS
Dewan Keamanan PBB pada Sabtu lalu menuntut gencatan senjata di Jalur Gaza. Usulan ini setujui oleh 13 dari 15 negara anggota, namun digagalkan oleh hak veto Amerika Serikat.
Mendapatkan dukungan dari sekutunya, Israel menggencarkan serangan daratnya di bagian selatan Jalur Gaza dengan menyerang kawasan Khan Younis. Mereka mendesak warga Palestina meninggalkan tanah mereka dan menggempur daerah kantong tersebut.
Penasihan Keamanan Nasional Israel, Tzachi Hanegbi, mengeklaim pasukannya telah membunuh 7 ribu militan Hamas dan akan "menekan lebih keras" serangan mereka. Padahal menurut data Kementerian Kesehatan Palestina, dari 17.700 korban tewas, mayoritas adalah anak-anak di bawah 18 tahun.
"Mungkin hanya masalah waktu sebelum mereka bertindak di wilayah kami juga. Kami sudah mendengar ledakan bom sepanjang malam," kata Zainab Khalil (57) yang mengungsi bersama 30 kerabatnya di Khan Younis kepada Reuters.
"Kami tidak tidur di malam hari, kami tetap terjaga. Kami mencoba menidurkan anak-anak kami sambil tetap terjaga karena takut akan dibom dan kami harus lari membawa anak-anak keluar. Dan di siang hari, tragedi lain terjadi dan itu adalah: bagaimana kami memberi makan anak-anak kami?"
Persediaan makanan dan obat-obatan yang kian langka membuat pejabat senior Program Pangan Dunia PBB mendesak agar ada sistem baru yang bisa membawa bantuan masuk ke Gaza. Ia mendesak agar perbatasan Kerem Shalom, yang lebih besar dari Rafah, dibuka. Namun Israel belum setuju.
Mayoritas penduduk Gaza kini terusir dari tanah mereka, pun tak bisa keluar dari medan serangan tentara Israel. Tempat-tempat pengungsian tak luput dari gempuran. PBB bahkan mengatakan saat ini tak ada tempat aman bagi masyarakat sipil Palestina untuk berlindung.
Sepanjang malam di Khan Younis diwarnai dengan jatuhnya korban luka dan tewas. Rumah Sakit Nasser yang masih buka kewalahan menangani banyaknya korban yang datang.
Dalam laporan Reuters di lokasi, seorang petugas medis keluar dari ambulans dengan membawa seorang gadis cilik berpakaian olah raga berwarna pink yang sudah lemas. Sementara di dalam rumah sakit, puluhan anak-anak yang terluka tak henti merintih kesakitan di lantai; sementara di luar, mayat-mayat berkafan putih dibariskan menunggu untuk dikebumikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar