Malam itu Murni terjaga. Dia dan suaminya Amirullah tak bisa tidur. Was-was bila gerimis menjadi deras, dan air hujan membasahi seluruh rumahnya.
"Masuk (rumah) kan ada berlubang di situ, tidak cukup kan dindingnya (menutupi). Kalau hujan bubar tidak tidur. Apalagi air dari sini biasa kalau hujan banjir," kata Murni saat ditemui di kediamannya, Minggu (8/9) sore.
Beratapkan seng, berdinding kayu seadanya. Rumah seluas 5x9 meter menjadi rumah panggung semi permanen yang keluarganya tinggali bersama lima anaknya.
Rumahnya itu berada di Desa Binanga Sombaya, Kecamatan Bontosikuyu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.
Hanya ada dua ruangan di rumah yang ia bangun secara gotong royong bersama keluarga saat baru menikah itu: satu kamar dan ruang tamu bercampur dapur.
Ruang tamu itu, menjadi tempat lima anaknya tidur, beralaskan tikar seadanya. Tak ada kamar mandi di rumah itu. Ia hanya bisa memanfaatkan kamar mandi bersama dengan rumah orang tuanya. Itu pun airnya susah.
Tak terasa air matanya bercucuran, sesekali ia usap saat bercerita soal kondisi rumahnya.
Anak pertamanya perempuan. Sekarang sudah kelas 2 SMK, merantau di Kabupaten Jeneponto. Anak keduanya laki-laki, baru lulus SMP tetapi belum melanjutkan ke tingkat SMA.
Anak ketiganya laki-laki dan tengah menempuh pendidikan SMP. Begitu juga anak keempatnya laki-laki sekarang sekolah tingkat SD. Anak terkecilnya, bocah perempuan yang kini sekolah TK.
Kehidupan tak tenang ketika hujan macam itu berlangsung bertahun-tahun, sampai Murni lupa kapan banjir pertamanya terjadi.
Murni pun tak ingat berapa kali hujan kerap kali membuatnya was-was. Di wilayah pesisir, cuaca menang tak menentu. Sebentar terang, sebentar kemudian hujan.
Satu yang pasti: bila sudah hujan deras di malam hari, ia dan keluarga tak akan tidur semalaman. Mereka berakhir basah kehujanan, berteduh seadanya.
Tanggal dan tahun ia menempati rumah itu pun Murni sudah tidak ingat. Senasib dengan berapa umurnya saat ini.
Dari pemaparannya, tampak ia hanya fokus hari demi hari menjalani hidup untuk bagaimana bisa memberi makan keluarganya. Suaminya seorang nelayan, yang hanya bisa melaut kala tersedia perahu pinjaman.
Nelayan Tombak Ikan
Hasil tangkapan Amirullah, pria asal suku bajo, itu pun tak tentu. Dengan menyelam dan menombak ikan, kadang hanya dapat satu atau dua ikat, berisi sekitar 10 ikan per satu ikatnya. Jika mujur, bisa lebih dari itu dan membawa uang pulang ke rumah.
"Satu atau dua ikat saja, tergantung rejeki," kata Murni.
"Ini sekarang tidak Melaut karena tidak ada kendaraan," sambungnya.
Suami Murni hanya bisa mengandalkan perahu pinjaman itu. Sudah bagus karena ia hanya perlu membeli bensin saja untuk bisa memanfaatkannya saat tak dipakai. Tak perlu bayar sewa pinjam.
Hasil tangkapan suaminya, dijual per tusuk dengan harga 20 ribu. Kadang, keluarga itu harus menelan ludah saat hasil tangkapan sedikit, dan hanya cukup membeli bensin untuk digunakan di kemudian hari.
Saat tak melaut, Amirullah putar otak sebagai kuli angkat hasil tangkapan nelayan lain.
"Angkat gabus (kotak) kalau ada nelayan (angkat hasil tangkap ikan). Kalah banyak biasa 1 mobil 50 (ribu), kalau biasa 30 (ribu)," ujar Murni membeberkan upah sang suami.
Jika kedua sumber penghasil keluarga itu buntung, Murni hanya bisa berharap dari bantuan pemerintah. Ia mengaku pernah tak makan sampai seharian.
Renovasi Rumah dan Modal Usaha
Murni kini bisa sedikit tersenyum lepas. Ia menjadi salah satu warga yang mendapatkan manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial (Kemensos).
Setiap tiga bulan, dia mendapatkan bantuan Rp 1,2 juta. Uang itu dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.
Kini, Murni juga menjadi keluarga yang terpilih mendapatkan program Rumah Sejahtera Terpadu. Rumahnya sudah dirobohkan pagi ini, dan akan dibangun selayak mungkin. Perabotan rumahnya pun akan diisi.
Murni tak perlu lagi khawatir akan hujan deras dan angin kencang.
Ia pun akan diberikan modal usaha sebagai program Pemberdayaan. Murni mengaku ingin sekali berjualan minuman es. Dia dahulu pernah juga usaha itu dengan keuntungan sehari Rp 30 ribu, cuma terhenti. Kini ia berharap bisa memulai kembali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar