Aug 5th 2023, 21:33, by Donny Syofyan, Donny Syofyan
Dunia hari ini dipenuhi kisah bom dan ledakan. Sekarang mari kita bicara tentang sumber ledakan paling dahsyat, yakni bom atom. Bom ini pernah digunakan dua kali dalam sejarah, yakni selama Perang Dunia Kedua melawan Imperial Jepang. Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh Amerika Serikat (AS). Lebih dari 200.000 orang meninggal seketika. Hari ini, isu bom atom dan senjata nuklir kian relevan dan menjadi bahan pembicaraan publik karena pria yang membuat bom ini sekarang menjadi selebritas. Hidupnya difilmkan berjudul Oppenheimer.
Film ini tengah diputar di bioskop di seluruh dunia, tetapi satu negara absen dari daftar itu, dan negara itu adalah Jepang. Film ini masih belum dirilis di Jepang. Belum ada penetapan tanggal kapan film ini akan dirilis di Negeri Matahari Terbit itu. Jepang memang memiliki riwayat penundaan rilis film. Negara itu tidak masuk daftar negara pertama yang merilis setiap film Hollywood.
Masyarakat perfilman Jepang menunggu dan melihat bagaimana respons dahulu. Jika tanggapan yang ada bagus, distributor akan bergerak. Tapi kali ini ada sesuatu yang lebih krusial. Kisah Oppenheimer adalah kisah program nuklir Amerika. Ini semua tentang seorang pria, perjuangan ilmiahnya, dilema moralnya dan persekusi yang ditimbulkannya.
Apakah Anda sadar apa yang hilang? Para korban. Penemuan Oppenheimer itu telah menewaskan 200.000 orang. Kisah mereka tidak disebutkan dalam film. Film ini tentang Oppenheimer bukan tentang Jepang. Sutradara memutuskan cerita apa yang masuk dan mana yang tak perlu disampaikan. Tapi kematian 200.000 orang bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja. Lalu, apa tanggapan warga Jepang tentang film ini? Mereka terpecah. Satu kelompok berpikir film ini sangat traumatis, yang lain merasa itu menyangkut perspektif baru.
Kisah Oppenheimer agak rumit. Sejumlah pihak mengatakan dia menentang penggunaan bom nuklir dan tidak mendukung serangan terhadap Jepang. Tapi ini cukup ironis. Proyek Manhattan dipimpin oleh militer AS. Mustahil Oppenheimer tidak mengetahui buat apa dan mengapa militer AS menginginkan bom itu. Tentu bukan untuk kembang api. Boleh jadi dia merasa menyesal dan bersalah atas apa yang telah dilakukannya. Tapi itu tetap saja tidak membebaskannya untuk tidak bersalah.
Tanyakan saja kepada rakyat Jepang. Bagi mereka, film Oppenheimer bukanlah kisah tentang terobosan ilmiah, tapi cerita kematian dan kehancuran. Mungkin itu sebabnya film Oppenheimer belum dirilis. Hiroshima dan Nagasaki dibom pada tanggal 6 Agustus dan 9 Agustus. Peringatan tersebut tinggal beberapa hari lagi. Merilis film itu di Jepang sama saja dengan sikap menutup telinga. Tapi Oppenheimer bukan sekadar film. Ia adalah sebuah proses penceritaan. Cerita amat berperan mendorong terjadinya percakapan, tapi bukan untuk memicu trauma.
Kita bisa lihat contoh dari film lain. Kali ini adalah film Bollywood, yang disebut Bawaal (2023). Film ini membandingkan pernikahan dengan Nazi Jerman. Jika kita berpikir film ini sama-sama problematis dan kontroversial. Kita bisa mendengar beberapa dialog dalam film ini. Ini akan membuat kita tersentak. Beberapa dialog di antaranya, "Setiap hubungan akan melewati Auschwitz" atau "Ada Hitler di dalam diri kita semua"
Mari kita perjelas di sini. Bawaal bukan menyangkut kebebasan kreatif. Ini benar-benar menghina. Auschwitz adalah kamp konsentrasi terbesar di Nazi Jerman. 1,5 juta orang tewas di sana. Kita tidak dapat membandingkannya dengan pernikahan yang di ujung tanduk. Bahkan kedutaan Israel di India telah mengkritiknya. Mereka mengatakan bahwa film tersebut telah meremehkan Holocaust. Dialog itu mengganggu dan mengabaikan korban Holocaust.
Kita mengakui kedua cerita ini layak diceritakan. Holocaust dan penggunaan bom atom adalah peristiwa yang sangat penting dalam sejarah. Tetapi sama pentingnya adalah mengungkapkannya lewat cara-cara yang benar. Bom atom tidak hanya obsesi ilmuwan kulit putih. Ia juga penyebab kesengsaraan di Jepang.
Kita tidak dapat memisahkan kedua hal tersebut. Sama dengan film Bollywood. Holocaust bukan hanya sesuatu yang kita baca dalam buku. Ia adalah kenangan yang menyakitkan dan traumatis bagi jutaan orang Yahudi. Sayangnya, pemerintahan Israel melakukan hal yang sama kepada warga Palestina selama 70 tahun ini.
Kita harus menghormati itu dan memahami sentimen di balik cerita. Jika tidak, kesalahan ini akan terus terjadi. Tidak butuh lama cara-cara ini akan menjadi realitas baru. Berapa banyak orang di AS yang mempertanyakan pemerintahan mereka setelah bom dijatuhkan di Jepang? Ketika Oppenheimer menguji coba bomnya, Nazi Jerman sudah menyerah. Jepang akan melakukan hal yang sama. Lalu, mengapa harus membunuh 200.000 jiwa?
Tidak ada satu pun presiden AS yang meminta maaf atas apa yang terjadi. Bahkan Joe Biden saat ditanya sebelum perjalanannya ke Jepang tahun ini, dia menjawab 'tidak.' Film seperti Oppenheimer telah berhasil menjajakan propaganda Amerika. Karya seperti ini memuliakan pembuat bom dan para jenderal di medan perang. Sayangnya para korban kerap dilupakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar