Jun 30th 2023, 08:15, by Raihan Muhammad, Raihan Muhammad
Setiap tanggal 10 Zulhijah dalam kalender Hijriah, umat Islam merayakan Idul Adha, atau biasa dikenal juga dengan istilah Hari Raya Kurban karena pada perayaannya identik dengan penyembelihan hewan kurban, seperti kambing, domba, sapi, dan hewan-hewan kurban lainnya.
Momen ini juga bisa dimanfaatkan untuk membantu mengurangi masalah stunting, khususnya di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, yang masih memiliki prevalensi (jumlah keseluruhan kasus penyakit yang terjadi pada suatu waktu tertentu di suatu wilayah) stunting yang tinggi.
Dengan pendistribusian daging kurban yang tepat, gizi yang ada di dalam daging tersebut bisa membantu meningkatkan asupan protein yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Kita tahu, Indonesia saat ini sedang darurat stunting, sehingga perlu adanya upaya untuk mencegah dan menanggulanginya.
Sekilas Mengenai Stunting
Istilah "stunting" berasal dari bahasa Inggris. Secara etimologis, kata ini berasal dari kata kerja "stunt" yang berarti menghambat atau menghalangi pertumbuhan dan perkembangan. Dengan penambahan awalan "-ing", kata tersebut menjadi bentuk kata benda atau kata sifat yang menggambarkan suatu kondisi atau proses.
Makna kata stunt berkembang dan digunakan untuk menggambarkan penghambatan pertumbuhan dan perkembangan dalam konteks medis dan gizi. Dalam konteks gizi, istilah stunting digunakan untuk menggambarkan kondisi kronis yang mana anak-anak tidak mencapai pertumbuhan fisik dan perkembangan yang optimal akibat kekurangan nutrisi yang penting, terutama pada periode 1.000 hari pertama kehidupan mulai dari masa kehamilan hingga usia 2 tahun.
Sehingga, secara etimologis, kata stunting mengacu pada penghambatan pertumbuhan dan perkembangan fisik anak karena kekurangan nutrisi yang memadai selama periode pertumbuhan kritis tersebut.
Adapun padanan kata untuk stunting dalam bahasa Indonesia adalah tengkes, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tengkes diartikan sebagai kerdil (tidak dapat tumbuh menjadi besar) atau kecil (jika dibandingkan dengan pasangannya dan sebagainya).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stunting berarti gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat disebabkan oleh kurangnya asupan gizi yang mencukupi, infeksi, dan kurangnya stimulasi yang memadai.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa stunting alias tengkes merupakan kondisi kronis yang terjadi pada anak-anak karena kurangnya asupan gizi yang memadai, terutama selama periode pertumbuhan awal mereka. Stunting ditandai dengan tinggi badan anak yang lebih pendek daripada standar yang diharapkan untuk usia mereka.
Dampak stunting terhadap kesehatan dan perkembangan anak sangat serius. Anak yang mengalami stunting memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, rentan terhadap penyakit infeksi, dan berisiko lebih tinggi mengembangkan penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, dan masalah kesehatan lainnya di masa depan.
Selain itu, stunting juga berdampak negatif pada perkembangan kognitif dan kemampuan belajar anak. Kekurangan asupan gizi yang memadai, terutama protein, energi, vitamin, dan mineral penting selama 1.000 hari pertama kehidupan mulai dari masa kehamilan hingga usia 2 tahun, merupakan penyebab utama stunting.
Faktor lain yang berkontribusi terhadap stunting meliputi tingkat sosial-ekonomi rendah, akses terbatas ke makanan bergizi, lingkungan yang kurang higienis, akses terbatas ke pelayanan kesehatan, serta praktik pemberian makan dan perawatan yang tidak memadai. anak, serta mendapatkan dukungan dari berbagai sektor, diharapkan tingkat stunting dapat berkurang dan anak-anak dapat mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
Stunting di Indonesia
Indonesia darurat stunting. Hal ini berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, tingkat prevalensi stunting pada anak-anak balita di Indonesia masih tinggi, mencapai 21,6% pada tahun 2022. Meskipun terjadi penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, diperlukan upaya yang lebih besar untuk mengatasi masalah ini.
Nusa Tenggara Timur (NTT) tetap menjadi provinsi dengan tingkat stunting tertinggi, yakni 35,3%. Meskipun masih berada di peringkat teratas, prevalensi stunting di NTT mengalami penurunan dari tahun 2021 yang mencapai 37,8%. Di sisi lain, Bali merupakan provinsi dengan prevalensi stunting terendah secara nasional, yaitu hanya 8%, yang jauh di bawah angka rata-rata nasional pada tahun 2022.
Dampak dari stunting memiliki konsekuensi serius, baik pada tingkat individu maupun sosial. Stunting bisa menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan anak-anak, serta meningkatkan risiko terjadinya penyakit kronis dan masalah kesehatan jangka panjang. Selain itu, stunting juga berdampak negatif pada kemampuan belajar, keterbelakangan mental, dan produktivitas di masa dewasa.
Pemerintah Indonesia sudah melakukan pelbagai upaya untuk mencegah stunting. Beberapa langkah yang dilakukan meliputi penyediaan program pangan tambahan untuk ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak balita, serta program pemberdayaan masyarakat melalui edukasi gizi dan pembentukan kelompok-kelompok ibu balita.
Pemerintah pun meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kesehatan, melaksanakan program pendidikan gizi kepada masyarakat, serta memperbaiki infrastruktur sanitasi dan akses air bersih. Selain itu, pemerintah mengembangkan kebijakan yang mendukung sektor pertanian untuk meningkatkan produksi dan aksesibilitas pangan bergizi.
Dengan upaya ini, pemerintah berharap dapat mengurangi prevalensi stunting secara signifikan, tetapi kesadaran dan partisipasi aktif dari masyarakat juga sangat penting dalam mencapai tujuan ini. Kemudian, momen Iduladha juga salah satu solusi untuk mencegah dan menanggulangi permasalahan stunting di Indonesia
Daging Hewan Kurban Sebagai Solusi
Daging hewan kurban juga punya peran penting dalam upaya untuk mengatasi stunting. Dalam hal ini, daging hewan kurban, khususnya daging hewan ternak, adalah sumber protein hewani yang mengandung asam amino esensial dan zat besi.
Protein merupakan nutrisi penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak karena berfungsi sebagai bahan pembangun utama dalam tubuh dan membantu pembentukan otot, jaringan, dan organ penting. Selain itu, kandungan zat besi dalam daging hewan kurban juga penting untuk produksi sel darah merah yang sehat dan transportasi oksigen ke seluruh tubuh.
Di Indonesia, distribusi daging hewan kurban yang tepat bisa meningkatkan asupan protein dan zat besi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. Akan tetapi, penting untuk memastikan distribusi daging kurban dilakukan secara adil dan merata agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan, khususnya anak-anak yang rentan terhadap stunting.
Selain itu, penting untuk memberikan edukasi mengenai pentingnya gizi seimbang dan asupan protein, vitamin, dan mineral dalam pertumbuhan anak-anak, guna memaksimalkan manfaat gizi yang diperoleh dari daging hewan kurban dan mendorong pola makan yang sehat secara berkelanjutan.
Saat ini, di banyak pemerintah daerah yang melakukan pembagian hewan kurban kepada orang-orang yang mengalami stunting, harapannya prevalensi stunting di Indonesia bisa menurun signifikan.
Kita tahu, stunting merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat bonus demografi di Indonesia. Bonus demografi merujuk pada periode yang mana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak daripada penduduk yang tidak produktif. Namun, tingginya prevalensi stunting di Indonesia dapat menghambat pemanfaatan potensi bonus demografi.
Anak-anak yang mengalami stunting menghadapi keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan fisik serta kognitif, yang bisa berdampak negatif pada pembangunan ekonomi. Penanggulangan stunting perlu menjadi prioritas untuk mengoptimalkan bonus demografi.
Upaya pencegahan dan penanganan stunting melalui peningkatan akses terhadap gizi yang memadai, pelayanan kesehatan yang berkualitas, edukasi gizi kepada masyarakat, serta perbaikan infrastruktur sanitasi dan lingkungan yang sehat, menjadi langkah penting dalam mengatasi hambatan tersebut.
Dengan mengurangi prevalensi stunting, Indonesia bisa memanfaatkan bonus demografi dengan lebih efektif, karena memiliki penduduk usia produktif yang sehat, terampil, dan produktif.
Selain itu, melibatkan sektor pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan dan kompetensi penduduk usia produktif juga merupakan langkah penting dalam memaksimalkan potensi bonus demografi.
Dengan hewan kurban ini, bisa menjadi salah satu upaya kita melakukan pencegahan sekaligus penanggulangan stunting di Indonesia. Berbagi kurban, berbagi kesehatan, mari mencegah dan menanggulangi stunting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar