May 16th 2025, 13:23, by Muhammad Darisman, kumparanBISNIS
Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi. Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan kebijakan mandatori bioetanol 5 persen (E5) mulai berlaku pada 2026. Kebijakan ini rencananya bakal dijalankan secara bertahap dimulai dari regional Jawa terlebih dahulu.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, tengah menyiapkan Keputusan Menteri (Kepmen) terkait percepatan peta jalan mandatori bioetanol dan bioavtur.
Eniya menuturkan, regulasi tersebut merupakan turunan dari Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 4 Tahun 2025 tentang pengusahaan bahan bakar nabati, meliputi bioetanol, biodiesel, bio hidrokarbon, dan bioavtur.
"Nanti apakah dengan Keputusan Menteri kita mengeluarkan misalnya (mandatori bioetanol) 5 persen apakah mulai di tahun 2025 atau 2026, nah ini kan kita sedang diskusi," jelasnya saat CNBC Indonesia Coffee Morning, Jumat (15/5).
Eniya menjelaskan, saat ini terdapat 13 industri penghasil etanol dari molase tebu di Indonesia, namun hanya 3 industri yang bisa memproduksi etanol untuk bahan bakar alias fuel grade, dengan total produksi 60 ribu kiloliter (KL).
Untuk bisa melaksanakan mandatori bioetanol 5 persen, lanjut dia, maka industri perlu menyiapkan pasokan atau feedstock bioetanol setidaknya 1,2 juta kiloliter.
Ditemui usai acara, Eniya mengatakan pada tahap pertama, pemerintah menargetkan bisa menambah feedstock menjadi 400 ribu KL untuk mandatori bioetanol 5 persen, dari jumlah industri yang sudah tersedia saat ini.
Karena isu feedstock yang masih terbatas, dia menyebutkan, mandatori bioetanol baru bisa diimplementasikan secara regional, mulai dari Pulau Jawa di mana bahan baku banyak tersedia.
"Kalau regional itu kan lokasi-lokasi perusahaan juga ada di Jawa. Berarti in short term di Jawa dulu. Ada Jawa Timur, Jawa Tengah juga ada, Jawa semua saja, maksudnya distribusinya lebih mudah ya," ungkap Eniya.
Meskipun Kepmen ESDM masih digodok, Eniya mengatakan mandatori bioetanol 5 persen paling memungkinkan bisa dilakukan mulai tahun 2026.
"Itu dia, ya paling 2026. Orang 2025 sudah setengah jalan," imbuhnya.
Eniya menjelaskan, selain dari masalah feedstock, pengembangan bioetanol juga terkendala masalah harga yang masih mahal karena pengenaan cukai etanol. Dia tengah memperjuangkan agar etanol untuk bahan bakar bisa dikecualikan dari objek cukai.
Adapun saat ini harga BBM dengan campuran bioetanol berada di kisaran Rp 13.000 hingga Rp 14.000 per liter. Dengan pembebasan cukai, maka harganya dipastikan akan lebih terjangkau dan kompetitif dengan produk BBM lainnya.
"Memang masalah harga dan isu cukai yang masih menjadi problem, dan ini baru kita lihat bagaimana skenarionya di sektor regulasi. Kita sudah mengadakan komunikasi sama para industri, para stakeholder, kita mau buat satu pertemuan bagaimana roadmap atau mapping yang kita harus kerjakan ke depan," tuturnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar