Komisi IX DPR RI menggelar rapat Panitia Kerja (Panja) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat pada Kamis (13/11/2025). Foto: Argya D. Maheswara/kumparan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap masih ada sejumlah kendala dalam implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Kendala utamanya adalah kelengkapan tempat tidur, standar kamar mandi, dan outlet oksigen.
Direktur Jenderal (Dirjen) Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Azhar Jaya, menuturkan ketiga hal tersebut menjadi kendala jika nantinya KRIS benar-benar mengimplementasikan untuk hanya ada satu kelas kesehatan.
"Ini yang akan menjadi perhatian kami. Adapun tadi permasalahannya, ternyata yang paling utama adalah kelengkapan tempat tidur yang kayak nurse call gitu, terus ada stop kontak dan sebagainya, terus juga ada oksigen dan sebagainya. Itu masih menjadi momok untuk rumah sakit, di samping juga (standar) kamar mandi," kata Azhar dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Komisi IX DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta Pusat pada Kamis (13/11).
Rumah sakit (RS) yang bisa menerapkan KRIS harus memenuhi 12 kriteria standar. Mulai dari bangunan ruang rawat inap harus kokoh dan aman, ventilasi udara yang memadai, pencahayaan yang cukup minimal 250 lux dan 50 lux untuk pencahayaan tidur, kelengkapan tempat tidur seperti nurse call dan 2 stop kontak, nakes per tempat tidur, temperatur ruangan 20-26 derajat celsius, ruang dibagi berdasarkan jenis kelamin, usia, dan penyakit serta kepadatan ruang rawat maksimal untuk 4 pasien.
Selain itu, kriteria lain yang juga harus dipenuhi adalah adanya partisi antar tempat tidur, kamar mandi dalam ruangan rawat inap, kamar mandi yang memenuhi standar aksesibilitas dan outlet oksigen.
Meski saat ini Kemenkes belum memutuskan detail dan kapan implementasi KRIS akan dilaksanakan, Azhar menuturkan Kemenkes akan tetap memproses kesiapan.
"Kita saat ini sedang dalam proses untuk mewujudkan Kelas Rawat Inap Standar. Walaupun belum ada keputusan, Kelas Rawat Inap Standar seperti apa karena masih dalam proses, namun kalau misalnya kita sesuai dengan kebijakan awal bahwa Kelas Rawat Inap Standar itu hanya satu kelas, maka yang masih menjadi kendala adalah kelengkapan tempat tidur, kemudian kamar mandi, dan outlet oksigen," ujarnya.
Saat ini dari 2.769 RS yang mengimplementasi KRIS, jumlah yang sudah memenuhi 12 kriteria KRIS ada pada angka 1.580 RS atau 57,1 persen. Sementara itu, 697 RS atau 25,2 persen di antaranya baru memenuhi 9-11 dari 12 kriteria KRIS.
Di samping itu, 341 RS atau 12,3 persen di antaranya baru memenuhi 5-8 kriteria KRIS, 62 RS atau 2,2 persen baru memenuhi 1-4 kriteria KRIS dan 89 RS atau 3,2 persen sisanya sama sekali belum memenuhi kriteria KRIS.
Sebelumnya, pemerintah menyiapkan dukungan untuk rumah sakit yang belum memenuhi kriteria KRIS. Untuk rumah sakit pemerintah, rumah sakit kelas A/B menggunakan dana Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tipe A sebesar Rp 200 miliar sampai Rp 400 miliar per tahun.
Sedangkan rumah sakit kelas C/D memberikan dana bantuan alokasi khusus tahun 2024 kepada kriteria rumah sakit yang belum memenuhi kriteria 8-12 (berbiaya besar), dan daerah dengan kapasitas fiskal rendah dan sangat rendah. Adapun dana alokasi khusus diberikan rata-rata sebanyak Rp 2,5 miliar per tahun.
Sementara itu, rumah sakit swasta untuk tipe A/B didorong menggunakan dana rumah sakit sekitar Rp 200 miliar sampai Rp 500 miliar per tahun. Sedangkan tipe C/D melakukan bimbingan teknis dan pendampingan untuk implementasi KRIS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar