Hakim di Nepal Sushila Karki. Foto: Prakash Mathema/AFP
Presiden Nepal Ram Chandra Poudel telah menunjuk mantan Ketua Mahkamah Agung Sushila Karki sebagai perdana menteri sementara dan perempuan pertama yang memimpin pemerintahan negara Himalaya itu.
Selain menunjuk Karki, Poudel juga telah menetapkan tanggap pemilu. Dikutip dari The Guardian, Sabtu (13/9), kantor kepresidenan Nepal mengungkapkan pemilu akan digelar pada 5 Maret 2026 berdasarkan rekomendasi Karki sebagai perdana menteri baru. Parlemen pun telah dibubarkan.
Karki dikenal atas pendiriannya melawan korupsi di pemerintahan saat menjabat Ketua Mahkamah Agung. Sejumlah anggota parlemen mencoba memakzulkannya pada April 2017 dan membuat sejumlah tuduhan yang pada akhirnya tidak berhasil dan dinilai sebagai serangan terhadap peradilan.
Gen Z jadi penggerak demo yang berlangsung pada Senin (8/9) lalu di ibu kota Kathmandu. Gen Z awalnya menyinggung gaya hidup mewah yang ditunjukkan anak-anak pejabat atau yang mereka sebut "Nepo Kids" atau Nepo Babies", sementara warga sipil berjuang mencari pekerjaan.
Demonstran memegang bendera Nepal saat asap mengepul di kompleks Parlemen, Kathmandu, Nepal, Selasa (9/9/2025). Foto: Adnan Abidi/REUTERS
Gaya hidup anak pejabat yang disorot lewat berbagai platform media sosial itu memicu pemerintah mengeluarkan keputusan memblokir media sosial. Menurut pemerintah, keputusan itu dikeluarkan karena platform tersebut tidak mendaftar dan tidak tunduk pada pengawasan.
Meski pemerintah pada akhirnya mencabut blokir media sosial, demo tidak berhenti. Demo pada akhirnya berubah ricuh ketika polisi menembakkan gas air mata, peluru karet, hingga water canon untuk membubarkan massa.
Massa kemudian menyerang gedung-gedung pemerintah, membakar kediaman presiden dan menjarah sejumlah gedung.
Demonstran berkumpul saat asap mengepul di kompleks Parlemen, Kathmandu, Nepal, Selasa (9/9/2025). Foto: Adnan Abidi/REUTERS
Perdana Menteri Khadga Prasad Oli akhirnya menyatakan mundur dan meninggalkan kediaman resminya. Militer Nepal kemudian menguasai ibu kota, dan negosiasi antara demonstran, militer, dan presiden dimulai untuk membentuk pemerintahan sementara.
Setidaknya 51 orang tewas dalam demonstran yang berubah ricuh itu. Korban tewas terdiri dari demonstran yang terkena tembakan polisi, narapidana yang mencoba kabur dari penjara, dan anggota polisi.
Militer juga memberlakukan jam malam sejak Selasa (9/9). Warga hanya diberikan waktu beberapa jam per hari untuk meninggalkan rumah untuk membeli makanan dan kebutuhan, sementara militer berjaga di jalanan Kathmandu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar