Suasana rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III dengan pakar siber di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (14/5/2025). Foto: Luthfi Humam/kumparan
Komisi III DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Himpunan Advokat Pengacara Indonesia (HAPI) membahas Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Salah satu pakar yang diundang adalah Dewan Kehormatan HAPI, Suhardi Somomoeljono.
Dalam rapat tersebut, Suhardi mengusulkan agar memasukkan asas Miranda Rule dalam UU KUHAP.
"Aparat penegak hukum dalam melaksanakan pemeriksaan dalam penyidikan jika saksi atau tersangka pada saat diperiksa tidak bersedia memberikan keterangan dengan alasan karena memiliki penasihat hukum sebagai kuasa hukum untuk mendampingi Kepentingan hukum klien maka pemeriksaan untuk sementara waktu tidak dapat dilanjutkan oleh penyidik," ungkap Suhardi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (15/5).
Suhardi menjelaskan, dengan asas tersebut, seseorang bisa untuk tidak memberikan keterangan hingga menunggu didampingi oleh kuasa hukum.
"Jadi begitu orang diperiksa polisi, 'pak polisi, saya punya advokat' ya sudah jangan dipaksa untuk bicara," paparnya.
Menurutnya, kehadiran kuasa hukum itu penting dalam proses pemeriksaan penting untuk mencegah tudingan dalam proses penyidikan.
"Kalau diteruskan nanti kasihan kepolisian dituduh memaksa dan macam-macam sebenarnya kuncinya di sini," ungkapnya.
"Maka dalam RUU KUHAP yang modern itu kita mencoba mengambil asas Miranda Rule kita masukkan sebagai satu asas sekaligus implementasi dalam pasal di undang-undang," tutup dia.
Miranda Rule adalah asas hukum yang berlaku di Amerika Serikat yang melalui hukum ini mengharuskan polisi memberikan peringatan kepada tersangka yang ditangkap sebelum melakukan interogasi. Salah satu haknya adalah untuk mendapatkan kuasa hukum.
Prinsip ini diambil dari putusan Mahkamah Agung AS dalam kasus Miranda V. Arizona tahun 1966.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar