Search This Blog

KKP Jelaskan soal Nelayan Ogah Pakai Alat Pelacak Tangkap Ikan

kumparan - #kumparanAdalahJawaban
 
KKP Jelaskan soal Nelayan Ogah Pakai Alat Pelacak Tangkap Ikan
May 20th 2025, 14:56 by kumparanBISNIS

Ilustrasi kapal nelayan lokal. Foto: Dok: KKP
Ilustrasi kapal nelayan lokal. Foto: Dok: KKP

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menilai alasan sejumlah kelompok nelayan menolak memasang sistem pengawasan kapal perikanan atau vessel monitoring system (VMS) karena alasan biaya itu tidak masuk akal.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Pung Nugroho Saksono mengatakan harga VMS sebenarnya cukup terjangkau jika dibandingkan dengan manfaatnya dan besarnya subsidi BBM yang sudah diterima para nelayan.

"Padahal, kapal-kapal di bawah 30 GT itu sudah mendapatkan subsidi BBM. Kalau mereka bilang tidak mampu bayar (VMS), tidak mampu beli, sebenarnya (mereka) tidak mau diawasi," ujarnya dalam konferensi pers yang dilaksanakan di Kantor Kementerian KPP, Selasa (20/5).

Pung menyebutkan, harga alat VMS tidak lebih dari Rp 10 juta. Artinya seharunya nelayan tidak keberatan dengan program pemasangan mesin untuk meningkatkan produktivitas tangkap ini.

"Alatnya Rp 5,5 juta, dan airtime untuk tahun berikutnya hanya Rp 4,5 juta. Sementara setiap mereka melakukan operasi, mereka mendapatkan subsidi," ucapnya.

Ia membandingkan, subsidi BBM yang diterima nelayan bisa bernilai puluhan juta rupiah, dengan harga BBM subsidi itu Rp 6.700. Sementara non-subsidi bisa sampai Rp 12.000 hingga Rp 13.000.

"Itu sudah selisih jauh. Selisihnya itu, setiap pengisian bisa 10–20 ton. Artinya, negara sudah memberikan keringanan kepada kapal tersebut, nilainya bisa mencapai Rp 90 juta bahkan lebih Rp 100 juta," ujar Pung.

Praktik Ilegal

Ilustrasi kapal nelayan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Ilustrasi kapal nelayan. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan

Pung menyatakan bahwa sebenarnya ada oknum nelayan yang sebenarnya enggan diawasi karena terlibat praktik ilegal seperti transhipment atau penghindaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

"Nelayan-nelayan (yang bekerja) di bawah (kapal) 30 GT itu ada yang patuh, ada juga oknum yang nakal. Banyak juga yang menghindari bagi hasil dengan bosnya. Mereka ambil langsung dari kapal kecil," jelas Pung.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa VMS bukan hanya alat pengawasan, melainkan juga bisa menyelamatkan nyawa nelayan di laut saat berlayar mencari ikan.

Menurutnya dengan menggunakan VMS keberadaan lokasi bisa dilacak. Sehingga mempermudah proses penyelamatan.

" Tadi malam saja, kapal dari Juwana terapung-apung dua hari di laut karena mesin mati. Pemiliknya bingung karena tidak bisa dihubungi. Dari VMS kita bisa cek posisi mereka. Lalu kita lihat, ada kapal lain di sekitar situ, kita hubungi untuk bantu," ungkap Pung.

Ia menambahkan bahwa beberapa nelayan dicatat sudah mulai memasang VMS, tetapi sebagian lainnya meminta penundaan. Awalnya, penerapan kebijakan ini diminta untuk diundur hingga 2024.

Kemudian saat hendak diterapkan kembali pada awal 2025, permintaan relaksasi kembali muncul. KKP sempat memberikan kelonggaran pada triwulan pertama 2025, tetapi hasil evaluasi menunjukkan adanya penolakan di lapangan.

Pemerintah menargetkan seluruh kapal di bawah 30 GT yang beroperasi di atas 12 mil sudah wajib memasang VMS paling lambat Desember 2025. Hingga saat ini, ada sekitar 5.000 kapal yang sudah migrasi izin ke pusat tetapi belum memasang VMS.

Media files:
vzsykfs7soy8zus9uj5k.jpg image/jpeg,
You are receiving this email because you subscribed to this feed at blogtrottr.com. By using Blogtrottr, you agree to our policies, terms and conditions.

If you no longer wish to receive these emails, you can unsubscribe from this feed, or manage all your subscriptions.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar