Stasiun Namba di Osaka Jepang. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Saat Indonesia masih fokus membangun infrastruktur transportasi umum di berbagai kota besar, Jepang sudah melangkah lebih jauh. Negeri Sakura kini menata ulang sistem transportasinya agar semakin ramah bagi pejalan kaki dan terintegrasi dengan kehidupan warga sehari-hari.
Perbedaan itu terlihat jelas ketika melihat jangkauan jaringan kereta. Data Pemerintah Prefektur Osaka mencatat, panjang jalur kereta di Jepang mencapai 27.700 kilometer, jauh di atas Indonesia yang baru memiliki 6.945 kilometer, menurut data Kementerian Perhubungan. Jepang sudah mengoperasikan kereta api sejak 1872, atau lebih dari satu abad lalu.
Namun, keberhasilan Jepang dalam membangun sistem transportasi yang efisien tak hanya ditentukan oleh usia atau panjang jalur. Keterlibatan masyarakat dan peran aktif sektor swasta menjadi dua pilar penting di balik kesuksesan tersebut.
Di Jepang, pembangunan infrastruktur bukan sekadar proyek pemerintah atau korporasi besar. Warga lokal ikut terlibat langsung sejak tahap perencanaan hingga evaluasi. Contohnya di kawasan Namba, di mana pengelola Nankai Electric Railway Co., Ltd. rutin berdialog dengan komunitas setempat.
"Jadi untuk pengembangan Namba ini memang ada kekhususan, ya. Jadi bukannya dari pihak swasta itu memberikan ide kepada penduduk lokal, malah sebaliknya penduduk lokal itu yang memberikan ide kepada pihak swasta dan pihak swasta itu ikut membantu untuk mewujudkan ide dari penduduk lokal," ujar Inamoto Ai, dari Division of Community Development & Promotion Greater Namba Creation Department Nankai Electric Railway Co., Ltd., dikutip Rabu (13/11).
Pertemuan seperti itu dilakukan setiap dua pekan sekali. Hasilnya, fasilitas publik yang dibangun benar-benar menjawab kebutuhan warga, bukan sekadar proyek di atas kertas.
Eto Ryosuke, Direktur Traffic Planning Division/Traffic Strategy Office, Department of Urban and Public Works, Osaka Prefectural Government. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Mayoritas Operator Transportasi Swasta
Berbeda dengan di Indonesia, sebagian besar operator transportasi umum di Jepang dikelola oleh perusahaan swasta. Sistem ini terbukti mempercepat pembangunan infrastruktur dan membuat layanan lebih efisien.
"Yang kita ingin supaya Indonesia tiru itu adalah skema investasi bisnis. Kalau selama ini seperti contohnya MRT Jakarta itu dimiliki oleh Pemda. Jadi untuk ke depannya mungkin Indonesia itu bisa mencoba skema investasi gabungan antara pemerintah daerah dengan swasta," kata ETO Ryosuke, Direktur Traffic Planning Division/Traffic Strategy Office, Department of Urban and Public Works, Osaka Prefectural Government.
Di Stasiun Namba, Nankai Electric Railway menjadi contoh nyata penerapan skema tersebut. Komada Naoki, Manager of Community Development & Promotion Greater Namba Creation Department, menjelaskan bahwa perusahaan melakukan investasi besar untuk pengembangan kawasan.
"Untuk anggaran keamanan, seperti satpam, kemudian kebersihan itu hasil dari event, dan iklan digital," jelas Komada.
Pemerintah sendiri mendukung dengan penyediaan lahan, sementara pendapatan operasional berasal dari kegiatan komersial seperti event dan iklan digital di area Nankai.
Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Osaka, John Tjahjanto Boestami. Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Pelajaran untuk Sistem Transportasi Indonesia
Dalam kunjungan ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Osaka, Konsul Jenderal John Tjahjanto Boestami, menyebut Indonesia bisa belajar dari filosofi pembangunan Jepang yang menekankan dampak sosial dari setiap proyek transportasi.
"Jadi pada saat yang bersamaan kehidupan di pusat-pusat ekonomi itu juga bisa bergerak dan memang transportasi ini sangat membantu pergerakan yang efisien," ujar John.
Ia menambahkan, integrasi transportasi dengan fasilitas publik membuat warga Jepang lebih memilih naik kereta ketimbang mobil pribadi.
"Orang Jepang rata-rata mungkin punya mobil ya. Tetapi ketika kita mau bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain, within city limit, di Osaka misalnya, kota besar, itu akan sangat memudahkan ketika kita bergerak dengan memakai transportasi umum," lanjutnya.
Menurut John, sistem transportasi yang terintegrasi membuat kota sepadat Osaka tetap terasa nyaman untuk ditinggali. "Ini yang seharusnya jadi pembelajaran untuk Indonesia, terutama Jakarta," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar