Jan 21st 2023, 13:37, by Anugrah Wejai, Anugrah Wejai
Industri kedirgantaraan ditempatkan di mana pun akan memiliki daya tarik sekaligus memicu risiko yang berbahaya. Melalui kisah Airbus terdapat framing kesuksesan Eropa pada masa kini.
Berangkat dari perspektif historis, proyek Airbus diasumsikan sebagai usaha yang sangat politis dengan prospek bisnis yang meragukan. Oleh karena karakteristik yang diprediksi di awal itu membawa perasaan skeptis, maka pendanaan negara menjadi tingkatan yang urgensi mengingat untuk alasan prestise nasional dan ekspektasi teknologi pada masa depan (Ahrens, 2019).
Pandangan lain juga menempatkan teknologi Airbus sebagai proyek umum Eropa, namun tidak lebih dari melayani kepentingan industri nasional. Karena untuk melindungi industri nasional, ekonomi nasional harus beradaptasi dengan peningkatan kerja sama tingkat Eropa.
Justru, asumsi ini menjadi bahan penegasan oleh Alan Milward bahwasanya proyek integrasi, atau dalam hal ini proyek Airbus Eropa, merupakan sarana 'menyelamatkan' negara-bangsa yang berpartisipasi (Ahrens, 2019).
Seperti halnya proses integrasi lainnya, dalam suatu perjalanan apa pun itu memiliki dinamikanya sendiri. Dinamika itu tampak melalui progresivitas eksistensi, menyangkut tujuan penelitian ini adalah Industri Airbus terhadap proyek Integrasi Eropa. Dengan demikian, sistematika pembahasan dimulai dari dua eksplanasi yaitu aspek historis Airbus dan pengaruhnya terhadap integrasi Eropa.
Sketsa Historis dan Perkembangan Pasar
Bisnis penerbangan memiliki trajektori yang dinamis sehingga tidak memungkiri Airbus memerlukan penerimaan dukungan finansial dari pemerintah dalam bentuk kerja sama. Pada mulanya istilah 'Airbus' sendiri mengungkapkan jenis pesawat jarak pendek hingga menengah yang diusulkan untuk penerbangan di kawasan Eropa (Flight Global, 2019).
Konsep Airbus muncul tahun 1965 yang dikenal sebagai inisiatif Anglo-Prancis untuk perencanaan pengembangan pesawat berbadan lebar di Eropa (Teasdale & Bainbridge, 2012).
Ruang lingkupnya di kawasan Eropa ditandai dengan tonggak utama pada 25 Juli 1967 di mana perwakilan negara maju antara lain Prancis, Jerman dan Inggris berhasil merundingkan kesepakatan dasar pengembangan industri Airbus dengan misi memperkuat kerja sama Eropa di bidang teknologi penerbangan dan dengan demikian mempromosikan kemajuan ekonomi di Eropa.
Dua tahun setelahnya, perusahaan Fokker-VFW asal Belanda bergabung dan Airbus Industri secara resmi dibentuk pada tanggal 18 Desember 1970 di bawah payung hukum Prancis Groupement d'IterĂȘt Economique (GIE).
Pasca pendiriannya pada tahun 1970, Airbus Industrie barulah mengalami restrukturisasi pada tahun 2001 dan saat ini telah menjadi perusahaan saham gabungan yang terdaftar di bawah hukum Prancis.
Sebuah laporan tahun 2012 mencatat bahwa Airbus telah memperkerjakan sekitar 52.000 orang, dengan 12 pabrik di Prancis, Jerman, Inggris, dan Spanyol (Teasdale & Bainbridge, 2012). Namun, lokasi pabrik perakitan utama berada di Toulouse, Prancis dan Hamburg, Jerman.
Selain itu, sejak pendiriannya sampai akhir tahun 2011, Airbus tercatat telah memproduksi total 7.000 unit pesawat (4.900 di antaranya jenis A320).
Dengan begitu, perusahaan telah menguasai sebagian pasar global untuk jenis pesawat yang menampung lebih dari 100 penumpang dan telah menjadi pesawat bagi 200 maskapai di seluruh dunia. Hal ini menunjukkan keunggulan Airbus di pasar daripada Boeing sejak tahun 2003 (Teasdale & Baindbridge, 2012).
Hubungan Industrial dan Politik
Keberadaan Airbus telah menjadi semacam simbol keberhasilan integrasi Eropa (Faury, 2019). Penyatuan komitmen bisnis penerbangan sipil dan pertahanan dari penjuru benua berkontribusi pada penurunan biaya operasi dan menyumbangkan produksi pesawat komersial besar di dunia.
Ukuran kemakmuran yang dimiliki ini, tentunya Airbus membutuhkan dukungan dari negara-negara di Eropa dalam wujud finansial dan politik. Uni Eropa juga berpijak pada realitas geo-politik kedirgantaraan global.
Dalam pengertiannya, signifikansi sektor ini mengartikan kemampuan Uni Eropa untuk memproyeksikan prospek peradaban Eropa yang berdampak pada konstelasi global. Hubungan industrial dan politik antara Airbus dengan Eropa menjadi asumsi adanya kausalitas yang berproses di dalamnya.
Pertama, hubungan institusi supranasional akan terus berevolusi tetapi tidak lebih dari upaya perpanjangan kepentingan institusi nasional (Bousquet dkk., 1998).
Asumsi tersebut menyiratkan bahwasanya relasi industrial pada tingkatan regional merupakan bentuk interaksi kepentingan nasional. Kedua, hubungan industrial di tingkatan regional bertujuan menciptakan pasar dan proses intervensinya.
Hal ini menunjukkan bahwa Airbus sebagai kolaborasi teknologi Eropa merupakan aktivitas yang sangat politis (Hayward, 1988). Secara ekonomi dan inefisiensi industri menggambarkan faktor strategis dan politis di Eropa, di mana Airbus bisa diartikan sebagai kerja sama rutinitas yang setidaknya melayani kepentingan nasional negara pemegang saham serta berpayung di bawah prestise Eropa.
Menurut Hayward (1988) kolaborasi Airbus dikembangkan dalam kerangka waktu yang sama dengan menyatukan tiga negara industri besar Eropa yaitu Prancis, Jerman, dan Inggris. Mendirikan Airbus bisa menjadi keputusan kolaborasi pengembangan teknologi kapasitas tinggi yang merupakan ciri klasik dari faktor politik dan industri.
Refleksi Sejarah
Keberhasilan Airbus berakar pada strategi politik. Sebuah pelajaran dari model konsorsium ini adalah komitmen para pemimpin Eropa untuk memilih industri yang menghadirkan perhatian global dan fenomena ini tampak dalam pemeliharaan yang mereka lakukan pada Airbus.
Konsolidasi industri nasional yang mengambil titik tumpu pada basis regional Eropa membutuhkan relasi politik dan signifikansi negosiasi. Lahirnya inisiatif Airbus berada di hari-hari optimisme Eropa.
Sebagai regional (sekaligus pasar) terbesar di dunia, Eropa kemungkinan besar mencapai keberhasilan apabila mengacu pada kerja sama kawasan (Gordon, 2014).
Airbus akan menjadi proyek yang kompetitif karena membawa upaya Eropaisasi, dan jika masing-masing dari negara-negara itu mengejar kepentingan nasional (industri dalam negeri) maka resultan yang dihasilkan akan jatuh pada daya saing global.
Kata Jean Pierson, CEO Airbus (1985-1998) "kerja sama adalah kunci menuju kemakmuran dan tidak ada ruang untuk perasaan nasionalisme". Industri Airbus sesungguhnya adalah proyek teknologi yang berdasarkan pada keputusan politik, karena bagi Eropa, politik adalah keunggulan dalam peradaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar