Oct 29th 2023, 18:12, by Istiqomatunnisa, Istiqomatunnisa
Penting untuk kita meninjau perkembangan ekonomi saat ini dengan mengevaluasi reformasi World Trade Organization (WTO). WTO bertujuan untuk membuka batas wilayah dan memastikan perlakuan yang adil di antara negara-negara anggota, dengan komitmen terhadap transparansi.
Sayangnya, WTO belum mencapai kesepakatan perdagangan global sejak berdiri pada tahun 1995. Beberapa perundingan telah dilakukan, namun hingga 2010 kompleksitas dan kepentingan masing-masing negara anggota masih menjadi hambatan utama.
Seperti yang kita ketahui terdapat perbedaan kepentingan antara negara maju dan berkembang. Negara berkembang menekankan perlunya liberalisasi pertanian yang lebih dalam. Namun pentingnya sektor pertanian dalam aspek sosial dan politik membuat hal ini sulit dilakukan.
Sementara Uni Eropa sebagai perwakilan negara maju ingin memulai perundingan mengenai isu-isu Singapura sejak tahun 2004, tetapi negara berkembang menginginkan kesepakatan di bidang pertanian terlebih dahulu diselesaikan sebelum membahas isu-isu Singapura.
Tawaran-Tawaran Reformasi WTO
Perlu kita ketahui pada Konferensi Tingkat Menteri di Cancun, ada dua usaha penting untuk mencapai kesepakatan dan memajukan Putaran Doha. Pertama, upaya dilakukan untuk menyeimbangkan isu pertanian dengan isu Singapura.
Harapannya para menteri perdagangan yang memiliki wewenang tinggi akan mencapai kesepakatan di Cancun. Rencana ini bertujuan agar Amerika Serikat dan Uni Eropa bersedia melonggarkan kebijakan pertanian mereka, sedangkan negara-negara berkembang akan membuka ruang untuk berunding mengenai beberapa isu Singapura.
Kedua, jika kesepakatan tercapai, para delegasi di Jenewa akan merencanakan tahapan berikutnya. Namun, pertemuan tersebut tak berhasil menghasilkan kesepakatan. Putaran Doha adalah bukti bahwa demokrasi di organisasi ini belum optimal. Politik kekuasaan sangat kentara, di mana negara-negara maju mempengaruhi negara berkembang dan terbelakang.
Kesepakatan yang diajukan Amerika Serikat dan Uni Eropa terkait pembangunan, sebenarnya bermaksud untuk meningkatkan posisi mereka di WTO dengan fokus pada isu-isu yang menguntungkan mereka, namun kurang memperhatikan negara-negara berkembang.
Pada tahun 2004, pemerintah berhasil mencapai kesepakatan yang sebelumnya tidak tercapai di Cancun. Uni Eropa dan Amerika Serikat menerima prinsip liberalisasi pertanian, sementara negara-negara berkembang bersedia membicarakan isu fasilitas perdagangan. Saat itu, harapan akan penyelesaian Putaran Doha yang dijadwalkan pada tahun 2005 mulai tampak.
Namun, proses ini berjalan lambat. Hingga tahun 2008, pemerintah Amerika dan UE belum sepenuhnya melonggarkan kebijakan pertanian mereka untuk memenuhi harapan India, Brasil, dan negara-negara anggota G20. Di sisi lain, negara-negara kelompok G20 menolak memberikan konsesi besar yang menguntungkan Amerika dan UE dalam perundingan.
Perubahan di dalam organisasi juga diperparah karena munculnya organisasi non-pemerintahan (LSM). Kelompok ini beranggapan bahwa peraturan WTO terlalu menguntungkan dunia usaha dan kurang melindungi kepentingan konsumen dan lingkungan hidup.
Mobilitas LSM berupaya untuk memberikan perhatian pada kepentingan konsumen guna memperbaiki ketidakseimbangan yang terjadi.
Karena peran LSM terus terlihat, maka tawaran reformasi lainnya diberikan pada WTO yaitu pembatasan jumlah negara yang ikut berpartisipasi aktif dalam perundingan, serta dengan adanya pembentukan komite pengarah yang setara dengan Dewan Keamanan PBB di WTO untuk menangani isu-isu perdagangan.
Namun, keputusan pembuatan komite baru merupakan hal yang dianggap tidak efektif dan dapat menimbulkan pertanyaan yang terdengar buruk untuk WTO.
Perdagangan Regional (RTA)
Tawaran reformasi lainnya yaitu dengan adanya pengaturan perdagangan regional yang menjadi tantangan bagi WTO yaitu menawarkan upaya untuk mengatur perdagangan dunia lebih diskriminatif. Perdagangan regional (RTA) merupakan perjanjian perdagangan antara dua negara atau lebih yang berlokasi di wilayah yang sama di dunia.
Terdapat dua bentuk dasar RTA, yaitu kawasan perdagangan bebas dan serikat pabean. Kawasan perdagangan bebas misalnya, perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara, di mana pemerintah menghapus tarif terhadap barang-barang anggota lain, masing-masing anggota tetap mempertahankan tarif independent atas barang-barang yang masuk ke pasar mereka dari negara non-anggota.
Sedangkan serikat pabean, misalnya Uni Eropa, pemerintah anggota menghapuskan semua tarif perdagangan antar anggota serikat pabean dan mengenakan tarif umum pada barang-barang yang masuk ke dalam serikat pabean dari negara-negara non-anggota.
Perdagangan regional dikatakan diskriminatif karena memberikan akses pasar bebas tarif kepada beberapa negara, namun tidak kepada negara lainnya. Selain itu RTA juga dianggap lebih fokus terhadap kebutuhan untuk menarik investasi asing.
Misalnya saja, sebuah negara kecil yang melakukan tawar menawar secara individu di WTO tidak memiliki kekuatan karena tidak memiliki pasar yang besar untuk ditawarkan.
Dengan menyatukan kelompok negara-negara kecil, pasar yang dapat ditawarkan kepada mitra dagang dalam perundingan WTO meningkat signifikan. Dampaknya, negara-negara akan dapat memperoleh konsesi tarif yang lebih besar dalam negosiasi WTO.
Terhitung hingga tahun 2018 WTO masih mengalami kegagalan karena lebih dari 30 pengajuan oleh anggota WTO telah dibuat termasuk masalah reformasi WTO. WTO terus mencoba berbagai upaya agar terlepas dari citra negative.
Pendukung awal reformasi ini yaitu G20 yang mengeluarkan pernyataan bahwa WTO telah gagal dalam mencapai tujuannya namun ada harapan untuk diperbaiki. G20 dan negara anggota WTO lainnya berjanji akan bekerja secara efektif sampai pada Konferensi Tingkat Menteri ke-12 (MC12).
Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa delegasi mencatat saran untuk membentuk kelompok kerja tentang reformasi WTO untuk membahas isu-isu yang relevan. Adapun fokus utama yang ditawarkan dalam reformasi WTO ini adalah penyelesaian sengketa.
Dan, dari Konferensi MC12 WTO telah sepakat untuk melakukan tinjauan komprehensif terhadap fungsi WTO untuk memastikan apakah organisasi mampu merespons secara lebih efektif terhadap tantangan yang dihadapi sistem perdagangan multilateral. Pada MC12 juga membahas reformasi WTO dan komitmen untuk memiliki sistem penyelesaian sengketa yang berfungsi penuh dan berfungsi dengan baik pada tahun 2024 kelak.
Para Menteri sepakat untuk berkomitmen bekerja sama menuju reformasi WTO yang diperlukan dengan tujuan meningkatkan semua fungsinya. Para menteri mengakui pentingnya dan urgensi untuk mengatasi tantangan dan kekhawatiran mengenai sistem penyelesaian sengketa.
Termasuk yang terkait dengan Badan Banding, dan untuk melanjutkan diskusi dengan tujuan memiliki sistem penyelesaian sengketa yang berfungsi penuh dan berfungsi dengan baik yang dapat diakses oleh semua anggota pada tahun 2024.
Kelemahan WTO
WTO mempunyai kelemahan baik dalam struktur kelembagaan maupun wacana teoritis. Dalam pengambilan keputusan masih terlihat sulit untuk dilakukan oleh negara anggota WTO karena sistem perdagangan.
Sebagian besar masih berbasis kekuasaan dan bukan berdasarkan aturan. Meskipun secara formal terdapat sistem satu anggota, satu suara di WTO, seperti yang kebanyakan terjadi di lembaga pemerintahan internasional bahwa kepentingan pihak yang berkuasa akan selalu mendominasi.
Hal yang penting bagi reformasi WTO untuk masa depan yaitu sistem perdagangan harus didasarkan pada kemauan masyarakat di negara-negara yang membentuk sistem tersebut. Negara anggota yang mau dan mampu melaksanakan proses pengambilan keputusan yang kolektif dan demokratis.
Kegagalan untuk menghadapi hambatan-hambatan pengaturan perdagangan memerlukan adaptasi terhadap realitas baru, serta Tindakan untuk menjamin pentingnya inklusivitas yang terkadang diabaikan. Hal penting yang harus diingat setiap negara anggota WTO yaitu bahwa kebijakan perdagangan tidak dapat berdiri sendiri sebagai instrumen pembangunan yang efektif.
Pertimbangan kebijakan dan kesepakatan akan berpengaruh terhadap seluruh negara yang ada didalamnya, tidak hanya negara berkembang. Terdapat banyak peluang untuk melakukan tawar menawar yang saling menguntungkan antara seluruh anggota WTO untuk menciptakan sistem perdagangan multilateral yang lebih baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar