May 19th 2024, 14:00, by Nicha Muslimawati, kumparanBISNIS
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah mempertimbangkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di tahun 2025. Adapun tahun 2024 menjadi tahun terakhir pemerintah menggunakan tarif PPN sebesar 11 persen.
Aturan mengenai kenaikan tarif PPN tercantum dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pasal 7 ayat 1 yang berbunyi tarif PPN sebesar 12 persen berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025
Analis Kebijakan Ekonomi APINDO Ajib Hamdani menyampaikan opsi mengatakan tarif PPN ini menjadi sebuah dilema pada perekonomian nasional. Walaupun dari sisi regulasi, pemerintah memang mempunyai ruang untuk membuat kebijakan menaikkan tarif PPN.
"Realitas lapangan dan kondisi perekonomian bisa menjadi pertimbangan dalam membuat dan menjalankan kebijakan (kenaikan PPN)," kata Ajib dalam keterangan resminya, Minggu (19/5).
Sementara dari sisi keuangan negara, Ajib menilai pemerintah mendesain keuangan negara bertumpu secara signifikan terhadap penerimaan pajak, termasuk penerimaan sektor PPN. Bahkan, dalam APBN 2023, penerimaan sektor PPN dan PPNBM mencapai kisaran Rp 764 triliun.
"Kalau pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen, tahun 2025 penerimaan PPN bisa tereskalasi sekitar Rp 80 triliun tambahan. Asumsi perhitungannya, tingkat pertumbuhan ekonomi 2024 dan 2025 di kisaran 5 persen dan tingkat inflasi 2 persen," ungkapnya.
Lebih lanjut, Ajib menjelaskan kenaikan tarif PPN akan memberikan dampak pada perekonomian nasional. Khususnya bagi pelaku usaha dan daya beli masyarakat.
"Pada prinsipnya PPN adalah pajak yang dikenakan pada konsumen akhir, atau ditanggung oleh masyarakat luas," tegasnya.
Ajib mengatakan pemerintah seharusnya membuat kompos penerimaan negara dengan skala prioritas lebih luas. Misalnya dengan empat pokok penerimaan yakni pajak, cukai, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan optimalisasi dividen BUMN.
Menurutnya, dalam konteks BUMN, Kementerian Keuangan sebagai perpanjangan tangan pemerintah sebagai pemegang saham seharusnya membuat benchmarking dengan private sector, berapa dividen yang ideal dari BUMN, termasuk ukuran kuantitatif atas perhitungan return on asset (ROA) nya.
"Kalau pemerintah fokus dengan optimalisasi ini, maka aspek perpajakan bisa lebih banyak sebagai pengatur ekonomi, bukan hanya sebagai pengumpul uang buat negara," ungkapnya.
"Kebijakan kenaikan tarif PPN perlu dikaji ulang, karena kebijakan ini akan menjadi disinsentif fiskal yang memberikan tekanan terhadap perekonomian yang sedang dalam tren positif," pungkas Ajib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar