Oct 30th 2023, 17:32, by Agus Budiana, Agus Budiana
Tahun politik menjelang pemilu tahun 2024 sudah terasa dan berjalan di mana-mana. Hal ini merupakan ritual tahunan politik yang senantiasa diselenggarakan oleh negara demokrasi.
Pada siklus lima tahunan ini, semua rakyat yang telah memenuhi syarat pemilih di dorong untuk melaksanakan pemilihan sebagai hak demokrasi rakyat, dalam memilih dan menentukan pilihannya.
Sebagai warga negara yang baik, tentunya seluruh rakyat wajib mendukung, melaksanakan kegiatan pemilu dalam politik—apabila ingin dinilai sebagai warga negara yang baik dan beradab secara politik.
Mulai dari obrolan kecil di warung kopi sampai dengan diskusi dalam ruang-ruang formil, sudah intens dan terlihat dengan mata telanjang. Diskusi-diskusi mengenai para aktor politik yang akan bertarung baik sebagai caleg maupun capres, selalu menjadi bahasan utama dalam diskusi rakyat.
Selain intensitas diskusi, media-media pun turut meramaikan wacana pertarungan yang akan digelar nanti pada tanggal 14 Februari 2024 mendatang, baik melalui pemberitaan maupun opini.
Hal menarik yang menjadi perhatian kita, dalam tahun politik adalah menjamurnya baliho-baliho di jalanan—jalan-jalan besar yang ramai dilalui hingga jalan di pelosok—termasuk dalam penempatannya yang terkadang tidak sesuai aturan main dari KPU.
Sebagaimana kita tahu baliho adalah, salah satu media informasi dalam menampilkan pesan yang akan disampaikan pada khalayak atau masyarakat. Dalam tampilan tersebut terdiri dari kombinasi tulisan, warna dan gambar, biasanya pesan verbal berupa bahasa lebih dominan.
Hal tersebut selaras dengan pendapat Alwi (2001) bahwa baliho adalah publikasi yang berlebih-lebihan ukurannya agar menarik perhatian masyarakat, biasanya dengan gambar yang besar dipasang di tempat-tempat umum.
Apabila kita telaah dari sebelum-sebelumnya, baliho ini merupakan bagian paket dari kampanye partai, dalam menempatkan kader-kadernya sebagai caleg maupun capres.
Adapun fokus yang menjadi pertanyaan bagi rakyat, profil-profil yang ada di baliho itu siapa? Dari mana? Untuk siapa? Geli juga melihat dan membacanya.
Bahkan ada kata-kata dengan jargon seolah-olah ada di pihak rakyat, dekat dengan rakyat, senantiasa adil, dll. Realitanya kita tidak pernah mengetahui, bahkan mengenali profil yang ada di baliho itu, tiba-tiba muncul di wilayah kita.
Pertanyaan selanjutnya adalah, kemarin-kemarin mereka ini ada di mana? Tidak terlihat, ketika urusan BPJS, jalan rusak, bantuan lansia, dll. Sekarang muncul di baliho-baliho dengan jargon bahasa manis mendekati rakyat, jelasnya meminta untuk dipilih dan lolos menjadi anggota legislatif.
Seharusnya hal tersebut bisa dilakukan oleh para caleg jauh-jauh hari sebelumnya, dalam rentang jangka panjang dengan banyak mengadakan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi rakyat.
Rakyat juga mempunyai memori kolektif yang akan selalu diingat dan dikenang, pada siapa-siapa saja yang selama ini banyak memberikan kontribusi terbaik bagi kehidupan dan lingkungannya.
Apabila kondisinya seperti tersebut, rakyat dengan senang hati akan memilih dan menjadi agen-agen kampanye bagi para caleg atau capres yang akan berkontestasi nanti. Bisa jadi konsep kampanye yang dilakukan jadi terbalik menjadi, kami rakyat di belakangmu untuk memilihmu. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar