Dec 16th 2023, 22:39, by Harry Setya Nugraha, Harry Setya Nugraha
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan, debat pasangan calon adalah salah satu dari beberapa metode kampanye yang pelaksanaannya difasilitasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan sumber pendanaan berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
Dalam Pasal 50 PKPU a quo disebutkan bahwa KPU melaksanakan debat pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sebanyak 5 kali dengan rincian 3 kali untuk debat calon Presiden dan 2 kali untuk debat calon Wakil Presiden. Meskipun beberapa waktu belakangan desain besar pelaksanaan debat pasangan calon dipersoalkan oleh banyak pihak, tetapi akhirnya pada 12 Desember 2023 debat pertama untuk calon Presiden pada Pemilu 2024 dapat terlaksana dengan berbagai macam catatan.
Sebagai salah satu metode kampanye, idealnya debat pasangan calon dapat menyajikan berbagai macam pemetaan permasalahan yang menjadi topik perdebatan secara akurat. Atas pemetaan permasalahan tersebut, setiap pasangan calon kemudian diharapkan dapat menawarkan berbagai solusi dan program konkret yang dapat diuji dasar dan relevansinya baik oleh pasangan calon lain secara khusus maupun masyarakat secara umum. Namun tampaknya hal demikian tidak terlihat dalam debat pertama pasangan calon Presiden yang diselenggarakan KPU semalam.
Beberapa catatan evaluasi terhadap debat pertama calon Presiden yakni pertama, secara keseluruhan debat pasangan calon Presiden lebih terkesan seperti sesi tanya jawab ketimbang perdebatan dalam arti yang sesungguhnya. Tidak hanya itu, jawaban oleh setiap pasangan calon pun menurut hemat penulis tidak secara tajam menyasar pada solusi-solusi konkret atas tema yang disediakan oleh KPU.
Kedua, tema yang dibahas dalam satu kali tahapan debat dapat dinilai terlalu luas. Meskipun benar bahwa cukup banyak persoalan negara Indonesia hari ini, mulai dari pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik hingga soal kerukunan, tetapi tidak seharusnya keseluruhan isu tersebut dibahas dalam satu kali tahapan debat. KPU sebenarnya dapat melakukan pembobotan untuk menentukan isu prioritas yang menjadi penting dan mendesak untuk dibahas dari keseluruhan isu tersebut.
Ketiga, waktu yang disiapkan oleh KPU secara real tidak dapat mengakomodir seluruh isu debat yang telah disiapkan. Kondisi ini pada akhirnya membuat jawaban dan tanggapan setiap calon Presiden hanya berada pada level permukaan. Tidak menyentuh akar masalah dan tidak cukup mampu membuat masyarakat "menganggukan kepalanya" terhadap gagasan yang ditawarkan.
Keempat, tidak banyak permasalahan yang diungkap oleh masing-masing calon Presiden dengan berbasis data kuantitatif. Meskipun isu yang diperdebatkan merupakan persoalan sosial, data kuantitatif sesungguhnya menjadi variabel yang cukup penting untuk melihat kondisi eksisting hari ini. Dua dari banyak isu yang dibahas dalam debat pertama Calon Presiden adalah soal pemberantasan korupsi dan penguatan demokrasi.
Tetapi pertanyaan yang kemudian muncul adalah berapa banyak calon Presiden yang menyinggung soal indeks persepsi korupsi Indonesia hari ini yang terus menurun dan indeks demokrasi indonesia yang masuk dalam kategori flawed democracy (demokrasi cacat)?
Untuk diketahui bahwa Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada tahun 2022 merosot tajam dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, indeks persepsi korupsi berada pada skor 34, turun 4 point dari sebelumnya dan menjadi penurunan poin paling drastis sejak tahun 1995. Sementara terhadap demokrasi Indonesia, dapat diketahui indeks demokrasi Indonesia tahun 2022 versi Economist Intelligence Unit (EIU) berada pada angka 6,71 dari 10 dan tergolong dalam kategori demokrasi cacat.
Terhadap berbagai catatan evaluasi tersebut, satu hal yang dapat diketengahkan adalah bahwa setiap masyarakat Indonesia tidak bisa sepenuhnya berharap dari debat Pasangan Calon Presiden untuk pada akhirnya menentukan pilihan pemimpin yang tepat pada 14 Februari 2024 mendatang.
Butuh effort lebih untuk hal tersebut. Masyarakat Indonesia harus aktif untuk mencari tau bagaimana track record kepemimpinan setiap pasangan calon, kemampuannya dalam memetakan dan menyelesaikan masalah serta bagaimana komitmennya untuk membawa kesejahteraan masyarakat.
Pada sisi yang lain, KPU juga diharapkan untuk berbenah dan tidak terjebak pada berbagai kegiatan yang sifatnya ceremonial karena salah dalam memahami makna pesta demokrasi. Hal ini menjadi penting agar masyarakat Indonesia dapat terbantu dalam menentukan pilihan sesuai dengan hati nuraninya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar